Mohon tunggu...
Melati Kurnia putri
Melati Kurnia putri Mohon Tunggu... mahasiswa S1 Kebidanan Universitas Muhammadiyah Palembang

Saya mahasiswa S1 Kebidanan di Universitas Muhammadiyah Ahmad Dahlan dengan pengalaman menjadi Motivator Duta GenRe Provinsi Sumatera Selatan, tergabung di Forum Generasi Berencana Indonesia Sumatera Selatan dan 2 tahun menjabat sebagai ketua himpunan mahasiswa S1 Kebidanan dan merancang kegiatan himpunan untuk meningkatkan kredibilitas terhadap himpunan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenali batasan diri : edukasi anak dalam KKN Internasional di Malaysia

11 Agustus 2025   13:39 Diperbarui: 11 Agustus 2025   13:39 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi kegiatan belajar tentang batasan diri

Melati kurnia putri salah satu mahasiswa dari universitas muhammadiyah ahmad dahlan palembang, tim KKN Internasional Indonesia--Malaysia mengadakan kegiatan edukasi yang cukup unik dan penting: mengenali batasan diri pada anak. Kegiatan ini berlangsung pada 7 Agustus 2025 di sebuah sanggar belajar di srimuda shah alam selangor, Malaysia, dan diikuti oleh 25 anak usia 6--14 tahun.
Tema ini diangkat bukan tanpa alasan. Di era digital yang serba cepat, anak-anak rentan menghadapi berbagai situasi yang membuat mereka bingung atau tidak nyaman, baik secara fisik maupun emosional. Banyak dari mereka yang belum benar-benar memahami bahwa mereka berhak merasa aman, berhak mengatakan "tidak", dan berhak melindungi diri.

Kegiatan dibuka dengan perkenalan singkat dan ice breaking untuk membuat suasana lebih hangat. Setelah itu, anak-anak diajak memahami konsep batasan diri melalui cerita interaktif. Mereka belajar membedakan mana perilaku yang aman dan mana yang harus dihindari.
Salah satu momen yang paling seru adalah permainan "Lampu Merah -- Lampu Hijau" versi perilaku. Anak-anak harus bergerak maju jika mendengar contoh perilaku aman (lampu hijau), dan mundur jika contoh yang diberikan termasuk perilaku tidak aman (lampu merah). Tawa riuh terdengar, tapi di balik itu ada pesan serius yang tersampaikan: tubuh dan perasaan mereka sangat berharga, dan mereka berhak melindunginya.

Bagian lain yang tak kalah menarik adalah simulasi menolak ajakan yang tidak nyaman. Anak-anak diajarkan untuk mengucapkan "tidak" dengan suara lantang, postur tubuh tegap, dan pandangan mata yang tegas. Meski awalnya banyak yang malu, perlahan-lahan mereka mulai berani mencoba.
Seorang anak bernama Aisyah (9 tahun) berkata, "Saya jadi tahu kalau ada orang asing yang ngajak pergi, saya harus bilang tidak dan lari cari guru atau orang tua." Ucapan polos ini jadi bukti kecil bahwa pesan kegiatan benar-benar sampai.

Dari hasil pengamatan, sekitar 80% peserta mampu mempraktikkan penolakan secara tegas di akhir sesi. Anak-anak juga mulai terbuka bercerita tentang pengalaman ketika mereka merasa tidak nyaman, yang sebelumnya jarang mereka bagikan.
Para pendamping sanggar pun mengapresiasi kegiatan ini dan berharap edukasi seperti ini bisa berkelanjutan. "Anak-anak perlu dibekali sejak dini agar tidak mudah dimanipulasi atau menjadi korban," ujar salah satu guru pendamping.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun