Mohon tunggu...
Khoirudin
Khoirudin Mohon Tunggu... Penjahit - Orang biasa

Hanya orang biasa, tidak lebih dan tidak kurang

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Pak Menteri, Bukalah SMK Jurusan Teknologi Plastik

10 Mei 2019   22:54 Diperbarui: 10 Mei 2019   23:20 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Limbah plastik sudah menjadi masalah besar saat ini. Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik nomor 2 di dunia ini setelah tiongkok. Diperkirakan jumlahnya akan meningkat dari tahun ke tahun.

Hal tersebut terjadi karena meningkatnya penggunaan wadah plastik dalam banyak hal. Katakanlah sekali masuk ke minimarket. Paling sedikit kita akan membawa pulang satu wadah plastik. Yakni wadah belanjaan. Bayangkan jika kita membeli 3 bungkus mi instan, 1 air mineral, dan 1 bungkus roti. Artinya ketika pulang kita sudah membawa 6 wadah plastik. Itu baru satu kali masuk minimarket dan satu orang. Kalikan dengan jumlah hari atau jumlah pelanggan yang datang. Akan diperoleh jumlah yang sangat banyak.

Dibandingkan dengan limbah-limbah yang lain, limbah plastik sangat lama untuk dapat terurai secara alami. Menurut para ahli, dibutuhkan waktu seratus tahun agar sebuah limbah plastik bisa terurai.

Solusi skala individu

Dalam skala kecil, kita bisa memulai dari diri kita sendiri. Dengan membawa wadah sendiri dari rumah ketika berbelanja ke minimarket atau ke warung tetangga. Dengan membawa wadah sendiri kita sudah mengurangi jumlah plastik sekali pakai yang kita gunakan. Meski jumlahnya nampak kecil, akan membawa dampak besar jika dilakukan banyak orang.

Solusi skala lembaga

Di sebuah lembaga, misalnya sekolah. Penggunaan plastik sekali pakai jumlahnya sangat besar. Jika sekolah tersebut memiliki 100 siswa, ketika istirahat masing-masing siswa membeli sebungkus es teh dan sebungkus jajanan. Berarti dalam satu hari ada 200 bungkus plastik yang menjadi limbah.

Biasanya sekolah menyediakan 2 tempat sampah bertuliskan "sampah organik" dan "sampah non organik". Solusi yang nampak ideal tetapi sebenarnya tidak berdampak apapun, sebab ketika sampah tersebut diambil oleh tukang sampah, keduanya akan dimasukan dalam wadah yang sama.

Dari sisi edukasi ada manfaatnya yakni siswa mendapat edukasi mengenai pemilahan sampah akan tetapi dari sisi hasil nol besar.

Solusi skala nasional

Dalam skala nasional, yang sering didengung-dengungkan adalah mengolah limbah plastik menjadi barang yang bernilai jual. Nampak indah didengar akan tetapi buruk dalam pelaksanaan. Kalaupun bisa hanya berhenti pada acara pelatihan dan tidak bisa dilanjutkan di dunia nyata.

Misalnya plastik bekas wadah kopi dijadikan tas. Nampaknya bagus akan tetapi harga jualnya tidak kompetitif, karena dibutuhkan wadah bekas kopi yang masih bagus. Maka tidak bisa dilakukan secara jangka panjang oleh masyarakat.

Yang dibutuhkan adalah pengolahan limbah plastik heterogen, yang bagaimanapun kondisi limbah plastik tersebut, tetap bisa digunakan atau didaur ulang. Hal itu hanya bisa dilakukan jika masyarakat menguasai teknologi pengolahan limbah plastik.

Secara sederhana siklusnya harusnya seperti ini. Plastik sekali pakai limbah plastik biji plastik alat plastik lain.

Kalau ini bisa dilakukan maka plastik-plastik yang sudah beredar tidak akan berakhir di tempat sampah. Akan tetapi akan menjadi benda lain yang bisa digunakan.

Tapi siklus seperti itu kan tidak mengurangi jumlah plastik? betul, sebab yang akan kita kurangi bukan jumlah plastiknya akan tetapi limbah plastiknya. Kalau ingin mengurangi jumlah plastik langkah yang tepat adalah dengan menutup pabriknya.

Untuk menguasi teknologi pengolahan plastik yang kita butuhkan adalah SMK atau perguruan tinggi jurusan teknologi plastik. Dengan fokus kurikulum menggunakan limbah plastik. Insya Allah jumlah limbah plastik akan berkurang secara drastis sebab berubah menjadi benda baru yang bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun