Mohon tunggu...
Megawati
Megawati Mohon Tunggu... Lainnya - m

m

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Industry 4.0 dan Society 5.0

28 Juli 2021   10:57 Diperbarui: 28 Juli 2021   12:58 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Saat ini, era revolusi industri 4.0 sudah tidak asing lagi dan menjadi perbincangan hangat di kalangan akademisi, pemangku kebijakan publik, serta para ekonom. Pasalnya, era ini menuntut konektivitas di segala hal (Internet of Thing), juga diyakini dapat membawa perubahan terhadap perekonomian dunia dan kualitas kehidupan secara signifikan. Revolusi Industri 4.0 yang berawal dari konsep Industri era digital/era teknologi informasi dan komunikasi di Jerman dengan 6 pilar utama yaitu masyarakat digital, energi berkelanjutan, mobilitas cerdas, hidup sehat, keamanan sipil, dan teknologi di tempat kerja. Indonesia pun sudah menerapkan Industri 4.0 tersebut.

Belakangan ini istilah Industri 4.0 santer menghiasi media massa maupun media sosial. Ada yang menyebut dengan era disrupsi. Atau situasi dimana pergerakan dunia industri tidak lagi linier. Bahkan berlangsung sangat cepat dan cenderung mengacak-acak pola tatanan lama, dan cenderung membentuk pola tatanan baru. Sebagai catatan, revolusi industri telah terjadi empat kali. Pertama dengan penemuan mesin uap, kedua elektrifikasi. Ketiga penggunaan komputer, dan keempat revolusi era digital ini.

Konsep Revolusi Industri 4.0 menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dalam penerapannya. Yang jika dipadukan dengan internet of thing (IoT) akan mampu mengolah jutaan data (big data) menjadi suatu keputusan atau kesimpulan. Jadi jangan heran jika salah satu media sosial diprotes banyak pihak saat pelaksanaan pemilu di AS beberapa waktu yang lalu. Karena disinyalir memberikan data ke salah satu kontestan. Dan dengan teknologi digital, data tersebut akan dianalisis dan hasilnya dipakai untuk mengatur strategi pemenangan.

Istilah Revolusi Industri 4.0 pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Klaus Schwab. Seorang ekonom terkenal asal Jerman yang menulis dalam bukunya: The Fourth Industrial Revolution. Sebenarnya beberapa negara juga mempunyai roadmap digitalisasi industri yang serupa. Seperti, China dengan Made in China 2025, Asia dengan Smart Cities. Dan Kementerian Perindustrian juga mengenalkan Making Indonesia 4.0, yang pada bulan April 2018 dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.

Sebagai masyarakat awam, efek kondisi Industri 4.0 telah kita lihat dan rasakan. Belakangan, muncul model-model bisnis baru dengan strategi yang lebih inovatif. Ambil contoh, GO-JEK sebuah perusahaan yang tidak mempunyai armada, namun mempunyai nilai valuasi 12 kali dibanding Garuda. Fenomena serupa juga terjadi di dunia perbankan. Beberapa profesi seperti teller bank, analis kredit, agen asuransi, kasir, resepsionis akan hilang dan digantikan oleh ponsel pintar. Akibatnya, berimbas pula pada tatanan sosial masyarakat.

Dalam Industri 4.0, dikenal adanya cyber--physical system (CPS) yang merupakan integrasi antara physical system, komputasi dan juga network/komunikasi. Dalam Making Indonesia 4.0, dielaborasi 10 langkah prioritas dalam menghadapi era disrupsi. Diawali dengan perbaikan alur produksi material sektor hulu, desain ulang zona industri, akomodasi standar sustainability untuk memperkuat daya saing global. Kemudian, peningkatan kualitas SDM, pembentukan ekosistem inovasi, penerapan insentif investasi teknologi, harmonisasi aturan dan kebijakan. Dilanjutkan dengan, pemberdayaan UMKM, pembangunan infrastruktur digital dan menarik investasi asing. Namun pertanyaan yang muncul adalah akankah semua itu akan bisa menjadikan SDM Indonesia berperan aktif.

Beralih ke Society 5.0 yang pada mulanya Pada tanggal 21 Januari 2019, secara mengejutkan Kantor PM Jepang meluncurkan roadmap yang lebih humanis, dikenal dengan super--smart society atau Society 5.0. Yang merupakan tatanan masyarakat yang berpusat pada manusia (human--centered) dan berbasis teknologi (technology based). Sebagai catatan, Society 5.0 didahului dengan era society 1.0 manusia masih berada di era berburu dan mengenal tulisan. Pada society 2.0 adalah pertanian di mana manusia sudah mulai mengenal bercocok tanam. Lalu pada society 3.0 sudah memasuki era industri yaitu ketika manusia sudah mulai menggunakan mesin untuk menunjang aktivitas sehari-hari, setelah itu muncullah society 4.0 yang kita alami saat ini, yaitu manusia yang sudah mengenal komputer hingga internet juga penerapannya di kehidupan.

Pada era society 5.0 yang rencananya mulai pada tahun 2025, di "asumsikan" bahwa setiap individu dalam suatu masyarakat sudah memiliki karakterisasi yang disebut sebagai smart society yang terdiri dari smart person dan atau super smart person. Karakteristik utamanya adalah bukan hanya bisa menggunakan perangkat ict (use ict literate), tetapi sekaligus mampu memanfaatkan (utility ict literate) data untuk menghasilkan suatu keputusan dalam "menciptakan sesuatu menjadi lebih baik lagi".

Society 5.0 adalah era di mana semua teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri. Internet bukan hanya sebagai informasi melainkan untuk menjalani kehidupan. Sehingga perkembangan teknologi dapat meminimalisir adanya kesenjangan pada manusia dan masalah ekonomi pada kemudian hari.

Society 5.0 menawarkan masyarakat yang berpusat pada manusia yang membuat seimbang antara kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial melalui sistem yang sangat menghubungkan melalui dunia maya dan dunia nyata. Menurut perdana menteri Jepang, Shinzo Abe menjelasakan dalam World Economic Forum (WEF), "Di society 5.0 itu bukan lagi modal, tetapi data yang menghubungkan dan menggerakkan segalanya, membantu mengisi kesenjangan antara yang kaya dan yang kurang beruntung. Layanan kedokteran dan pendidikan, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi akan mencapai desa-desa kecil."

Memang terdengar sangat utopis terjadi. Apalagi, Indonesia merupakan negara berkembang yang bahkan bisa dikatakan hanya segelintir orang yang mengenal Revolusi Industri 4.0 ataupun society 5.0. Hanya di kalangan akademis yang melek akan kemajuan zamannya, pebisnis yang memang punya kepentingan keberlangsungan usahanya, juga pemangku kebijakan publik yang memperhatikan. Baru hanya segelintir orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun