Mohon tunggu...
Melvi Yendra
Melvi Yendra Mohon Tunggu... profesional -

author, writer, editor, journalist, screenwriter, ghostwriter, bookaholic, communication specialist

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Joni Tak Pulang

26 Desember 2009   10:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:46 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Joni Tak Pulang
Cerpen Melvi Yendra

Mayat itu masih baru. Tampak putih di antara apungan sampah yang hitam dan kotor. Teronggok secara mencolok di kali tepat di bawah jembatan kecil di pinggir perkampungan yang sepi.

Saat itu Minggu pagi, pukul enam lewat sedikit. Jalanan belum begitu ramai. Seorang tukang ojek baru saja menyandarkan motor bebeknya di ujung jembatan ketika mendadak ia melihat sosok putih terapung itu. Merasa curiga, ia menuruni tepian kali yang rendah dan mendekati sosok mencurigakan itu. Setelah yakin itu memang mayat manusia, tukang ojek itu naik ke jalan raya dan mulai berteriak.

Tidak sampai tiga puluh menit kemudian, daerah kumuh itu ramai seperti pasar tumpah. Untungnya, polisi cepat datang ke lokasi. Elemen keamanan negara yang digaji dengan uang rakyat itu langsung mengamankan TKP dan memeriksa identitas si mayat. Sayangnya, tidak ada apa pun yang bisa dijadikan petunjuk kecuali bahwa mayat telanjang itu berjenis kelamin laki-laki dengan tinggi badan 1,7 meter. Polisi akhirnya membawa mayat itu ke RSCM untuk divisum. Si tukang ojek dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.
***

Empat jam sebelum mayat itu ditemukan.
“Lepaskan pakaiannya, lalu bakar. Kita tidak ingin meninggalkan jejak!”
“Bagaimana dengan polisi?”
“Jangan takut. Tidak ada yang tahu anak itu pergi dengan kita. Lagi pula ini sebuah kecelakaan. Kita bukan dengan sengaja membunuhnya. Ayo, buang mayatnya!”

Sedan hitam itu berhenti di atas jembatan di tepi sebuah kali yang dangkal airnya. Dari dalam mobil itu sebuah mayat tanpa busana dijatuhkan tepat ke bawah jembatan. Mobil itu lalu pergi.

***

Sepuluh jam sebelum mayat itu ditemukan.
“Saya takut, Pak Dokter.”

Joni terbaring di ranjang operasi. Entah kenapa ia tiba-tiba merasa takut. Ini jelas bukan rumah sakit, tapi semua peralatan kedokteran yang diperlukan untuk tujuan malam itu ada di sana. Orang yang membawanya ke tempat itu pasti kaya sekali, sehingga bisa menyewa tim dokter dan peralatan operasi yang lengkap seperti itu.

“Tenang saja, Joni. Setelah ini kamu tidak akan kesulitan keuangan lagi. Setidaknya untuk beberapa bulan. Kamu bahkan bisa melunasi utang-utang ibumu. Operasinya tidak akan lama. Setelah itu kamu akan bisa hidup seperti sedia kala.” Seorang lelaki umur tiga puluhan membujuknya.

Joni mengangguk. Membayangkan uang lima puluh juta yang akan diterimanya nanti, membuat Joni menjadi tenang. Lelaki kaya itu lalu pergi. Tim dokter lalu menyuntikkan sesuatu ke tubuh Joni, membuat kesadarannya berangsur-angsur hilang sehingga ia tidak bisa merasakan apa-apa lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun