Pemberdayaan komunitas merupakan salah satu upaya penting untuk membangun sebuah kemandirian dalam masyarakat agar mampu berkembang secara berkelanjutan. Berbagai metode telah diterapkan, tetapi tidak semuanya efektif dalam mendorong partisipasi aktif masyarakat. Salah satu pendekatan yang semakin banyak digunakan adalah Appreciative Inquiry (AI), yang berbeda dari metode konvensional karena lebih menitikberatkan pada potensi dan keberhasilan yang telah ada dibandingkan hanya fokus pada permasalahan.
Metode AI terdiri dari lima tahap utama yaitu: define, discover, dream, design, dan destiny. Proses ini dimulai dengan menentukan Fokus utama yang ingin dikembangkan (Define). Dilanjutkan dengan mengidentifikasi keberhasilan dan kekuatan yang telah dimiliki (Discover). Kemudian, komunitas diajak untuk membayangkan masa depan yang lebih baik (Dream). Dan setelah itu, merancang strategi untuk mencapainya (Design). Serta memastikan keberlanjutan dari perubahan yang telah dilakukan (Destiny). Dengan adanya pendekatan ini dapat membangun rasa percaya diri dan keterlibatan masyarakat dalam mengelola perubahan dengan cara yang positif dan solutif.
Lantas, apa saja keunggulan AI berbeda dengan Pendekatan lain?
Â
Jadi, AI ini memiliki keunggulan utama berupa kemampuannya dalam membangun semangat kebersamaan dan mendorong inovasi menyebabkan masyarakat terdorong untuk mencari sebuah solusi berbasis potensi yang berasal dari milik mereka sendiri. Hal inilah yang membuat mereka lebih Mandiri dan tidak bergantung pada bantuan pihak luar.
AI juga memiliki tantangan salah satunya membangun kepercayaan masyarakat agar mereka mau berbagi pengalaman positif dan berpartisipasi dalam proses ini. Tidak hanya itu, keberhasilan metode ini juga sangat dipengaruhi oleh peran fasilitator yang harus mampu membimbing sebuah komunitas dengan baik berdasarkan dengan kondisi dan budaya lokal.
Bagaimana cara mengatasi tantangan yang ada??Â
Untuk mengatasi berbagai tantangan dalam penerapan Appreciative Inquiry (AI), diperlukan strategi yang efektif guna memastikan keberhasilannya dalam pemberdayaan komunitas.
Pertama, membangun kepercayaan secara bertahap merupakan langkah awal yang krusial sebelum menerapkan AI. Upaya ini dapat dilakukan dengan menjalin hubungan yang erat antara fasilitator dan masyarakat melalui pendekatan partisipatif yang melibatkan tokoh masyarakat setempat. Dengan keterlibatan para pemimpin lokal, lingkungan yang kondusif dan inklusif dapat tercipta, sehingga masyarakat merasa lebih nyaman untuk berbagi pengalaman serta berpartisipasi secara aktif dalam proses perubahan.
Kedua, penguatan kapasitas fasilitator menjadi faktor utama dalam keberhasilan penerapan AI. Seorang fasilitator harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai metode AI, serta memiliki kemampuan dalam memahami dinamika sosial dan budaya komunitas yang mereka dampingi. Oleh karena itu, pelatihan yang komprehensif perlu diberikan guna membekali fasilitator dengan keterampilan yang diperlukan, baik dalam aspek teoritis maupun praktis. Dengan demikian, fasilitator dapat mengelola diskusi secara efektif, mendorong partisipasi aktif, serta mengatasi berbagai tantangan yang mungkin muncul selama proses pemberdayaan berlangsung.