Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Membaca Kabar dari Negeri China

6 November 2019   15:44 Diperbarui: 6 November 2019   15:42 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
buku Ada Apa Dengan China? (dokumentasi pribadi)

Novi Basuki, seorang pemuda lulusan Pondok Pesantren Nurul Jadid Probolinggo, sejak tahun 2010 melanjutkan pendidikan di beberapa perguruan tinggi di China dengan beasiswa dari pemerintah China (Chinese Government Scholarship). Kini ia sedang menempuh studi doktoral di Sun Yat-sen University. Menarik nggak sih, ketika ada seorang santri lulusan pondok pesantren bukannya kuliah di Al Azhar Mesir tapi malah menerima beasiswa buat kuliah di China?

Tapi ya namanya menuntut ilmu mah bisa dimana saja ye kan? Baginda Rasul Nabi Muhammad saja bersabda tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Yang penting, kita peka untuk menangkap ilmu yang ditabur oleh alam. (aku ngomong apa, sih?)

Yang menyenangkan dari Novi Basuki ini, dia pergi ke China tidak hanya mencari ilmu untuk dirinya sendiri. Dia juga mengabarkan berbagai hal tentang apa yang terjadi di China lewat tulisan-tulisannya di beberapa media daring seperti mojok.co, historia.id, kumparan.com, tirto.id, dan detik.com.

Beliau juga menulis untuk media cetak seperti Kompas dan Jawa Pos. Sekian dari tulisannya yang tersebar di berbagai media itu, dikumpulkannya dalam satu buku berjudul Ada Apa dengan China? yang diterbitkan oleh Buku Mojok bulan September 2019 lalu.

Salah satu tujuannya menulis adalah untuk menawarkan perspektif yang bisa dijadikan antitesis dari beragam tesis tentang China yang mengemuka di Indonesia. Kita harus akui, sentimen tentang China di Indonesia itu begitu kuat, lebih dari sentimen terhadap bangsa asing lainnya.Bahkan ketika Novi mau berangkat ke China, sesepuh di kampungnya merasa terheran-heran mengingat China terkenal dengan kekomunisannya.

Apakah teman-teman pernah mendengar tentang Uighur, suku di China yang beragama muslim? Pada bulan Desember 2018 lalu, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menggelar demonstrasi di depan Kedutaan Besar China mengecam perlakuan Pemerintah China terhadap umat muslim Uighur di Provinsi Xinjiang China. PB HMI menuntut agar Pemerintah China menjamin dan melindungi Uighur untuk bebas beribadah.

Kabarnya, Pemerintah China membentuk penjara rahasia khusus umat Islam yang dituduh ekstremis. Di tempat ini, mereka didoktrin mencintai Partai Komunis China dan meninggalkan agamanya. Kabar ini aku dapat dari sebuah artikel di kumparan.com yang diunggah pada tanggal 18 Desember 2018. Sekejam itukah Pemerintah China?

Di buku 'Ada Apa Dengan China?', Novi menjelaskan tentang kondisi orang-orang Islam Uighur menurut pengamatannya. Tulis Novi, kondisi keagamaan Uighur beserta 9 suku mayoritas penganut Islam di China (Hui, Kazakh, Kyrgyz, Dongxiang, Salar, Tajik, Uzbek, Baoan, dan Tatar) yang jumlahnya lebih dari 30 juta jiwa tidak semengerikan apa yang diberitakan oleh media tanah air. Walaupun, memang di daerah Xinjiang bagian selatan kondisinya tidak kondusif.

Novi menyebutkan bahwa di Undang-undang Dasar China Bab 2 pasal 36 tercantum pasal tentang kebebasan beragama dan tidak beragama. Sehingga bila PB HMI menuntun jaminan kebebasan beribadah untuk orang-orang Uighur tidak tepat. Ya kan undang-undang negara sudah menjamin kebebasan beragama. Jadi apa lagi yang harus dituntut?

Novi menuliskan bahwa Muslim Uighur sebenarnya tidak perlu dibela. Sepengamatannya, sebagian dari mereka masih bisa beribadah dan berbisnis dengan biasa saja. Namun memang sebagian dari mereka, yang masuk dalam kelompok separatis dan ingin memerdekakan diri dari China, sedang 'dibasmi' oleh pemerintah China. Negara mana sih, yang diam saja ketika mengetahui ada aktivitas keagamaan warganya yang memprovokasi jamaat untuk memberontak pada pemerintah yang sah?

Hal ini pula yang sebenarnya berusaha dijelaskan oleh Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian, pada PB NU maupun PP Muhammadiyah. Seperti yang dikutip dari tribunnews.com pada artikelnya tanggal 2 Januari 2019, Dubes Qian menegaskan bahwa semua masyarakat Tiongkok dari berbagai suku termasuk Uighur memiliki kebebasan dalam beragama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun