Mohon tunggu...
melani indah sari manik
melani indah sari manik Mohon Tunggu... Dosen

Saya, Melani, memiliki ketertarikan besar pada isu konservasi sumber daya alam dan lingkungan. Hobi saya adalah menulis, baik dalam bentuk artikel populer, karya tulis ilmiah, maupun penelitian, sebagai cara untuk menyuarakan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Bagi saya, menulis bukan sekadar aktivitas, tetapi juga sarana untuk berbagi pengetahuan, meningkatkan kesadaran masyarakat, serta memberikan solusi kreatif terhadap tantangan konservasi. Melalui tulisan, saya ingin terus berkontribusi dalam menghadirkan ide-ide inspiratif demi kelestarian sumber daya alam bagi generasi mendatang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Saat Hutan Menyempit, Macaca Mengetuk Pintu Manusia

9 September 2025   15:51 Diperbarui: 9 September 2025   15:50 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: (Sumber: Tim OWA XI Divisi Mamalogi, Departemen Riset dan Keilmuan, DP XLIII Himbio Unpad)

 (2) kebiasaan memberi makan oleh manusia menciptakan behavioral dependence yang mempercepat kontak antarmuka;

(3) respons berbasis hukuman (mis. perburuan atau racun) berpotensi menimbulkan efek samping ekologi dan kesehatan (mis. risiko zoonosis dan gangguan rantai makanan).

Karena itu, solusi yang efektif harus bersifat multisektoral dan berbasis bukti: pengaturan tata ruang yang mempertimbangkan koridor satwa, restorasi sumber pakan alami, mekanisme insentif ekonomi untuk petani (mis. payment for ecosystem services atau skema kompensasi), penerapan deterrent non-lethal yang dirancang bersama komunitas (mis. perimeter tanaman penyangga, jaring pelindung, sistem peringatan komunitas berbasis ponsel), serta program pendidikan perilaku bagi wisatawan dan penduduk lokal. Pendekatan co-design di mana ilmuwan, pembuat kebijakan, dan masyarakat setempat merancang solusi bersama berpotensi menghasilkan intervensi yang lebih tahan lama dan adil.

Secara prospektif, ada dua skenario yang mungkin: jika kebijakan dan praktik saat ini dibiarkan, konflik akan meningkat, berdampak pada penurunan layanan ekosistem dan potensi kerugian ekonomi yang lebih besar; sebaliknya, jika strategi terpadu diterapkan konsisten, dalam 10--15 tahun dapat tercapai koeksistensi yang menguntungkan habitat pulih, insiden konflik menurun, dan komunitas lokal memperoleh manfaat alternatif seperti ekowisata dan insentif konservasi.

Mengapa Konflik Terjadi? Analisis Akar Masalah

Konflik manusia--macaca tidak lahir secara tiba-tiba. Hal ini merupakan akumulasi dari berbagai faktor ekologis, sosial, dan perilaku yang saling berkaitan. Beberapa faktor utama di antaranya:

  • Penyusutan Habitat

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK, 2023) luas deforestasi hutan Indonesia pada tahun 2022-2023 mencapai 121.103,5 hektare (ha). Angka ini menggambarkan penyusutan ruang hidup satwa liar, termasuk macaca. Hilangnya pepohonan buah alami memaksa mereka mencari sumber makanan baru di luar kawasan hutan.

  • Tumpang Tindih Ruang

Perbatasan hutan dengan lahan pertanian dan permukiman menjadi zona konflik paling rawan. Dari sudut pandang macaca, kebun warga bagaikan "restoran terbuka" dengan ketersediaan pangan yang melimpah dan mudah dijangkau. Namun dari perspektif manusia, hal ini menjadi kerugian ekonomi dan sumber keresahan.

  • Perubahan Perilaku Akibat Pakan Manusia

Kebiasaan wisatawan maupun masyarakat memberi makan satwa liar menyebabkan perubahan perilaku signifikan. Macaca yang seharusnya mencari pakan di hutan kini lebih memilih mendekati manusia. Ketergantungan ini tidak hanya mengubah pola hidup alami, tetapi juga meningkatkan risiko konflik langsung.

  • Kurangnya Edukasi Konservasi

Sebagian besar masyarakat masih melihat macaca semata-mata sebagai pengganggu kebun. Padahal, keberadaan mereka memiliki fungsi ekologis penting sebagai agen penyebar biji yang berperan dalam regenerasi hutan. Minimnya pengetahuan ini membuat konflik cenderung diselesaikan dengan cara instan, misalnya pengusiran agresif atau bahkan perburuan.

Analisis Dampak: Lebih dari Sekadar Kerugian Ekonomi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun