Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kebohongan Imam Syafii

24 November 2021   19:36 Diperbarui: 24 November 2021   19:40 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kala menulis artikel ini, diriku terhempas kembali saat aku berada di pondok pesantren. Kala itu masih pagi, santri sedang bersiap-siap menuju kelas mereka masing-masing dan aku sedang berjalan menuju kelas sembari membawa buku mutholaah.

Mutholaah, aku suka mutholaah karena secara tidak langsung mengajarkan kami susunan kata bahasa Arab yang baik dan benar. Namun dilain hal, hal yang paling aku sukai dari mutholaah adalah cerita-cerita yang diangkatnya. Sederhana tapi bermakna, begitulah aku memandangnya.

Aku masih mengingat bagaimana saat kelas satu kami diajarkan bagaimana kereta api berjalan diatas rel kereta api yang relnya terbuat dari besi (Al Qittaru Yasiru ala Qutbani, Al Qutbanu min hadiid), maupun bagaimana kelas satu mengajarkan kita bahwasanya anjing adalah hewan yang bisa dipercaya (Al Kalbu hayawanun amiinun).

Saat kelas dua, pembelajarannya semakin tajam, mulai menceritakan bocil yang rumah temannya kebakaran, anak kecil yang tidak suka jagung, sampai seorang petani yang suka berbohong dan berakhir domba-dombanya dimakan serigala. Ironis.

Akan tetapi hal yang paling tidak aku sukai di pelajaran mutholaah dan sejenisnya hanyalah satu, menghafal. Sebab entah mengapa, otak ini selalu kalah dalam pembelajaran akademik yang berbau hafal menghafal. Satu-satunya yang bisa dihafal otakku selain muhadatsah adalah mahpuzot, itupun yang baitnya tidak terlalu banyak.

Alkisah diriku sedang berjalan sembari menghafal sebuah cerita pada salah satu bab di mutholaah. Terkadang, aku sembari melamun dan melemparkan imajinasiku pada rimbanya semesta dan membiarkannya mengembara pada mozaik-mozaik hidup yang telah aku lalui.

Sampai suatu titik, imajinasiku berdiam diri pada suatu momentum, pada suatu kisah dimana Imam Syafii terpaksa berkunjung pada Imam Waqiq dan menceritakan bagaimana ilmunya banyak yang hilang. Dan akhirnya Imam Waqiq mengatakan kepada Imam Syafii untuk menjauhi maksiat.

Meruntut pada ceritanya, hilangnya hafalan Imam Syafii terjadi karena ketika beliau mengunjungi pasar dan tanpa sengaja ia melihat betis perempuan karena tersibak oleh angin. Dan seketika, hafalannya satu kitab menghilang.

Hal itu membuatku berpikir; bukankah itu terlalu alay jika melihat seorang betis perempuan dan hafalan satu kitab menghilang? Menurutku itu mustahil. Bisa jadi ada hal lain yang membuat Imam Syafii kehilangan hafalannya...jadi apakah Imam Syafii berbohong?

Begitulah ucapku sembari merenung dan kembali menghafal mutholaah untuk disetor kepada ustad nantinya. Dan alhamdulillah, usahaku untuk menghafal dari kemarin membuahkan hasil, setidaknya tinggal satu paragraf yang belum aku hafal.

Namun hal yang tragis terjadi, ketika aku sedang berjalan, sebuah motor melesat tidak jauh dari samping kananku sembari membawa seorang bidadari berjilbab putih yang jelita. Aku tentu saja menoleh padanya karena terkejut, namun angin kencang berhembus...jilbabnya berkibar sehingga ia tahan...namun angin cukup keras untuk menerbangkan roknya hingga sedikit bagian betisnya yang putih terlihat jelas....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun