Mohon tunggu...
Fika Ekayanti
Fika Ekayanti Mohon Tunggu... -

Dosen Kedokteran bidang Medical Education

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan harus Dokter?

30 Maret 2015   11:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:48 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saat ini di Indonesia terdapat beberapa fakultas yang disebut dengan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) ataupun Fakultas Kedokteran dan Kesehatan (FKK). Hingga tahun 2015 ini, fakultas yang memiliki beberapa program studi dan berada dalam satu rumpun bidang ilmu kedokteran dan kesehatan memiliki dekan yang berlatar belakang dokter. Pengalaman yang pernah terjadi pada salah satu FKIK yang memiliki dekan berlatar belakang bukan dokter, pada akhirnya menjadi dua fakultas terpisah, yaitu Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Kesehatan.

Mengapa latar belakang dokter merupakan isu penting yang diangkat dalam Perkonsil no 10 tahun 2012? Bukankah fungsi dekan hanya bersifat manajerial, sehingga latar belakang apapun dapat menjalankan fungsi ini jika memiliki kemampuan manajerial yang baik?

Jika hanya melihat dari fungsi tugas, memang benar bahwa fungsi dekan terutama adalah fungsi manajerial, namun jika dilihat dari proses pendidikan seorang dokter, latar belakang dokter sangat penting dalam pertimbangan pengambilan keputusan manajerial. Hal ini tidak dapat disamakan dengan perusahaan penerbangan yang pimpinannya bukan seorang pilot, melainkan seorang ahli ekonomi, karena fungsi perusahaan terutama adalah bisnis. Pendidikan merupakan suatu proses akademis, bukanlah proses bisnis maupun proses politik. Hal ini harus dijadikan sebagai dasar bagi institusi pendidikan untuk dapat mengangkat pimpinan fakultasnya sesuai dengan kebutuhan profesinya.

Pendidikan dokter adalah pendidikan yang unik dan kompleks. Pendidikan kedokteran merupakan pendidikan formal dengan kekhasan pendidikan profesi yang harus melekat dalam proses pendidikan hingga menghasilkan lulusan yang diakui dan dapat memberikan pelayanan kedokterannya. Dalam proses pendidikannya, peserta didik harus menjalani mempelajari proses interaksi langsung dengan pasien. Waktu pendidikan pun dilaksanakan lebih panjang dibandingkan dengan pendidikan sarjana pada umumnya. Pendidikan dokter tidak hanya berhenti di pendidikan profesi sebagai dokter umum, namun juga dalam pengembangannya terdapat pendidikan lanjutan berupa spesialisasi dan subspesialisasi yang seharusnya setara dengan pendidikan S3. Ciri pendidikan dan kompleksitasnya inilah yang sangat membedakan pendidikan dokter dengan pendidikan rumpun ilmu umum bahkan rumpun ilmu kesehatan lainnya. Hal ini belum banyak disadari oleh institusi pendidikan yang baru memiliki program pendidikan kedokteran.

Berbagai faktor berikut ini merupakan pertimbangan penting sehingga semangat yang diangkat dari Perkonsil mengenai pimpinan fakultas, baik fakultas kedokteran, maupun disertai dengan ilmu kesehatan, memiliki latar belakang dokter. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut, yaitu:

1.Penyelenggaraan pendidikan kedokteran berdasarkan regulasi

Penyelenggaraan pendidikan dokter harus berada di bawah Fakultas. Fakultas adalah satuan struktural Universitas yang mengkoordinasikan dan/atau melaksanakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu atau seperangkat cabang ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian tertentu.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 27 Tahun 1981 tentang Penataan Fakultas pada Universitas/Institut Negeri menyatakan bahwa pendidikan kedokteran termasuk dalam golongan fakultas ilmu eksakta dan teknik dengan nomenklatur Fakultas Kedokteran. Di bawah Fakultas Kedokteran, pengembangan ilmu serumpun dari program studi lain, dapat berkembang menjadi fakultas tersendiri, yaitu Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Ilmu Perawatan, sedangkan Farmasi termasuk dalam fakultas tersendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kedokteran adalah induk keilmuan yang mencakup juga keperawatan dan kesehatan masyarakat.

Selain itu, berdasarkan UU RI Nomor 20 Tahun 2013 pada pasal 6 disebutkan bahwa Universitas wajib membentuk Fakultas Kedokteran dan fakultas tersebut dapat terdiri dari prodi lain di bidang kesehatan. Hal ini sejalan dengan PP sebelumnya bahwa nomenklatur Fakultas yang tertulis dalam peraturan adalah Fakultas Kedokteran. Pada pasal 59 UU RI Nomor 20 Tahun 2013 tersebut juga menjelaskan bahwa paling lama 5 tahun sejak diundangkannya UU tersebut, prodi kedokteran telah menjadi Fakultas Kedokteran. Apakah hal ini juga berlaku halnya pada prodi kedokteran yang bernaung di dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan? Jika ya, maka Fakultas Kedokteran harus terpisah dari Fakultas Ilmu Kesehatan.

Fakultas Kedokteran baik yang dikelola oleh pemerintah, maupun oleh swasta, berada di bawah Kementerian Pendidikan, saat ini disebut dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti). Hanya satu institusi pendidikan dokter yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag), yaitu FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berdasarkan Kepmendiknas RI Nomor 234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi, bahwa penyelenggaraan pendidikan di bawah Kemenag harus mengikuti peraturan yang berlaku berdasarkan Kemristekdikti bila Kemenag belum mengatur mengenai hal tersebut. Karena penggolongan fakultas berdasarkan ilmu eksakta tidak termasuk dalam peraturan tertentu di Kementerian Agama, maka berlaku peraturan berdasarkan Kementerian Pendidikan, bahwa fakultas kedokteran adalah salah satu golongan fakultas induk, yang pemecahannya adalah fakultas dari prodi ilmu kesehatan lainnya.

KOMPLEKSITAS PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Di dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2013, penyelenggaraan pendidikan kedokteran meliputi pengaturan Fakultas, penyelenggaraan pendidikan di RS Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran, pendidikan akademik dan profesi, sumber daya manusia (SDM), standar nasional pendidikan kedokteran, kurikulum, mahasiswa, beasiswa dan bantuan biaya pendidikan, uji kompetensi, kerjasama Fakultas Kedokteran dengan RS pendidikan dan wahana pendidikan kedokteran, penelitian dan penjaminan mutu yang diselenggarakan secara komprehensif. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan dokter yang tidak hanya sebagai dokter umum, namun juga dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, yang memiliki kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan kedokteran memiliki kompleksitas dan spesifisitas yang sangat tinggi.

Pendidikan yang penyelenggaraannya diakui baik terlihat dari penilaian akreditasi. Akreditasi pendidikan dokter dan ilmu kesehatan lainnya, saat ini diselenggarakan oleh LAM PT Kes (Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan). Elemen yang terutama membedakan prodi kedokteran (yang pendidikan akademik dan profesinya telah dianggap sebagai satu kesatuan) dengan ilmu kesehatan dan prodi umum lainnya antara lain:

a.Sumber Daya Manusia (SDM)

·Jumlah standar dosen tetap S2/Sp harus minimal ≥ 18 orang.

·Rasio dosen tetap dan mahasiswa tahap akademik adalah 1:10, sedangkan rasio dosen klinik dan mahasiswa tahap profesi adalah 1:5.

·Setiap cabang ilmu minimal terdapat 1 dosen tetap. Cabang ilmu kedokteran terdiri dari biomedis, klinis, komunitas dan humaniora. Dalam bidang klinis, ilmu kedokteran memiliki >20 cabang ilmu yang menjadi departemen/bagian tersendiri, termasuk antara lain penyakit dalam, anak, bedah, obsgin, anestesi, THT, mata, forensik, saraf, jantung, paru, emergensi, kulit kelamin, rehabilitasi medik, radiologi, psikiatri, gizi klinik, patologi klinik, patologi anatomi, parasitologi, mikrobiologi, farmakologi, dst. Bidang ini belum termasuk bidang biomedis seperti biokimia, biologi medis, anatomi, histologi, dst, serta bidang kedokteran komunitas yang juga memiliki cabang-cabang keilmuan di dalamnya, seperti epidemiologi, kedokteran keluarga, kesehatan masyarakat, dst.

·Dosen pendidikan kedokteran harus memiliki sertifikat dalam pengajaran atau medical education.

b.Sarana, prasarana dan sistem informasi

·Perlunya prasarana pembelajaran yang lebih bervariasi untuk kegiatan kurikulum berbasis kompetensi., antara lain: ruang diskusi kelompok, ruang keterampilan klinis, ruang kelas, laboratorium biomedis, RS pendidikan dan wahana pelayanan kesehatan primer lainnya.

·Perlunya sarana yang lengkap untuk ujian Computer Based Testing (CBT) dan Objective Structured Clinical Examination (OSCE) nasional.

·Perlunya fasilitas pendukung pembelajaran yang lengkap, termasuk komputer, projector, manekin keterampilan klinis dan laboratorium, bahan praktikum, bahan pustaka, internet yang memadai, dst.

·Untuk tugas akhir mahasiswa, seperti skripsi, dan kegiatan penelitian dosen, perlu juga adanya pengembangan laboratorium penelitian.

·Pengembangan teknologi informasi yang mengelola proses pembelajaran dan sistem koordinasi bagi fakultas dengan institusi terkait dalam proses pembelajaran (RS, Puskesmas) juga perlu dilakukan.

c.Pembiayaan

Biaya pendidikan kedokteran hingga saat ini masih menduduki peringkat pertama termahal di Indonesia, bahkan di dunia. Sebagai salah satu contoh kasus pada FKIK yang ada di Indonesia, yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai universitas negeri, memiliki biaya SPP PSPD FKIK yang mungkin termahal di Indonesia, yaitu Rp. 20.015.000,- per semester, sedangkan biaya masuk di semester 1 adalah Rp. 90.665.000,-. Jika dilihat dari prodi di FKIK lainnya, prodi Kesmas biaya masuk Rp. 6.195.000,- dan SPP Rp. 3.045.000,- per semester, prodi Farmasi biaya masuk Rp. 16.195.000,- dan SPP Rp. 5.545.000,- per semester, dan PSIK biaya masuk Rp. 9.395.000,- dan SPP Rp. 3.745.000,- per semester. Hal ini menunjukkan bahwa biaya kegiatan pendidikan di PSPD adalah yang terbesar di FKIK, bahkan di seluruh Fakultas di UIN SH.

Besarnya biaya pendidikan ini terlihat jelas karena kompleksnya proses pendidikan yang melibatkan berbagai stakeholders.

Berdasarkan berbagai hal tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan dokter harus memiliki Dekan dengan latar belakang yang sama, yaitu dokter karena dalam proses manajemen, FKIK paling besar kebutuhan adalah untuk mengelola PSPD. Hal ini yang juga diasosiasikan dengan latar belakang adanya Perkonsil Nomor 10 Tahun 2012 poin 8.2 yang menyatakan bahwa suatu fakultas kedokteran dipimpin oleh Dekan/Kaprodi dengan latar belakang pendidikan dokter. Jika hal ini diartikan bahwa cukup Kaprodi yang memiliki latar belakang pendidikan dokter, peran dan fungsi kebijakan terutama dalam hal pengambilan kebijakan strategis baik pengembangan sarana prasarana, anggaran, dan kerja sama tidak berada di bawah kewenangan Kaprodi, namun di bawah kewenangan Dekan. Oleh karena itu, garis miring di atas tidak dapat diartikan sebagai atau, namun diartikan sebagai dan. Baik dekan dan kaprodi, sangat penting untuk memiliki latar belakang pendidikan dokter agar pengembangan dan proses pendidikan dapat berjalan dengan baik.

Jika dibawa dalam kondisi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Dekan fakultas kedokteran tetap harus dokter karena dengan besar dan luasnya kebutuhan PSPD dibandingkan prodi lainnya dan kompetensi ilmu kedokteran juga mampu memahami  kebutuhan prodi kesehatan lainnya.

Penetapan Pimpinan Fakultas

Dalam Undang-undang RI Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, tidak diatur mengenai kriteria pimpinan fakultas dengan kekhususannya. Di dalam UU tersebut, kata “pimpinan” perguruan tinggi hanya disebutkan pada pasal 8 ayat (3), yaitu “Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi Sivitas Akademika, yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi.”

Dalam peraturan tentang Pendidikan Kedokteran, yaitu Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2013, kata “pimpinan” perguruan tinggi hanya disebutkan di Pasal 51 tentang Pendanaan Pendidikan.

Hal ini menunjukkan bahwa ketentuan terkait penunjukan pejabat struktural di universitas merupakan hak prerogatif Rektor berdasarkan Statuta Universitas, selama statuta tersebut tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya.

Permendiknas No.67 tahun 2008 pasal 9 telah mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian pimpinan fakultas, yaitu selambat-lambatnya rapat senat fakultas dilakukan 3 (tiga) bulan sebelum masa tugasnya berakhir dan calon ditetapkan berdasarkan peringkat. Statuta institusi baik di bawah kemristekdikti, maupun di luar itu, harus sejalan dengan peraturan tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa selain merujuk pada peraturan permendiknas, untuk penyelenggaraan fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan, perlu dikedepankan etika, moral dan kearifan pimpinan institusi (rektor), untuk menetapkan dekan terutama bagi FKIK yang masih baru dan belum mencapai kemapanan untuk memilih orang yang tepat sebagai pemimpin fakultas yang perlu ditingkatkan pengembangannya sehingga lebih dikenal dan diakui keberadaannya.

2. Struktur manajemen pendidikan kedokteran di Indonesia (studi kasus di institusi negeri dengan Fakultas Kedokteran yang sudah mapan dan studi kasus mengenai permasalahan dekan bukan dokter)


  • Struktur dan regulasi pendidikan dokter di Indonesia sebagai fakultas kedokteran umumnya berada di bawah Kemeristekdikti. Hanya Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah sebagai satu-satunya fakultas kedokteran yang berada di bawah Kementerian Agama.
  • Melihat beberapa contoh fakultas kedokteran di Universitas Negeri yang telah mapan, Fakultas Kedokteran dipimpin oleh dekan sesuai dengan Standar Pendidikan Profesi Dokter di Indonesia yaitu berlatar belakang dokter, seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Airlangga (Unair). FK UGM memiliki prodi dari ilmu kesehatan lainnya seperti prodi Gizi dan Ilmu Keperawatan.
  • Melihat pula pengalaman dari beberapa universitas dengan fakultas kedokteran yang pernah dipimpin dekan non dokter, terjadi aksi sosial yang akhirnya membuat dekan tersebut diganti dengan dekan berlatar belakang dokter. Universitas tersebut antara lain: Univ. Jambi, Univ. Sam Ratulangi, Univ. Tanjungpura, Univ. Cendrawasih, dan Univ. Jenderal Soedirman. Umumnya permasalahan terjadi dengan Fakultas yang disebut sebagai Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK).

Beberapa institusi terkait, seperti AIPKI (Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia) dan KKI (Konsil Kedokteran Indonesia), saat ini tidak dapat menegaskan pentingnya dekan di FKIK tetap harus dokter. Untuk itulah kajian ini disusun, yaitu agar dapat menjadikan dasar pertimbangan mengapa Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan haruslah berlatar belakang dokter. Hal ini bukan merupakan arogansi profesi, namun kebutuhan profesi yang memiliki kompleksitas dan keunikan dalam proses pendidikannya.

Berdasarkan hal ini pulalah, di berbagai FK atau FKIK tersebut akhirnya terjadi aksi sosial baik dari dosen, RS pendidikan maupun mahasiswa dan orangtuanya.  Kearifan rektor, dengan mempertimbangkan etika dan moral sebagai institusi akademik harus dikedepankan, bukan melalui sudut pandang lainnya, seperti politik ataupun bisnis. Pendidikan kedokteran yang baik dapat terlihat dari komitmen yang tinggi dari para pengambil kebijakannya.  (FE)

REFERENSI:

Kepmendiknas RI Nomor 234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi, pasal 1 poin 12.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 tahun 1981 tentang Penataan Fakultas pada Universitas/Institut Negeri, pasal 5, poin d.1.

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.

Kepmendiknas RI Nomor 234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi, pasal 14.

Penjelasan atas Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, hal 2.

Pengumuman biaya pendaftaran ulang mahasiswa baru jenjang S1 semua jalur seleksi TA 2014/2015 semester ganjil UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Perkonsil Nomor 10 Tahun 2012 tentang Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia.

Undang-undang No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 8.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun