Hal ini kemudian membuat saya bertanya pada teman-teman saya mengenai permasalahan ini, dan sebagian besar memang mengatakan bahwasanya hal tersebut memang pernah terjadi, sebagian lagi tidak tahu, dan sebagian lagi tidak percaya karena tidak pernah melihatnya. Diantara yang menceritakan kisah yang serupa yaitu Ahmad Dhani, Miftahur Rahmah, dan salah satunya lagi adalah Wahyu Trisno Aji, salah satu kompasioner yang kontennya terjun pada dunia filsafat.
Menurut Wahyu hal tersebut memang bisa terjadi, dia menambahkan bahwasanya dalam suatu literatur Soekarno juga pernah melakukan perkawinan dengan Nyi Roro Kidul, ratu pantai selatan yang bukti keempirisan hal ini dapat kita ketahui dengan keberadaan ruangan yang hanya boleh dimasuki Soekarno saja.
Dan jika kita runtut lebih lanjut dengan menggunakan teologis Islam ternyata fatwa pernikahan antara jin dengan manusia memang ada dan memiliki banyak pandangan. Hal ini membuat saya menyadari bahwasanya sejak dahulu kejadian seperti ini memang sudah terjadi.
Namun kembali ke inti permasalahannya; bagaimana cara kita bersetubuh dengannya?
Jikalau kita menikah dengan jin maka tentu kemunginan besar kita akan melakukan persetubuhan dengannya sebagai ajang untuk menciptakan generasi penerus yang kita miliki.
Maksud saya begini, manusia adalah hal yang nampak dan jin merupakan hal yang tidak tampak, yang artinya salah satu diantara kedua mereka tidak bisa menjadi objek yang nyata. Jika laki-laki bersetubuh dengan perempuan maka sudah jelas sperma mereka ada dan ovarium mereka ada, namun bagaimana jika yang menyetubuhi adalah jin laki-laki? Bagaimana mungkin sperma jin laki-laki masuk kepada ovum perempuan sebab yang memiliki sperma juga tidak ada? Lalu bukankah perempuan tidak akan mengandung sebab sperma tersebut juga tidak pernah nyata? Kemudian jikalau jin laki-laki tersebut bisa hamil, apakah selama ini mereka transgender?
Tapi ini akan berbeda bila yang laki-laki menikah dengan jin perempuan, sebab laki-laki bisa bertemu dengan jin tersebut melalui sugesti dan imajinasi yang diciptakan diri mereka sendiri. Dalam film KKN di Desa Penari hal ini digambarkan dengan Bima yang melakukan hubungan intim dengan Badarawuhi pada sebuah kamar dan diketahui oleh Wahyu. Pada adegan itu, si Bima mendesah (Kejadian ini mungkin sama denagn kejadian si Bazrul, teman saya waktu di pondok dulu)
Pada kejadian yang lain, Badawaruhi melakukan hubungan seksual dengan Bima di Tapak Tilas, dengan simbol ular-ular yang menjadi anak-anak mereka. Namun tentu dalam adegan tersebut, si Ayu menjadi wadah Badarawuhi dalam melakukan hubungan intim (Koreksi saya kalau salah) sehingga hubungan itu tidak hanya terjadi secara sugestif-imajinatif, melainkan real.
Kesimpulan
Dari hal ini, saya bisa mengambil kesimpulan bahwasanya pernikahan dengan jin dan persetubuhan dengannya memang bisa terjadi, hanya saja prosesnya berbeda. Dalam Islam sendiri ada doa dalam melakukan hal tersebut guna tidak diganggu oleh bangsa lain (jin). Namun kendati bisa dilakukan, apakah memang boleh untuk dilakukan?
Menurut anda?
NB: Artikel ini telat terbit (mestinya terbit 12 Mei 2022), saya menemukan dokumennya terbengkalai di laptop bersama artikel-artikel lainnya. Artikel ini mengacu kepada artikel sebelumnya: Review Film KKN Di Desa Penari, Is Worthy Untuk Ditonton?