Mohon tunggu...
Mela Amelia
Mela Amelia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi UIN Raden Intan Lampung

Perbankan Syariah

Selanjutnya

Tutup

Financial

Covid-19 dan Pannic Selling di Pasar Global

13 Mei 2020   20:41 Diperbarui: 13 Mei 2020   20:52 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

COVID-19 DAN KEPANIKAN PASAR GLOBAL

(RUPIAH VS DOLLAR AS)

Pada 30 Januari lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendeklarasikan Outbreak COVID-19 sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat secara Global (Global Public Health Emergency). Pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, coronavirus adalah jenis virus yang menyerang pernapasan yang dapat menyebabkan kematian. Penularan virus ini menyebar dengan cepat hingga ke beberapa negara tak terkecuali Indonesia. Hal ini pun membuat beberapa negara di luar negeri menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka pencegahan penyebaran virus. Di Indonesia sendiri, telah diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) khusunya dikota-kota besar seperti DKI Jakarta guna menekan penyebarannya.

Adanya penerapan kebijakan PSBB ini pastinya memiliki dampak ke berbagai sektor kehidupan masyarakat mulai dari ekonomi, sosisal dan keamanan. Pembatasan kegiatan membawa efek samping bagi para pengusaha dan masyarakat karena menyebabkan sejumlah industri gulung tikar dan mata pencaharian menjadi tersendat sehingga berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Banyak investor global yang khawatir terhadap peningkatan virus corona sehingga menyebabkan mereka melepas semua aset keuangan mulai dari mata uang, saham, obligasi dan lainnya lalu beralih ke uang tunai. 

Sesuai dengan hukum pasar, pasokan berlebih tanpa imbangan permintaan yang sepadan akan menekan harga. Indeks harga saham gabungan yang menukik hingga dibawah 4.000 menjadi pendukung kuat. Sejak akhir tahun lalu, penjualan obligasi oleh investor asing mencapai Rp. 78,76 triliun. Hasil penjualan saham dan obligasi tersebut kemudian dikonversi kedalam dolar AS sehingga menekan rupiah.  

Kepanikan tersebut sejatinya menjadi indikator utama melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang saat ini menyentuh angka 16.165 per dolar AS (25/3). Adanya wacana suntikan stimulus dari pemerintah AS senilai US$ 1,3 triliun- US$ 2 triliun yang belum mencapai kesepakatan juga menjadi penyebab sentimen negatif rupiah. Menyikapi hal ini, BI menggelontorkan dana hampir 300 triliun untuk melakukan injeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan untuk menjaga stabilitas keuangan.

Dosen Pengampu : Muhammad Iqbal Fasa, M.E.I

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun