Pelayanan publik, terutama Kartu Tanda Penduduk (KTP), sering menghadapi masalah seperti prosedur rumit, waktu tunggu lama, dan kurangnya transparansi. Ini bisa membuat masyarakat tidak puas. Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada inovasi dan perbaikan proses, salah satunya dengan Business Process Reengineering (BPR). BPR adalah metode untuk merancang ulang proses agar lebih efisien, cepat, dan berkualitas. Dalam pelayanan KTP, BPR bisa menyederhanakan prosedur, mempercepat pelayanan, dan mengurangi beban administratif. Artikel ini akan membahas bagaimana BPR dapat meningkatkan efisiensi pelayanan KTP dengan teknologi digital.Â
Konsep Business Process Reengineering
Proses bisnis  (Business Prosess) adalah serangkaian aktivitas yang mengubah input menjadi output, seperti barang dan jasa, untuk pihak lain. Setiap orang terlibat dalam proses ini, berperan sebagai pemasok atau pelanggan. Business Process Re-engineering (BPR) adalah metode yang bertujuan untuk merombak proses bisnis secara fundamental dengan fokus pada peningkatan efisiensi dan efektivitas. Dalam konteks pelayanan KTP di sektor pemerintahan, penerapan BPR diharapkan dapat menyederhanakan prosedur dan mempercepat waktu dan Meningkatkan pelayanan. Model proses bisnis dapat digambarkan dengan sederhana, menunjukkan hubungan antara pemasok, input, proses, dan pelanggan, serta umpan balik dari pelanggan. Dengan BPR, organisasi dapat memperbaiki prosesnya untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Pentingnya Digitalisasi dalam Pelayanan PublikÂ
Transformasi digital dalam layanan publik bukan hanya sekadar konversi data ke format digital, tetapi juga menciptakan inovasi dan meningkatkan produktivitas. Direktorat Jenderal Dukcapil Kemendagri Indonesia telah memperkenalkan inovasi berupa peralihan dari KTP elektronik ke KTP digital. KTP digital ini dirancang untuk lebih aman dan efisien, serta mengurangi risiko penyalahgunaan dan pemalsuan.Â
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, dengan metode wawancara, observasi, dan analisis proses pelayanan KTP yang berlangsung pada Januari 2025. Peneliti mengidentifikasi kelemahan sistem pelayanan, seperti ketergantungan pada sistem manual dan pusat, lalu merancang solusi melalui penerapan BPR dan digitalisasi. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan pendekatan Key Performance Indicators (KPI) untuk menilai keberhasilan perubahan yang diusulkan.
Deskripsi Pendekatan Pengumpulan Data dan Analisis Â
Penelitian ini menggunakan Flowchart yang telah dibuat.Selanjutnya kami melakukan analisis dan menentukan bagian mana yang perlu di tingkatkan bersama dan mengembangkan proses pembuatan KTP menggunakan Business Process Reengineering. Â
Analisis Dan Diskusi
Identifikasi proses Â
Menurut hasil wawancara di kantor kecamatan cimahi selatan, Proses pembuatan KTP di Kecamatan Cimahi Selatan membutuhkan waktu sekitar 5 hari kerja setelah pemotretan. Meskipun verifikasi data dilakukan di kecamatan, pembuatan fisik KTP dikelola oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Kecamatan berusaha mempercepat proses, tetapi sering terhambat oleh ketergantungan pada sistem pusat. Saat ini, kecamatan hanya melayani pembuatan KTP baru untuk warga berusia 17 tahun. Jika KTP rusak atau ada perubahan data, warga harus ke Disdukcapil. Meskipun sudah ada komputer, banyak proses masih manual, dan gangguan sistem pusat sering menghambat pelayanan.Â
Identifikasi Permasalahan
Pelayanan KTP di Kecamatan Cimahi Selatan masih menghadapi beberapa kendala utama:
Waktu Tunggu yang Lama : Proses verifikasi hingga penerbitan KTP membutuhkan waktu sekitar lima hari karena ketergantungan pada Disdukcapil.
Layanan yang Terbatas : Kecamatan hanya melayani pembuatan KTP baru untuk warga berusia 17 tahun.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!