Mohon tunggu...
Maya Puspitasari
Maya Puspitasari Mohon Tunggu... Dosen - Profil

Ibu dari dua orang anak, pegiat homeschooling, penyuka film, penikmat musik dan pemerhati pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Home Schooling", Sebuah Alternatif Memperbaiki Kualitas Pendidikan

2 Maret 2018   17:19 Diperbarui: 2 Maret 2018   17:34 4399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: shutterstock

Salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan anggaran yang ada adalah dengan menjadikan homeschooling termasuk sebagai sistem pendidikan formal. Menurut Permendikbud Nomor 129 tahun 2014, sekolahrumah (homeschooling) berarti proses layanan pendidikan yang secara sadar dan terencana dilakukan oleh orangtua/keluarga di rumah atau tempat-tempat lain dalam bentuk tunggal, majemuk, dan komunitas dimana proses pembelajaran dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi peserta didik yang unik dapat berkembang secara maksimal. Permendikbud ini juga menyebutkan bahwa peserta sekolahrumah berhak melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi setelah lulus dari ujian kesetaraan (Paket A, B atau C).

Menurut Permendikbud Nomor 129 tahun 2014, ada tiga jenis bentuk rumahsekolah yang bisa diselenggarakan oleh keluarga Indonesia.

  • Sekolahrumah Tunggal adalah layanan pendidikan berbasis keluarga yang dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga untuk peserta didik dan tidak bergabung dengan keluarga lain yang menerapkan sekolahrumah tunggal lainnya.
  • Sekolahrumah Majemuk adalah layanan pendidikan berbasis lingkungan yang diselenggarakan oleh orang tua dari 2 (dua) atau lebih keluarga lain dengan melakukan 1 (satu) atau lebih kegiatan pembelajaran bersama dan kegiatan pembelajaran inti tetap dilaksanakan dalam keluarga.
  • Sekolahrumah Komunitas adalah kelompok belajar berbasis gabungan sekolahrumah majemuk yang menyelenggarakan pembelajaran bersama berdasarkan silabus, fasilitas belajar, waktu pembelajaran, dan bahan ajar yang disusun bersama oleh sekolahrumah majemuk bagi anak-anak, termasuk menentukan beberapa kegiatan pembelajaran yang meliputi olahraga, musik/seni, bahasa dan lainnya

Mengapa homeschooling?

Ada beberapa alasan mengapa pemerintah perlu mendukung program homeschooling yang mulai berkembang di Indonesia.

1.  'Melepas' siswa dari keluarga yang memiliki status ekonomi menengah ke atas agar tidak bergantung pada pemerintah

Menurut Lampiran Permendikbud Nomor 161 tahun 2014, Program BOS yang diluncurkan oleh pemerintah pada tahun 2005 ini bertujuan untuk:

  • Membebaskan pungutan bagi seluruh peserta didik SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SD-SMP Satap/SMPT negeri terhadap biaya operasi sekolah;
  • Membebaskan pungutan seluruh peserta didik miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta;
  • Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi peserta didik di sekolah swasta.

Saat ini, dana BOS yang diperuntukkan oleh siswa miskin, faktanya banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas yang secara sisi finansial mampu untuk membiayai sekolahnya sendiri tanpa mengandalkan bantuan BOS dari pemerintah. Betapa banyak kita temukan bahwa sekolah-sekolah negeri di Indonesia banyak diisi oleh para murid yang 'mentereng' yang biasa menenteng laptop dan gadget canggih yang harganya tentu saja tidak murah ke sekolah. Gaya hidup para siswa di sekolah negeri yang cenderung mewah, membuat para siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu minder. Hingga banyak para orangtua yang lebih memilih untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta yang berbiaya murah (low cost private school).

Senang berkompetensi antara satu sama lain merupakan sifat yang dimiliki oleh sebagian besar manusia di muka bumi ini. Secara manusiawi, seseorang ingin menjadi lebih baik dibanding orang-orang di sekitarnya. Maka jika para orangtua lebih memilih untuk melakukan homeschooling untuk anak-anaknya, porsi siswa dari kalangan menengah ke atas akan berkurang. Sehingga, keluarga yang tidak mampu akan bisa 'kembali' ke sekolah negeri yang fasilitasnya terbukti lebih baik dibanding sekolah swasta murah.

Pihak swasta yang 'ditinggalkan' oleh murid-muridnya, mau tidak mau akan melecut sekolah untuk memiliki fasilitas yang paling tidak sebanding dengan sekolah negeri. Sehingga dana BOS yang selama ini pemerintah luncurkan bisa tepat sasaran.

Menurut data.go.id, jumlah guru di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 2.464.425 orang. Itu belum termasuk guru honorer yang perekrutannya diserahkan sepenuhnya pada tingkat satuan pendidikan masing-masing. Jika kalangan menengah ke atas mulai 'meninggalkan' sekolah, para guru pun akan berkurang. Para honorer yang mungkin kehilangan pekerjaannya akibat homeschooling, bisa menjadi tutor yang mengajar anak-anak homeschooling. Dengan demikian, guru akan senantiasa dituntut untuk melakukan inovasi agar ia mampu bersaing di lapangan.

2. Anak-anak yang homeschooling terbukti memiliki kemampuan akademik yang lebih tinggi dibanding anak yang menghabiskan waktu di sekolah

Sekolah itu menyenangkan bagi anak jika guru tidak ada di kelas atau hari libur sebentar lagi tiba. Sisanya, anak lebih banyak mengeluh karena banyak PR, tugas atau ulangan. Ditambah dengan les tambahan atau ekstrakurikuler yang harus mereka ikuti setelah jam sekolah selesai. Situasi ini tidak jauh berbeda dengan yang dialami oleh para siswa di Korea Selatan, Singapura ataupun Jepang. Sebenarnya sistem 'belajar rodi' yang diterapkan oleh ketiga negara tersebut terbukti mampu mengantarkan mereka ke posisi tertinggi dalam peraihan nilai PISA. Namun, depresi atau kasus bunuh diri sering terjadi dikarenakan siswa mengalami beban belajar yang sangat tinggi.

Jika ingin mendapatkan nilai akademik yang tinggi dengan lingkungan belajar yang menyenangkan, homeschooling bisa menjadi tempat dimana anak memperoleh pengetahuan secara kondusif. Kurikulum dan model belajar yang ada bisa dimodifikasi disesuaikan dengan potensi dan minat anak untuk setiap anak.

3. Dengan homeschooling, anak-anak dilatih untuk mengembangkan kapasitas anak

Brian D. Ray (2015) dalam hasil penelitiannya di Amerika Serikat yang berjudul 'Research Facts on Homeschooling' menyebutkan bahwa:

  • Anak yang belajar di rumah biasanya meraih nilai 15 hingga 30% lebih tinggi dibanding anak yang belajar di sekolah negeri dalam ujian;
  • Nilai siswa homeschooling di atas rata-rata tes tanpa memandang level pendidikan dan penghasilan keluarga;
  • Tidak ada kaitan antara kemampuan akademik anak dengan orangtua memiliki kualifikasi untuk mengajar atau tidak;
  • Peraturan tentang homeschooling dan tingkat pengawasan negara tidak berhubungan dengan pencapaian akademik siswa;
  • Anak yang belajar di rumah biasanya mendapat nilai di atas rata-rata dalam test SAT dan ACT sebagai persyaratan untuk masuk perguruan tinggi;
  • Semakin banyak siswa homeschooling yang diterima oleh perguruan tinggi     

Jika selama ini sekolah hanya melahirkan generasi robot, homeschooling bisa mencetak anak yang memiliki kreativitas dan kemampuan berpikir kritis tinggi. Pendidikan seyogyanya lingkungan yang mendukung manusia menjadi manusia. Misalnya, ketika anak ingin diajarkan tentang hewan. Jika di sekolah formal, anak mungkin hanya diberi gambar bagian tubuh seekor hewan ketika guru ingin mengajarkan tentang anatomi hewan. 

Gambar tersebut kemudian dijelaskan secara detil mulai dari nama bagian tubuh, nama latinnya hingga fungsi dari masing-masing anggota tubuh tersebut. Pada saat ujian atau ulangan, anak dituntut untuk hafal setiap nama bagian anggota tubuh hewan lengkap dengan nama latinnya beserta fungsinya. Dalam homeschooling, anak bisa diperlihatkan langsung hewan yang dikehendaki. Orangtua bisa mengajak anak ke peternakan, kebun binatang atau museum hewan misalnya untuk mengenalkan tentang anatomi hewan. Belajar akan lebih menyenangkan dan anak akan lebih ingin mencaritahu lebih banyak tanpa adanya tekanan.

4. Menyeimbangkan antara teori dan life-skills  

Banyak kasus atau keluhan yang disampaikan para orangtua atau lulusan sekolah yang menganggap mereka tidak 'siap' untuk menjadi generasi penggerak ketika terjun ke tengah-tengah masyarakat. Model belajar yang bertumpu pada hafalan terbukti gagal mempersiapkan anak dalam menghadapi tantangan  global yang semakin kompetitif saat ini. 

Homeschooling bisa mengenalkan anak pada 'dunia nyata' bahkan ketika mereka masih belajar. Karena teori yang mereka dapat dibarengi oleh pembelajaran life-skills yang mengajarkan mereka untuk mengaplikasikan apa yang mereka dapat ke dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sudah saatnya pemerintah lebih memfokuskan pada pembelajaran materi yang benar-benar diperlukan di tengah masyarakat dan bukan hanya sekedar teori 'pepesan kosong' yang menjadikan lulusan tidak siap.

5. Mengurangi 'juvenile delinquency'

Tawuran, seks bebas, narkoba atau kekerasan terhadap guru kerap mewarnai halaman-halaman media berita di Indonesia. Fenomena ini membuktikan pendidikan di Indonesia gagal melahirkan pribadi yang memiliki 'akhlakul karimah'. Pengawasan yang kendor menjadi salahsatu sebab mengapa kenakalan remaja makin hari makin meningkat. Bahkan banyak kasus terjadi di lingkungan sekolah saat jam belajar masih berlangsung. Guru disibukkan untuk mengejar sertifikasi atau mengerjakan administrasi yang pada hakikatnya tidak menyumbang apapun terhadap perbaikan siswa.

6. Mengembalikan fungsi ibu sebagai madrasah pertama dan utama

Allah SWT berfirman dalam Q.S. an-Nisa ayat 9 yang artinya:

"Dan hendaklah mereka takut kepada Allah seandainya mereka meninggalkan sepeninggal mereka anak keturunan yang lemah. Hendaklah mereka khawatir terhadap mereka."

Homeschooling bisa memaksimalkan peran ibu sebagai madrasah pertama dan utama. Ibu yang cerdas berpotensi untuk melahirkan anak yang cerdas pula. Sehingga untuk menyiapkan generasi yang unggul, seorang ibu juga harus memiliki bekal ilmu yang cukup. Banyak yang beranggapan bahwa jika sebuah keluarga memutuskan untuk homeschooling anak-anaknya, maka guru anaknya adalah ibunya. 

Namun, itu sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Karena sejatinya, ibu berperan sebagai kepala sekolah yang memastikan anak didiknya menjalankan kurikulum individu secara maksimal dalam lingkungan belajar yang kondusif. Generasi qurrata a'yun bisa diraih jika ibu bisa melakukan pengawasan secara penuh terhadap pendidikan anak-anaknya.

Homeschooling bisa menjadi jawaban dari kebuntuan dari kebingungan pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Alih-alih melakukan bongkar pasang kurikulum atau kebijakan ujian nasional, homeschooling bisa hadir sebagai alternatif dalam memaksimalkan penggunaaan anggaran pendidikan di negeri kita tercinta ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun