Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Emak ke Emak

14 Maret 2019   22:45 Diperbarui: 14 Maret 2019   23:23 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tak hanya di ruang-ruang kelas, diskusi pun bisa dilakukan di mana saja. Topiknya pun bisa apa saja.

Seorang guru menyetop sebuah bus jurusan Trenggalek-Ponorogo. Berdiri di depan toko, guru berjenis kelamin wanita ini menenteng satu kresek berwarna merah dan satu buah kardus merk pewangi pakaian.

Terlihat nampak berat, kresek itu berisikan beberapa jenis sayuran, seperti mentimun, sawi putih, kacang, dan sayuran lain yang tak begitu dapat terbaca indera penglihatan.

Tiba, dua ratus meter, bus itu berhenti. Seorang wanita dengan seragam kebanggaan keguruan naik bus. Dalam suasana bus yang cukup sepi itu, dengan gaya ke-ibuan bertemu dengan teman, wanita yang baru saja naik itu menepuk pundak seorang wanita yang juga guru.

"Aku rasa beliau satu tempat kerjaan karena terlihat akrab," batinku sembari menikmati suasana hujan begitu memasuki Desa Prayungan, Sawoo Ponorogo.

Nampak akrab saja, kedua wanita berprofesi guru itu ngobrol dan bercanda. Sepanjang perjalanan keduanya berdiskusi tentang kuliner. Ya, sesuatu yang berkaitan dengan masakan, akrab dengan makanan.

Merasa kurang teman diskusi, salah seorang guru yang kuperkirakan lebih tua dari satunya, mengajak seorang supir. Dengan bangga, wanita berjilbab hijau muda itu bercerita bagaimana ia mengolah bahan masakan tertentu dimasak dengan cara ditumis.

"Bawaang merah, bawang putih, cabai, diiris tipis-tipis, lalu digoreng dengan sedikit minyak. Tambahkan gula dan garam, bahan dimasukkan. Terakhir diberi penyedap rasa secukupnya," tuturnya menggebu-gebu sembari tangannya memeragakan seolah-olah masak.

Tidak itu saja. Masak dengan bahan terong yang disajikan bersama sambal petis pun diceritakan. Tak mau ketinggalan supir bus pun menanggapi, kalau terong dimakan mentah saja juga enak, misalnya terong hijau bentuk bulat.

"Kalau terong ungu, Mas. Dipotong-potong, direbus, trus dimakan bersama sambal petis rasanya jos gandos, suamiku suka sekali," timpal wanita itu.

Sementara wanita yang satunya, banyak diam di sebelahku. Nampaknya ia begitu menikmati suasana keakraban antara penumpang dan tukang supir. Sesekali, wanita yang juga berjilbab hijau pun turut bicara. Akan tetapi, bukan persoalan masakan. Yaitu tanggapan tentang seorang bayi yang baru saja lahir empat bulan. Ya, bayi itu ada dalam foto yang diperbesar.

Lucu. Tanggapanku pertama kali---ikut-ikut menilai tapi dalam hati. Bayi itu bergaya dengan tangan mengepal. Tangan kanan di bawah telinga kanan, sedangkan tangan satunya mengepal di dada. Saya jadi ingat salah satu penceramah asal Sragen, Anwar Syahid. Bahwa bayi itu seolah-olah ingin menggenggam semuanya yang ada di dunia.

Penafsiran lain, yaitu seperti tokoh kemerdekaan kita, Soekarno. Mengepal tangan sebagai tanda semangat juang tinggi---siap bela bangsa dalam rupa bagaimanapun.

Tentang bayi itu, mereka diskusi tak habis usai menyelesaikan diskusi tentang masakan. Kondektur pun, tak tinggal diam. Lelaki yang kuperkirakan empat puluhan tahun itu turut berbagi pendapat.

"Seperti anak orang cina," celetuknya.

"Asli orang Jawa. Ya mungkin saja pas mengandung Ibunya melihat dan cerita tentang orang cina. Meski dalam kandungan bayi sudah bisa mendengar," timpal wanita berwajah lebar itu.

"Bayi bisa melihat sekitar usia satu bulan," tambahnya lagi.

Menarik. Diskusi kecil orang-orang yang sudah berumahtangga itu. seakan-akan dari masing-masing memiliki segudang pengalaman yang ingin diceritakan. Jelasnya, setiap orang adalah guru, bagi dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Semua orang memiliki pengalaman dan perjalanan hidup masing-masing. Di mana bisa dibagikan kepada orang lain sebagai wacana tentang menapaki sebuah jurang terjal kehidupan.

Setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Setiap derita akan berakhir bahagia. Dan setiap pertemuan tentunya ada perpisahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun