Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, tubuh kita menggunakan berbagai organ dengan berbagai fungsi kompleks untuk memungkinkan kita dalam beraktivitas secara optimal. Di balik kelancaran proses tersebut, terdapat organ-organ penting yang bekerja keras secara signifikan, salah satunya adalah ginjal. Ginjal merupakan organ vital dalam tubuh manusia yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan internal tubuh. Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan ukuran kurang lebih sebesar kepalan tangan. Fungsi utama ginjal  adalah menyaring darah untuk membuang sisa metabolisme dan racun yang tidak dibutuhkan melalui urine. Ginjal juga berfungsi dalam mengendalikan tekanan darah dengan memproduksi enzim renin yang mengatur volume darah dan  kadar garam. Fungsi-fungsi inilah yang menyebabkan ginjal menjadi salah satu organ penjaga kestabilan lingkungan internal tubuh yang esensial bagi kelangsungan hidup dan kesehatan kita sehari-hari.Â
Namun, fungsi ginjal yang sekompleks dan seoptimal itu dapat terganggu oleh berbagai penyakit, salah satunya adalah Nephrolithiasis atau sering kita kenal dengan Batu ginjal. Nephrolithiasis merupakan suatu penyakit dengan gejala ditemukannya satu atau beberapa massa keras seperti batu yang terdapat di dalam tubuli ginjal, kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, serta seluruh kaliks ginjal. Gangguan ini dapat menyebabkan nyeri hebat, infeksi, hingga adanya gangguan fungsi ginjal bila tidak segera ditangani dengan tepat. Pada tahun 2015, Global Burder of Disease (GBD) Bersama disease and injury incidence and prevelence collaborators mencatat dengan jumlah 22,1 juta kasus nephrolithiasis dan mengakibatkan sekitar 16,100 kematian. Antara 1% sampai dengan 15% orang di dunia menderita nephrolithiasis di hidup mereka. Di Indonesia sendiri, prevalensi nephrolithiasis yaitu sebanyak 6 per 1000 penduduk atau 1.499.400 penduduk mengalami nephrolithiasis dengan angka kematian sekitar 1,98% dari pasien yang dirawat. Rata-rata yang mengalami berusia antara 30-60 tahun.Â
Deteksi dan evaluasi nephrolithiasis sangat penting untuk dapat dilakukannya penanganan yang tepat oleh dokter. Salah satu metode yang paling umum digunakan oleh seorang radiografer adalah pemeriksaan radiologi menggunakan unit X-ray atau sinar-x. Pemeriksaan nephrolithiasis dapat dilakukan pada area Abdomen dengan proyeksi pemeriksaan AP (Anteroposterior) supine atau sering dikenal dengan metode proyeksi KUB (Kidney, Ureter, Bladder). Proyeksi ini dapat memvisualisasikan organ-organ di area perut, termasuk ginjal, ureter dan kandung kemih, sehingga batu ginjal dapat dideteksi dengan baik. Pada proyeksi ini, pasien umumnya diposisikan berbaring terlentang (supine), dimana sinar-x diarahkan ke area Anterior (depan) menuju ke Posterior (belakang) tubuh pasien. Teknik AP supine sangat efektif digunakan untuk memberikan gambaran yang jelas dan cepat, sebagai salah satu metode evaluasi gambaran awal pada pasien dengan indikasi Nephrolithiasis.Â
Metodologi PemeriksaanÂ
Metode pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi nephrolithiasis atau batu ginjal adalah pemeriksaan radiologi menggunakan sinar-X (X-ray), yang dilakukan pada area abdomen dengan menggunakan proyeksi AP (Antero-Posterior) dalam posisi supine, atau yang lebih dikenal sebagai proyeksi KUB (Kidney, Ureter, Bladder). Pada pemeriksaan ini, pasien diposisikan dalam keadaan berbaring terlentang (supine), lalu sinar-X diarahkan dari bagian depan tubuh (anterior) menuju bagian belakang (posterior). Proyeksi KUB bertujuan untuk memvisualisasikan struktur organ-organ dalam sistem saluran kemih bagian atas hingga bawah, termasuk ginjal, ureter, dan kandung kemih. Teknik ini sangat efektif untuk mendapatkan gambaran awal yang jelas dan cepat terhadap keberadaan batu ginjal, baik dalam hal ukuran, bentuk, maupun lokasi batu. Pemeriksaan ini umumnya menjadi langkah awal dalam evaluasi pasien dengan dugaan nephrolithiasis, karena prosedurnya relatif sederhana, cepat, dan dapat memberikan informasi penting bagi penentuan diagnosis dan penanganan selanjutnya.
A. Kontra Indikasi Pemeriksaan
Pemeriksaan abdomen dengan sinar-X memiliki beberapa kondisi yang perlu dihindari atau menjadi pertimbangan khusus. Salah satu yang paling utama adalah pada wanita hamil, terutama di trimester pertama, karena paparan radiasi dapat berdampak negatif terhadap perkembangan janin. Selain itu, pasien yang tidak mampu bekerja sama dengan baik atau tidak bisa tetap berbaring diam selama pemeriksaan juga menjadi tantangan, karena dapat menyebabkan hasil citra menjadi buram atau tidak akurat. Kehadiran benda-benda logam di sekitar area perut, seperti sabuk logam, kancing, atau alat implan, juga dapat mengganggu visualisasi organ dan menyebabkan artefak pada gambar. Pada beberapa kasus darurat yang memerlukan penanganan cepat, pemeriksaan ini mungkin tidak menjadi prioritas karena membutuhkan waktu tertentu untuk pelaksanaannya. Terakhir, apabila digunakan kontras intravena, pasien dengan riwayat alergi berat terhadap bahan kontras perlu mendapat perhatian khusus agar tidak menimbulkan reaksi yang membahayakan.
B. Persiapan Pasien Sebelum Dilakukan Pemeriksaan
Puasa selama 6--8 jam sebelum pemeriksaan , untuk mengurangi jumlah gas dan sisa makanan dalam saluran pencernaan yang dapat mengganggu hasil pencitraan.
Mengosongkan kandung kemih sebelum pemeriksaan, agar organ-organ di area abdomen dapat terlihat lebih jelas tanpa tertutup oleh bayangan urine.
Melepas benda logam di area perut, seperti sabuk, kancing, atau perhiasan, karena logam dapat menyebabkan artefak pada gambar sinar-X dan mengganggu visualisasi organ.