Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Balik Jendela

13 Desember 2018   10:10 Diperbarui: 13 Desember 2018   10:39 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di balik jendela bergorden hijau tua dengan garis-garis tipis berwarna putih, buliran mata Kutsiyah kembali tertumpah ruah karena sebuah alasan besar dalam hidupnya. 

Awan keemasan yang terpancar dari balik bukit memancarkan sinar hening lagi sunyi di antara kesedihan mendalam pada diri Kutsiyah. 

Setelah sepeninggal suaminya bernama Kang Parto, dia banyak menghabiskan waktu siang dengan  memasang wajah masam di balik gorden itu. Tatapannya kosong, barangkali Kutsiyah masih berselimut duka karena suatu tragedi mengerikan telah menimpa pada suaminya. Atau mungkin, dia sedang dilanda kesendirian menjadi seorang janda muda sehingga hidupnya terasa hambar dan hilang semangat seperti sedia kala. 

Semangatnya memudar, dan terkubur bersama jasad suaminya yang terbujur kaku. Hidup dalam kegelapan, kepengapan, dan keterhimpitan antara tanah dengan tanah.

Setiap kali melewati rumah gedhek Kutsiyah, aku selalu mendapati lipatan-lipatan kecil di wajahnya dari balik gorden itu. Mata bening miliknya, seakan-akan pecah lalu membasahi hidupnya yang gersang. Saat itu, terkadang aku sempatkan menyapa dan menabur senyum ringan padanya. Berharap Kutsiyah tak lagi sedih, namun harapan itu masih menggantung.

"Sugeng sonten, Bu!"

Diam. Kutsiyah seperti tadi.

Dari kejauhan, kupandangi wajahnya inci demi inci. Tetesan air suci dari telaga suci kini mengalir manja tanpa dosa. Tempat itu: di balik jendela bergorden  dari tua, dia sandarkan kepalanya. Mungkin Kutsiyah lelah, atau mungkin memang membutuhkan sebuah sandaran yang mampu membantu berbagi luka juga duka, dan kesedihan menjalani kerasnya hidup tanpa pendamping.

***

Kang parto meninggal dua minggu yang lalu karena sebuah tragedi kecelakaan lalu lintas yang mengerikkan. Seperti biasa, setiap kali matahari masih tertidur di balik bukit, Kang Parto bersiap diri meluncur ke pasar bersama Si baja hitam. 

Kang Parto adalah seorang pedagang sayur yang banyak disegani ibu-ibu semenjak ia berubah, dan menjelma seperti malaikat. Bukan karena wajahnya yang tampan, bukan pula karena pandai mengambil hati. Tapi, karena kang Parto telah memiliki sosok yang ramah, murah senyum, sabar, dan rajin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun