"Ini bayi laki-laki Anda. Â 4 kg 100 gram. Â Anda tadi kehilangan banyak sekali darah. Â Tapi masa kritis sudah lewat.Â
Aku mendekapnya dengan sisa tenagaku. Bayiku yang tidak mungil itu. Â Ya, dia 50 gram lebih berat dari kakaknya. Â Tidak lama aku mendekapnya karena kemudian dia akan dibawa ke ruang bayi karena kondisiku yang masih lemah.
Aku menghabiskan beberapa hari di rumah sakit sampai keadaan cukup pulih untuk kembali ke rumah. Â Seperti perantau-perantau lainnya, hanya aku dan suamiku yang berganti-gantian mengurus bayi.
Waktu bergulir begitu cepat. Â Kini bayiku itu sudah tumbuh menjadi remaja tampan tahun ini akan berusia 17 tahun. Â Seperti suster pernah katakan atau mungkin karena aku ibunya. Bukankah semua ibu melihat anak-anak mereka yang cantik dan tampan?!Â
Kami menamainya seperti seorang pemain bek atau pemain bertahan Tim Nasional Sepakbola Jerman kala itu. Â Aku berharap dulu dia menjadi pemain bola. Anakku pernah mencoba main bola tapi olahraga itu tidak terlalu cocok dengannya. Â Kemudian dia tumbuh menjadi pemain Voli dan pemain musik akkordeon.
Begitulah ceritaku, setiap tanggal 1 Syawal, di saat sahabat-sahabatku dan semua muslim di dunia merayakan Hari Idul Fitri atau "Zuckerfest" dalam bahasa Jerman, aku pun merayakan kelahiran anakku jika diturutkan dalam kalender Hijria. Â
"Zuckerfest" atau "Festival Gula" (terjemahan harafiah dalam Bahasa Indonesia) adalah istilah dalam konteks Turki. Â Ungkapan ini sudah ada sejak zaman Kekaisaran Ottoman.
Di Jerman banyak orang Turki atau yang berlatar-belakang Turki. Â Sebut saja Ilkay Gundogan, Kapten Tim Sepakbola Nasional Jerman (Deutsche Fussballnationalmannschaft). Â Dia adalah keturunan ke-3 Â dari "Gastarbeiter" atau "Pekerja Tamu" Turki yang datang ke Jerman setelah Perang Dunia II. (Artikel saya tentang ini pernah ditulis: Turki di Jerman: Kuliner "Keajaiban Orient" dan Generasi ke-4 Halaman 4 - Kompasiana.com)
Menurut Yunus Ulusoy, seorang peneliti dari Pusat Studi Turki Essen (zdfheute, 10 April 2024), ada berbagai legenda tentang mengapa Festival Gula digunakan. Â Ada yang mengatakan karena berpuasa dan di akhir bulan puasa ada rasa "schukur" menunjukkan bahwa seseorang telah berhasil berpuasa. Â
"schukur" berasal dari Bahasa Arab yang berarti "terima kasih". Â Selama bertahun-tahun, istilah ini menjadi "scheker", yang berarti "gula". Â Dari sinilah istilah "Festival Gula" ini muncul, dalam bahasa Turki "Seker Bayrami".Â