Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Keribetan Peserta JKN-KIS, Jangan-jangan Karena Kurang Informasi

8 November 2019   18:17 Diperbarui: 9 November 2019   15:15 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi asuransi (sumber: pxhere.com)

Beberapa hari yang lalu, sebuah akun bernama @gloriakaraja membuat utasan #BPJSpenindas di Twitter. 

Intinya, dia memprotes pelayanan BPJS yang buruk: kartu JKN-KIS yang hanya bisa digunakan maksimal 3 kali di luar kota domisili; rujukan berjenjang yang membuatnya harus bolak-balik ke RS; obatnya tidak tersedia karena mungkin kosong pabrik (apoteker bilang obatnya langka) jadi beli di luar.

Mungkin, ini berkebalikan dari cerita beberapa orang yang proses pengobatannya dipermudah dengan menggunakan BPJS. Tapi aku percaya beliau mengalami itu semua. 

Sebagai sebuah sistem, orang-orang yang terlibat belum tentu mengetahui benar bagaimana sistemnya berlangsung. Masyarakat pun, menjadi pihak yang banyak ketidaktahuannya tentang hal ini.

Tentang sakit di luar wilayah domisili, bagi yang punya kartu BPJS atau JKN-KIS, kalian pasti tahu kalau kita harus berobat di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sudah kita pilih.

Misalnya aku yang sekarang tinggal di kota Bekasi, aku memilik fasilitas kesehatan tingkat pertama di Klinik Mitra Medika. Aku tidak bisa tiba-tiba berobat ke Puskesmas Bekasi Jaya. 

Kalau aku mau berobat ke Puskesmas Bekasi Jaya, aku harus lapor dulu ke BPJS untuk memindahkan fasilitas kesehatan tingkat pertamaku (bisa lewat aplikasi di ponsel).

Kelihatannya ribet, ya? Memang. Tapi ini memang perkara administrasi. Karena, ketika kita mendaftar menjadi peserta di sebuah fasilitas kesehatan tingkat pertama, BPJS akan membayar fasilitas kesehatan itu setiap bulan atas nama kita. 

Wajar lho kalau ketika aku berobat di Puskesmas Bekasi Jaya disuruh bayar atau ditolak. Ya karena mereka nggak dapat apa-apa dari BPJS atas nama aku.

Kemudian bagaimana kalau kita sedang berlibur ke luar kota lalu sakit? Apakah benar kita hanya bisa berobat sebanyak 3 kali? Lalu bagaimana kalau aku harus tinggal di kota di luar domisili dalam jangka waktu yang agak lama?

Betul, kita hanya bisa maksimal 3 kali kunjungan ke fasilitas kesehatan tingkat pertama di luar kota domisili kita. Seperti yang diceritakan di Twitter tadi. Tapi itu kalau kita tidak melapor ke BPJS.

Kalau kita laporan ke BPJS lewat call center atau aplikasi, kita bisa memperoleh pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti ketika kita sedang berada di tempat tinggal kita sendiri.

Masalah rujukan yang berjenjang dan obat-obatan, aku rasa pasien harus mencoba berdiskusi lebih lanjut dengan dokter. Kalau memang keberatan untuk membeli obat sendiri, pasien harus mengkomunikasikannya dengan dokter. Kalau kasusnya memang obat yang sedang kosong, biasanya ada alternatif obat yang bisa digunakan.

Di kolom balasan utasan tersebut, aku membaca banyak orang yang mengalami kejadian yang tidak mengenakan. Harus aku akui, sering, fasilitas kesehatan memang membedakan pelayanan antara pasien JKN-KIS dan pasien yang lainnya. Sehingga alur yang sebenarnya sudah ribet menjadi lebih memberatkan.

Tapi aku yakin tidak semua fasilitas kesehatan seperti itu. Nyatanya, klinik tempatku berobat sekarang menurutku cukup memuaskan. Mereka menjelaskan dan memberikan apa-apa yang menjadi hak dari peserta JKN-KIS. Kita sebagai peserta JKN-KIS juga harus mencari tahu apa-apa yang menjadi hak dan kewajiban kita.

Yang sempat aku alami adalah tentang pembersihan karang gigi. Aku biasanya rutin membersihkan karang gigi paling tidak setahun 2 kali. Sewaktu tinggal di Bandung beberapa tahun lalu, klinik yang menjadi fasilitas kesehatan tingkat pertamaku mengatakan bahwa pembersihan karang gigi adalah tindakan estetika.

Jadi, tidak di-cover oleh BPJS. Namun, di klinik tempatku berobat sekarang, mereka menjelaskan kalau pembersihan karang gigi adalah tindakan pencegahan penyakit sehingga di-cover oleh BPJS sebanyak 1 kali setahun.

BPJS memang memiliki banyak hal yang harus dibenahi. Walau begitu, bukan berarti setiap keribetan yang kita alami sebagai peserta JKN-KIS adalah kesalahan dari BPJS. Jangan-jangan, itu karena kita yang kurang paham dengan aturan mainnya saja?

Ini catatan juga untuk pihak BPJS. Jangan-jangan sosialisasi mereka kurang, nih...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun