Mohon tunggu...
Meldy Muzada Elfa
Meldy Muzada Elfa Mohon Tunggu... Dokter - Dokter dengan hobi menulis

Internist, lecture, traveller, banjarese, need more n more books to read... Penikmat daging kambing...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengobati Tanpa Obat

30 September 2014   21:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:54 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tersebutlah sebuah cerita di negara Jerman, seorang dokter bernama Dr.Winfried Hauser, kandidat profesor bidang pengobatan psikosomatik, melakukan sebuah penelitian untuk melihat pengaruh sugesti terhadap efek penyembuhan seorang pasien. Dalam hal ini pengaruh sugesti yang dimaksud adalah kemampuan alam bawah sadar.

Hauser memberikan 2 jenis pil kepada 50 pasien yang menderita nyeri punggung belakang, pil pertama dikatakan mempunyai efek meringankan nyeri punggung, sedangkan pil kedua dikatakan tidak mempunyai efek apapun. Sebanyak 50 pasien tersebut di bagi dua kelompok dan diacak untuk mendapatkan pil tersebut. Bagaimana hasilnya? Sebanyak rerata 25 pasien kelompok pertama yang menerima pil pertama menyatakan rasa nyeri setelah minum pil itu berkurang, sedangkan rerata 25 pasien kelompok kedua yang menerima pil kedua menyatakan nyeri tetap bahkan merasa bertambah. Lantas, apa jenis pil pertama dan pil kedua tersebut?

Ternyata pil pertama dan pil kedua itu adalah sama, dan isinya hanyalahberisi serbuk laktosa yang tidak memiliki khasiat apapun sebagai obat. Namun, kenapa kelompok pasien pertama merasa nyerinya berkurang? Itulah yang disebut dengan efek plasebo.

Plaseboadalah sebuah pengobatan yang tidak berdampak atau penangananpalsuyang bertujuan untuk mengontrol efek dari pengharapan. Istilah plasebo diambil dari bahasa latin yang berarti "I shall please" (saya akan senang) yang mengacu pada fakta bahwa keyakinanakan efektivitas dari suatu penanganan akan dapat membangkitkan harapan yang membantu mereka menggerakkan diri mereka sendiri untuk menyelesaikan problem - tanpa melihat apakah substansi yang mereka terima adalah aktif secara kimiawi atau tidak aktif.

Baiklah, sekarang kita kembali ke ranah dunia kita yaitu Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, masyarakat Indonesia masih memiliki harapan yang tinggi terhadap dokter atau tenaga paramedis untuk membantu terwujudnya kesehatan bagi diri mereka. Banyak contoh yang bisa diangkat dalam kasus ini.

Penulis akan mengambil contoh dari pengalaman penulis sendiri, ketika pasien datang ke praktek sore penulis dengan keluhan utama demam dan lemas, pasien bercerita bahwa dia sudah berobat sendiri dengan memberi obat diluaran. Penulis mencoba melihat obat yang dibeli oleh pasien tersebut, secara umum mereka sudah membeli obat demam (parasetamol) dan lemas (vitamin), tapi mereka tetap merasa belum sembuh. Berdasar ilmu medis dan pemeriksaan menyeluruh, penulis menyimpulkan pasien ini hanya menderita common cold atau penyakit pilek yang sebenarnya bisa sembuh sendiri. Dan apa yang penulis resepkan? Sama seperti pasien tersebut, diberikan obat simptomatik seperti parasetamol dan vitamin saja, disertai dengan doa dan saran untuk lebih banyak beristirahat dan makanan yang bergizi. Tidak lupa dengan penjelasan yang meyakinkan pasien.

Apa yang terjadi? Menjelang senja 2 hari kemudian setelah pertemuan di praktek, penulis kembali bertemu dengan pasien yang sedang mengenakan baju muslim, sarung dan kopiah, bersiap untuk jamaah di mesjid. “Sudah sehat pak Dokter, Alhamdulillah, ini mau azan Maghrib”. Nah lho? Obatnya kan sama....

Mungkin cerita penulis bisa diperdebatkan, mari kita analisis. Mungkin saja memang sudah saatnya dia membaik karena penyakitnya adalah common cold termasuk self limiting disease atau penyakit yang sembuh sendiri, bisa juga dia pergi ke praktek lainnya, atau memang patuh dengan nasihat yang saya berikan, tapi berdasarkan pengalaman klinis yang penulis dapatkan, pasien tersebut sembuh karena sebagian peran dari efek plasebo tersebut.

Artinya, Plasebo bisa dikatakan sebagai sugesti terhadap pasien ataupun orang lain yang sehat untuk menggerakkan dirinya ke arah yang diinginkan. Nah, kalau kita berbicara plasebo, artinya ini adalah suatu hal yang tidak disadari oleh pasien, lantas apakah hal ini bisa digunakan kepada pasien yang menyadarinya? Dengan kata lain kita mencoba pasien untuk mensugestikan dirinya supaya sehat?

Secara teori hal ini bisa, namun mencari kebenaran secara ilmiah masih sedikit tulisan yang didapatkan.

Berdasarkan pemaparan dr. Agus Siswanto, Sp. PD K-Psi dan dr. Probosuseno, Sp. PD K-Ger yang kebetulan adalah guru penulis di  bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM, ternyata pengaruh sugesti ini sangat bermanfaat. Pada pasien yang sudah mempunyai penyakit kronis, motivasi untuk memasrahkan diri dan menerima segala yang disarankan oleh tenaga medis maupun paramedis ternyata memberikan peningkatan kualitas hidup, hal ini dibuktikan dengan indikator klinis, laboratorium dan keluhan pasien yang berkurang.

Apakah hal ini bisa diterapkan ke kita? Dengan yakin penulis bisa. Mengutip firman Allah SWT “Aku sesuai prasangka hambaKu pada diriKu”, ditambah dengan beberapa tulisan dan pengalaman penulis sendiri maka efek sugesti atau mengobati diri sendiri itu adalah hal yang tidak mustahil.

Bagaimana caranya?

Di rumah sakit, pasien sangat mudah menerima sugesti negatif, terutama pasien dalam kondisi yang agak berat seperti pasien yang akan operasi, sakit parah, atau korban kecelakaan.

"Orang yang berada dalam situasi ekstrem biasanya berada dalam kondisi trance natural sehingga sangat mudah disugesti," tulis para peneliti dalam jurnal Deutsches Arzteblatt International.

Untuk itulah para petugas kesehatan diminta lebih berhati-hati dalam memilih kalimat saat menyampaikan suatu kondisi kepada pasiennya.

Sedangkan pada masyarakat umum, yang pertama kali harus dilakukan agar kita dapat mensugesti diri kita, yang utama adalah menghilangkan rasa angkuh, sombong dan penyakit hati. Kemudian, cobalah untuk pasrah diri dan berilah kesempatan kepada alam bawah sadar kita untuk mengatur kembali ritme tubuh kita, mengatur kembali detak jantung kita yang tidak teratur, mengatur kembali pembuluh darah kita, pencernaan, pernafasan dan sistem saraf kita, sehingga jika itu dilaksanakan tentu perasaan tenang dan kesembuhan yang akan kita dapatkan.

Contoh mudah, ketika Anda tertusuk jarum, nyeri akibat tertusuk jarum akan tetap terasa kalau Anda tetap mengeluh dan terlalu mawas terhadap tusukan tersebut. Namun, ketika Anda segera melupakan nyeri akibat tusukan tersebut dan mencoba melakukan aktivitas positif yang lain, nyeri tersebut tidak akan terasa, dan sekonyong-konyong nyeri tersebut telah menghilang seiring waktu.

Dari tulisan ini penulis mengajak, mari mencoba untuk menjaga diri kita, hidup kita. Bagaimana? Menghilangkan sifat sombong, curiga, iri danpenyakit hati lainnya yang akhirnya akan menyebabkan diri kita sakit, dan mencoba untuk menjadi jiwa yang santun, rendah hati, dan mencoba berfikir positif serta bersikap lapang dada ketika medapatkan cobaan atau sakit, maka niscaya tentu kesembuhan yang akan didapatkan.

Tulisan ini tidak menafikan pengobatan medis ataupu bedah pada penyakit-penyakit yang memang harus ditangani secara medis, seperti keganasan, kencing manis, darah tinggi, penyakit infeksi dan lainnya, tapi ini adalah salah satu komponen penunjang untuk mempercepat proses kesembuhan yang tentunya berserta izin dari Tuhan YME.

Sesungguhnya kebenaran hanya milik Allah SWT.

Salam sehat,

dr. Meldy Muzada Elfa

(Residen Ilmu Penyakit Dalam)

Punya kritik dan saran? Atau ingin berdiskusi?

Follow Twitter: @meldy01

eMail: meldy01@yahoo.com.sg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun