Mohon tunggu...
MEX MALAOF
MEX MALAOF Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Terus Bertumbuh dan Berbuah Bagi Banyak Orang

Tuhan Turut Bekerja Dalam Segala Sesuatunya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menerka Pasal-pasal Penting UU ITE yang Perlu Direvisi

18 Februari 2021   18:49 Diperbarui: 19 Februari 2021   08:18 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keberadaan UU ITE yang saat ini mengundang polemik di tengah-tengah masyarakat karena dijadikan sebagai sarana rujukan untuk saling mengkriminalisasi antar warga, sejatinya dijajak sejak tahun 2003. Pada saat itu, negeri ini dipimpin oleh Megawati Soekarno Puteri. Hasil penjajakan tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pembahasan yang memakan waktu cukup lama yakni dua tahun (2005-2007), dan disahkan pada 2008, saat dimana, yang menjadi orang nomor satu di Indonesia ini adalah Susilo Bambang Yudhoyono.

Tujuan dari pembentukan UU ITE itu, tentu untuk kebaikan, kenyamanan, dan ketenangan masyarakat bangsa ini. Negara hendak melindungi ruang digital rakyatnya agar bersih, sehat, beretika, dan produktif. Apalagi pada saat ini, perkembangan sarana komunikasi dan informasi sulit terbendung. Beragam konten dan vitur yang dapat diakses dengan mudah, murah, dan bebas oleh masyarakat umum untuk berkreasi dan berinovasi, jangan sampai menodai kesatuan dan keutuhan bangsa ini.

UU ITE memiliki beberapa bagian  penting yakni bagian pertama berbicara tentang bagaimana mengatur market place. Sedangkan bagian kedua, membahas tentang tindak pidana teknologi informasi, dengan sub-sub bagiannya antara lain: konten ilegal, unggahan bernuansa SARA, kebencian, hoaks, penipuan, pornografi, judi, hingga pencemaran nama baik, dan aturan soal akses ilegal.

Sepanjang keberadaanya sejak awal mulanya hingga kini, UU ITE pernah ditinjau dan direvisi pada tahun 2016. Akan tetapi, hanya terdapat dua pasal yang disentuh pada saat itu yakni pasal-pasal yang berbicara tentang minimum dan maksimum jumlah masa penahanan untuk kasus tertentu tidak maksimal lebih dari lima tahun. Akan tetapi, ini juga masih menjadi permasalahan.

Sejauh ini, UU ITE telah memakan korban. Beberapa publik figur seperti, musisi Ahmad Dani, Ratna Rasumpaet, dan yang paling belakangan adalah almarhum Ustad Maheer, terpaksa harus berurusan dengan pihak berwajib. Mereka-mereka itu, bersama dengan beberapa korban lain, dilaporkan dengan beragam alasan seperti, melakukan ujaran bernuansa SARA, menyebarkan hoaks, menyebarkan ujaran kebencian, mencemarkan nama baik seseorang, dan lain sebagainya. 

Kegaduhan karena UU ITE disinyalir dijadikan sebagai alat untuk membungkam masyarakat yang melakukan kritik terhadap pemerintahan sekarang. Ada yang menduga  bahwa dengan berbekal UU ITE, ada influencer dan buzzer yang dipasang dan disebar untuk melindungi mantan orang nomor satu DKI itu, dari berbagai serangan pihak oposisi, atas program-program maupun keputusan-keputusan penting lain yang terkait erat dengan kelangsungan hidup bangsa ini.

Masyarakat semakin lantang berteriak agar UU ITE di revisi, setelah Joko Widodo meminta secara terbuka agar dikritik. Masyarakat tertentupun balik bertanya, bagaimana mungkin dikritik kalau ada UU ITE yang siap untuk menjerat? Kalau mau dikritik, baharui dulu UU ITE. Maka, Joko Widodo merespon dengan memberi peluang untuk kepentingan itu. 

Dari situasi yang terjadi sejauh ini (aksi saling lapor dengan alasan kriminalisasi), dapat diambil suatu kesimpulan bahwa bagian UU ITE yang dinilai bermasalah, menjadi pasal karet, dan selalu dijadikan acuan untuk dapat menjerat siapa saja yang bersuara miring atau negatif adalah isi UU ITE bagian II, pasal 27 hingga pasal 29. 

Secara ringkas, isi pasal 27-29 dapat membungkam mereka yang : "dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, muatan perjudian, muatan penghinaan atau pencemaran nama baik, muatan pemerasan atau pengancaman, menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, informasi yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), dan berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi". 

Rasanya, bagian dari UU ITE di atas, yang membungkam dan menghambat warga untuk melakukan kritik dan dimanfaatkan untuk mengkriminalisasi pihak lain. Aksi saling lapor yang selama ini terjadi, selalu merujuk pada isi pasal-pasal yang terdapat pada bagian II itu. Oleh karenanya, diharapkan agar respon dari presiden Joko Widodo, benar-benar diimplementasikan dengan nyata dan tepat, agar kehidupan dunia demokrasi negeri ini semakin baik dan berjalan sesuai dengan tujuan dan maksud dari Pancasila, UUD 1945, dan semangat Proklamasi. 

SALAM

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun