Mohon tunggu...
Mawar Putih
Mawar Putih Mohon Tunggu...

ingin berbagi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bertahan karena Cinta

28 September 2013   02:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:17 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelahpengkhianatan yang terakhir beberapa bulan yang lalu, sungguh berat menjalani sisa hidup ini. Dari detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam, hari ke hari seringkali dihantui perasaan cemas, was-was dan beribu kekuatiran yang lain.Sulit rasanya menemukan ketenangan batin yang pernah saya rasakan. Pahit yang terasa menyesakkan dada. Semua terasa serba mendung, gelap dan tak ada awarna. Bayangan penghianatan dan sakit hati terus menghujam di hati. Apalagi jika mengingat kata demi kata kalimat demi kalimat yang di rangkai pasaangan saya dengan selingkuhannya. Semua kalimat penuh rayuan, hot dan menjijikan itu selalu tertancap di pikiran dan hati . Bahkan setiap kalimat meskipun hanya saya baca sekali, tetapi sangat saya hapal. Membayangkan kalimat yang terlontartak bisa disingkirkan juga sikap dan tindakan pasangan saya dengan perempuan jahanam itu. Perempuan yang tahu laki-laki sudah beristri dan mempunyai anak tetapi masih saja di goda dan senang menari dan tertawa diatas penderitaan perempuan lain.

Apakah saya trauma? Depresi? Saya tidak pernah tahu dan belum pernah mengerti jauh tentang trauma dan depresi. Mungkinkah begini rasanya?

Sejak pengkhianatan yang pertama, alam bawah saya sadar dan memberi alarm untuk tidak percaya begitu saja dengan penyesalan dan permintaan maaf dari pasangan. Saya selalu dingatkan bahwa ketika ada penghianatan yang pertama, tak akan susah bagi pasangan untuk berkhiatan yang kedua, ketiga dan seterusnya. Dan nyatanya kekawatiran saya terbukti. Penghkianatan itu terus terulang dan terjadi lagi. Tetapi terus saja ada permakluman dan maaf dari saya. Sejak awal menjalin komitmen dengan pasangan, saya berjanji dalam hati bahwa hanya ingin punya pasangan satu untuk selamanya sampai akhir hayat. Tak ada selintaspun pikiran untuk berpaling ataupun mempunyai pasangan lain. Komitmen yang saya bangun sejak awal menjadi dasar yang kuat dalam mengarungi biduk rumah tangga saya. Sepahit apapun penderitaan yang saya hadapi, setega apapun pasangan saya mengkhianati, mencampakkan saya, saya tetap ingin setia. Meski kerelaan dan keikhlaasan saya tak bermakna bagi pasangan karena terus saja menyakiti.

Terkadang saya merasa tidak kuat lagi, terkadang saya merasa tak mampu lagi bertahan, terkadang saya ingin mengakhiri semuanya. Tetapi saya tak mampu meninggalkan anak-anak dan pasangan saya. Saya tahu saya terlampui sangat mencintai dan sayang dengan pasangan dan ank-anak.

Disaat putus asa datang, sebenarnya ada sedikit asa dari perhatian dan sikap baik pasanagan saya. Hal itu yang membuat saya kuat untuk bertahan dan tetap menjunjung tinggikomitmen saya. Tetapi salahkan jika saya masih curiga, tak percaya, was-wasdengan pasangan saya? Salahkan saya belum mampu melupakan penghianatan yang terulang dalam hidup saya?

Tuhan, selalu tak bosan hamba mohon Kau sadarkan pasangan saya. Tuhan, selalu saya mohon Kau tuntun pasangan saya ke jalan yang benar.

Tuhan, tolong selalu kuatkan saya, agar tetap sabar dan mampu bertahan menghadapi semua ini. Tuhan, andai saya memang harus menjalani semua ini, tolonglah agar saya tak lagi mengeluh. Tuhan, hamba selalu nyakin dan percaya Kau tak akan memberikan ujian yang melebihi kemampuan saya untuk menerimanya. Untuk itu Tuhan, andai saya tak kuat lagi, tolong berikan hal terindah dalam hidup saya. Tuhan, ratusan bahkan ribuan kali sajadah ini penuh dengan air mata saya, dan akan terus entah sampai kapan. Saya ikhlas andai saja itu menjadi salah satu jalan mendapatkan kebahagiaan bersama pasaangan dan anak-anak kami.**

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun