Tanggal 1 Mei telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai Hari Buruh Nasional. Tapi bayangan dalam benak hampir seluruh masyarakat Indonesia kalau mendengar “hari buruh” adalah demo, unjuk rasa, turun ke jalan, bikin macet dan diikuti kebrutalan yang selalu berakhir kerusuhan. Padahal kalau kita mengingat ke belakang pada 12 tahun yang lalu, dimana waktu itu demo buruh telah menorehkan banyak kisah pilu hingga lahirnya seorang “srikandi” buruh nasional.
Srikandi itu bernama MARSINAH. Buruh pabrik di PT. Catur Putera Surya Sidoarjo. Kebetulan dia cukup aktif dalam aksi unjuk rasa para buruh pada waktu itu. Bahkan dia dengan terang-terangan memasang badan mewakili teman-teman buruh yang merasa tertindas karena kesewenang-wenangan manajemen perusahaan. Sampai akhirnya, nyawapun dia korbankan. Tapi namanya dijadikan simbol keberanian dalam bersuara dan menyampaikan aspirasi rakyat kecil yang dinamakan buruh.
KRONOLOGI HILANGNYA MARSINAH
Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh para karyawan, namun di sisi pengusaha berarti beban pengeluaran perusahaan yang makin bertambah.
Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp1700 menjadi Rp2250.
Pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya yang masih bekerja. Sedangkan Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah supaya tidak terjadi aksi buruh.
Tanggal 4 Mei 1993, para buruh mogok total. Mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp. 1.700,- per hari menjadi Rp. 2.250,- per hari. Tunjangan tetap Rp. 550,- per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.
Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan melakukan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan negosiasi dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei 1993, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.
Mulai tanggal 6,7,8 Mei 1993 keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
SRIKANDI BURUH INDONESIA