Mohon tunggu...
Melina
Melina Mohon Tunggu... Lainnya - Teknisi Pangan

Menulis untuk sharing, karena sharing is caring.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Perokok Elektrik Meningkat, Polusi Udara Meningkat

15 Juni 2023   12:55 Diperbarui: 15 Juni 2023   12:58 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kota Jakarta diselimuti asap pada Kamis 24 Mei 2023 (Sumber: Kompas.ID/Totok Wijayanto (TOK)).

Pasti banyak perokok (terutama pengguna rokok elektrik) yang tidak terima dan sebal ketika membaca judul artikel ini. Tapi jujur saja, konsumsi rokok elektrik sebagai pengganti rokok konvensional sedikit banyak menyumbang polusi udara di Indonesia.

Karena mungkin... inilah alasan mengapa indikator udara Singapura lebih bersih dibandingkan dengan indikator udara di Jakarta. Karena Singapura telah berhasil menekan jumlah pengguna rokok elektrik dengan melarang warganya untuk berjualan dan menggunakan rokok elektrik.

Benarkah rokok elektrik menjadi ancaman bagi lingkungan?

Per hari ini, 15 Juni 2023 peringkat kualitas udara di Jakarta naik menjadi yang terburuk kedua di seluruh dunia, setelah Shanghai, China menurut situs iqair.com.

Indeks AQI kota Jakarta mencapai angka 156 yang berarti kualitas udaranya tidak sehat dengan polutan utama PM2.5.  Sedangkan Singapura, menduduki peringkat 50 dengan indeks AQI 46, yang berarti kualitas udara di Singapura baik-baik saja.

Polutan PM2.5 yang menjadi penyebab buruknya udara di Jakarta adalah polutan yang berasal dari partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 m (mikrometer). Ukuran partikel ini hanya 30% dari diameter rambut, sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat melalui mikroskop elektron.


Polutan PM2.5 umumnya dihasilkan oleh kendaraan bermotor, pembangkit listrik, industri, rokok, kompor rumah tangga, dan asap kembang api.

Asap rokok elektrik juga ikut menyumbang polutan PM2.5. Sebab bahan kimia dan bahan organik dalam bahan bakar rokok elektrik (e-liquid), ketika dipanaskan dan diuapkan akan berubah menjadi bentuk menjadi aerosol (partikel udara) yang mengandung senyawa berbahaya hingga karsinogenik, seperti formaldehida, benzena, glycidol, acrolein, dan asetaldehida. Selain itu, merokok dengan rokok elektrik selama 5 menit juga dapat menyebabkan peningkatan kadar nitrogen monoksida.

Dalam jurnal Science of the Total Environment (2021), Li dan kawan-kawan meneliti konsentrasi polutan PM2.5 yang bisa dihasilkan oleh kedai vape di wilayah selatan Kalifornia dan pengaruhnya pada lingkungan sekitar. 

Dari hasil penelitian itu diketahui bahwa konsentrasi polutan PM2.5 di area terbuka ketika pintu kedai vape tertutup rapat adalah 5 mikrogram per meter kubik. Namun, konsentrasi PM2.5 meningkat tajam mencapai 276 mikrogram per meter kubik ketika pintu kedai vape dibuka.

Hal ini menguatkan penelitian Zhao di tahun 2017, dimana hanya 1% polutan PM2.5 yang tertinggal sejauh 2.5 meter dari konsumen rokok elektrik di dalam ruangan. Berarti, 99% polutan yang dihasilkan dari rokok elektrik akan tersebar ke area sekitarnya.

Sedangkan, World Health Organization (WHO) sendiri menetapkan batas maksimum bagi seseorang terpapar polutan PM2.5 dalam 24 jam, sebaiknya tidak lebih dari 15 mikrogram per meter kubik. Namun, bagi kota-kota dengan tingkat polusi yang tinggi WHO menetapkan batas maksimum paparan PM2.5 dalam 24 jam, yaitu 75 mikrogram per meter kubik.

Yang menjadi masalah di Indonesia

Indonesia telah menjadi pasar rokok elektrik terbesar di dunia dengan ukuran pasar 25% menurut laporan perusahaan data pasar dan konsumen, Statista. 

Berdasarkan data survei Kemenkes RI pada pengguna tembakau usia dewasa yang dikutip dari Kompas, konsumsi rokok elektrik di Indonesia telah meningkat hingga 10 kali, yaitu dari 0,3% (2011) menjadi 3% (2021). 

Bukan hanya itu, data Kemenkes RI di tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi anak-anak berusia 10-14 tahun dan remaja berusia 15-19 sebagai pengguna rokok elektrik mencapai 10,6% dan 10,5%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya. 

Data prevalensi konsumen rokok elektrik di Indonesia oleh Kemenkes tahun 2018 (Sumber: Youtube CNA Insider).
Data prevalensi konsumen rokok elektrik di Indonesia oleh Kemenkes tahun 2018 (Sumber: Youtube CNA Insider).

Intensitas merokok para konsumen rokok elektrik juga tidak main-main. Konsumen rokok elektrik bisa merokok hingga 9 jam tanpa henti. Intensitas merokok kian meningkat ketika adanya vape expo dan lomba "meniup awan"---meniup asap vape menjadi berbagai bentuk. Lomba "meniup awan" ini banyak diminati, selain karena hadiahnya, juga karena dianggap memiliki nilai seni.

Trik
Trik "meniup awan" oleh seorang perokok elektrik (Sumber: Youtube CNA Insider).

Kalau melihat kegiatan "meniup awan" vape atau rokok elektrik, saya jadi teringat dengan film kartun Alice in Wonderland (1951), dimana ada ulat yang sedang merokok kemudian meniupkan asap rokoknya pada Alice. Mungkin para perokok ini terinspirasi sama si ulat ya..

Ulat dari film kartun Alice in Wonderland yang bisa membentuk beragam bentuk asap dari rokoknya (Sumber: Disney Wiki Fandom).
Ulat dari film kartun Alice in Wonderland yang bisa membentuk beragam bentuk asap dari rokoknya (Sumber: Disney Wiki Fandom).

Lebih berbahaya rokok elektrik atau rokok konvensional?

Baik rokok elektrik maupun rokok konvensional sama berbahayanya.

Berikut ini adalah data perbandingannya:

Konsentrasi PM2.5 yang dihasilkan oleh rokok elektrik (E-cigs) dan rokok tradisional (T-cigs) (Sumber: Li et al. 2020). 
Konsentrasi PM2.5 yang dihasilkan oleh rokok elektrik (E-cigs) dan rokok tradisional (T-cigs) (Sumber: Li et al. 2020). 

Data grafik di atas merupakan data yang dikumpulkan oleh Li dan kawan-kawan, yang diterbitkan dalam jurnal Annual Review of Public Health pada 9 Juli 2020.

Tapi, bila dilihat dari sisi lain, bisa jadi rokok elektrik lebih berbahaya dibandingkan dengan rokok konvensional, karena menghasilkan sampah yang sulit didaur ulang, seperti PCB, baterai, bahan kimia berbahaya (B3), dan juga plastik.

***
Sumber Jurnal & Buku:

  • Chen, R., Aherrera, A., Isichei, C. et al. (2018). Assessment of indoor air quality at an electronic cigarette (Vaping) convention. J Expo Sci Environ Epidemiol 28, 522--529. https://doi.org/10.1038/s41370-017-0005-x

  • Li, L., Lin, Y., Xia, T., & Zhu, Y. (2020). Effects of Electronic Cigarettes on Indoor Air Quality and Health. Annual review of public health, 41, 363--380. https://doi.org/10.1146/annurev-publhealth-040119-094043

  • Li, L., Nguyen, C., Lin, Y., Guo, Y., Fadel, NA., Zhu, Y. (2021). Impacts of electronic cigarettes usage on air quality of vape shops and their nearby areas. Science of The Total Environment, 760:143423. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2020.143423.

  • World Health Organization. (2021). WHO global air quality guidelines: particulate matter (PM2.5 and PM10), ozone, nitrogen dioxide, sulfur dioxide and carbon monoxide. World Health Organization. https://apps.who.int/iris/handle/10665/345329. License: CC BY-NC-SA 3.0 IGO
  • Zhao, T.K., Nguyen, C., Lin, C.H., Middlekauff, H.R., Peters, K., Moheimani, R., Guo, Q.J., Zhu, Y.F. (2017). Characteristics of secondhand electronic cigarette aerosols from active human use. Aerosol Sci Technol, 51: 1368--1376.

Sumber Internet:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun