Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Curhatan untuk Kepala BPJS KCU Cimahi dan Bandung Barat

1 Maret 2016   14:48 Diperbarui: 1 Maret 2016   15:32 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salam sejahtera,

Saya apoteker di klinik yang menjadi provider BPJS di Bandung Barat. Saya menulis surat ini di publik, karena saya merasa pendekatan personal sudah tidak mungkin. Saya pun sudah meminta pasien yang bersangkutan untuk bertanya pada pihak BPJS tetapi kami tidak pernah mendapat jawaban yang memuaskan.

Asalnya saya ingin complain Dok, tetapi biarkan saya awali complain saya dengan sebuah cerita. Tempo hari, ada seorang pasien dengan diagnose Ca Mucoepidermoid. Oleh dokter umum di rujuk ke poli bedah oncology di rumah sakit di Cimahi. Tiga hari kemudian, pasien datang lagi ke klinik. Dia bercerita Katanya disuruh oleh perawat di rumah sakit untuk meminta rujukan di klinik ditujukan ke bedah plastik. Tiga hari kemudian lagi, pasien ini datang ke klinik untuk meminta rujukan ke dokter penyakit dalam. Dokternya, sampe gak enak liat pasiennya karena seminggu 3 kali minta rujukan. Pasiennya juga jadi gak enak hati sama dokternya.

Satu cerita lagi. Suatu sore yang ribet, dokter gigi memanggil saya ke ruangannya. Beliau meminta saya menjelaskan pada pasien mengenai alur rujukan ke rumah sakit. Saat saya di ruang dokter gigi, saya jadi mengetahui bahwa ceritanya si pasien ini memiliki semacam daging tumbuh di gusinya. Dokter gigi lalu merujuk pasien untuk mendapat pemeriksaan dan tindakan lebih lanjut di poli bedah mulut rumah sakit di Cimahi. Dokter spesialis di rumah sakit menyarankan untuk dilakukan operasi. Namun, sebelum operasi dokter spesialis bedah mulut ini meminta pasien periksa dulu di dokter spesialis anak. Oleh pihak rumah sakit, pasien diminta untuk meminta rujukan ke dokter spesialis anak di klinik.

Disini lah dokter gigi kemudian protes. Bukan dokter gigi di klinik yang mau melakukan operasi dan operasi tidak dilakukan di klinik. Mengapa meminta rujukan pemeriksaan oleh dokter anaknya di sini?

“Kasian dong Teh, pasiennya. Bolak-balik gini. Emang gak bisa dari dokter bedah mulut langsung ke spesialis anak? Bukannya harusnya ada rujukan internal rumah sakit?” kata dokter gigi.

Dokter gigi bilang seperti itu ke saya, lantas saya bisa apa? Ya saya cuma bisa ‘ngereh-reh’ dokter untuk menulis surat rujukan ke dokter spesialis anak.

Saya lalu membaca selebaran dari BPJS untuk klinik. Ya, dokter gigi tidak salah menanyakan rujukan internal karena dalam selebaran yang berisi alur pengobatan itu disebutkan adanya rujukan internal rumah sakit bisa pasien harus mendapat pemeriksaan dari dokter spesialis yang lain dari yang dituju. Tetapi mengapa kedua pasien ini harus bolak balik rumah sakit – klinik?

Kalau dokter ada diposisi saya apakah dokter tidak akan merasa kasian pada pasien ini? Dari klinik tempat saya bekerja sampai rumah sakit itu jauh lho dok. Saya naik gojek saja 25 ribu bayarannya.

Kalau dokter masih merasa itu derita pasiennya, bagaimana kalau dokter jadi keluarga pasien?

Harus ngantri di rumah sakit pagi-pagi buta kemudian diperiksanya siang, besoknya suruh di klinik minta rujukan lagi, ngantri lagi, Besoknya lagi ngantri di rumah sakit pagi-pagi buta lagi…  kalau saya jadi pasiennya, saya kayaknya mendingan mati aja deh sekalian. Orang sakit itu butuh kenyamanan Dok, kalau harus bolak balik seperti itu, orang yang sakit bisa jadi stress. Apalagi peraturannya, kan tidak boleh orang lain yang datang ke klinik meminta rujukan. Pasien yang bersangkutan harus ada kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun