Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Penyandang Disabilitas Bisa Menjadi Aset Berharga bagi Perusahaan

23 November 2018   22:25 Diperbarui: 2 Desember 2018   09:48 2760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang penyandang disabilitas (dok. Binapenta dan PKK Kemnaker)

Penyandang disabilitas merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang tetap harus dijunjung tinggi harkat dan martabatnya meski kondisi mereka kurang sempurna. 

Masyarakat dunia pun menaruh perhatian penuh terhadap penyandang disabilitas, dan dengan disponsori oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) maka setiap tanggal 3 Desember sejak tahun 1992 diperingati berbagai kalangan sebagai Hari Disabilitas Internasional.

Dilansir dari laman www.ilo.org, sekitar 82 persen dari penyandang disabilitas yang ada di seluruh dunia tadi bisa ditemukan di negara-negara berkembang yang nota bene hidup di bawah garis kemiskinan. Para penyandang disabilitas tadi tak jarang menghadapi keterbatasan akses atas layanan kesehatan, pendidikan, pelatihan dan pekerjaan yang layak.

Penyandang disabilitas (dok.pri)
Penyandang disabilitas (dok.pri)
Kini, sudah saatnya semua pihak memperkuat komitmen dan keberpihakan kepada penyandang disabilitas dan perwujudan masyarakat inklusif tanpa melihat latar belakang apa pun, menyandang disabilitas atau tidak.

Sesuai amanat Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, bahwasanya Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) berupaya terus-menerus mendorong terwujudnya hak bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak baik di sektor formal maupun informal.

Pasal 53 ayat 1 dari Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 menyebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) wajib mempekerjakan sedikitnya 2 persen penyandang disabilitas dari jumlah pekerja atau pegawai yang ada. Sedangkan pada ayat 2, perusahaan swasta wajib mempekerjakan 1 persen penyandang disabilitas dari karyawan atau pegawai yang ada.

Kemnaker senantiasa mendorong para penyandang disabilitas untuk terus membekali diri dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan agar mereka menjadi tenaga kerja produktif yang siap menerjunkan diri ke pasar kerja atau menciptakan lapangan kerja baru. 

Potensi penyandang disabilitas telah diakui perusahaan

Ilustrasi peyandang disabilitas. Sumber: Tribunnews.com
Ilustrasi peyandang disabilitas. Sumber: Tribunnews.com
Berdasarkan data wajib lapor perusahaan per Oktober 2018 terdapat 440 perusahaan dengan tenaga kerja secara keseluruhan berjumlah 237.613 dan telah mempekerjakan kaum disabilitas sebanyak 2.851 orang secara persentase mencapai 1,2 persen. Ini menunjukkan penempatan tenaga kerja formal bagi penyandang disabilitas sudah bisa diterima baik oleh perusahaan.

Tantangan yang harus diselesaikan bersama bukan hanya pemerintah dan perusahaan (dunia usaha) tapi juga dengan komunitas masyarakat menyangkut kompetensi. Penyandang disabilitas ini juga memiliki daya saing, keunggulan, kompetensi yang bersifat softskill dan hardskill agar mereka juga bisa berkompetisi di pasar kerja dengan yang lain (1). 

Harus diakui hingga sekarang perusahaan yang bersedia menjalankan amanat UU nomor 13 tahun 2003 dan UU nomor 8 tahun 2016 yang mewajibkan perekrutan pekerja disabilitas boleh dibilang masih belum banyak. Namun dari sebagian perusahaan yang sudah merekrut tenaga disabilitas tadi merasa puas dengan kinerja mereka. 

Dikatakan bahwa para pekerja dengan disabilitas itu terbukti lebih fokus pada pekerjaan yang diberikan. Misalnya pekerja dari kelompok tuna wicara atau tuna rungu. Mereka tidak banyak bicara karena mengalami gangguan pada organ pendengaran namun lebih fokus pada pekerjaannya. Di balik kekurangannya terdapat potensi (kelebihan) yang bisa diandalkan. Produktivitasnya tak kalah dengan pekerja yang kondisinya normal. 

Selain itu para pekerja dengan disabilitas tadi memiliki daya konsentrasi yang sangat kuat dan nyaris tak pernah buang-buang waktu dengan mengobrol bersama teman kerjanya seperti yang dilakukan oleh pekerja normal. 

Saat pertama kali memasuki dunia kerja tentu mengalami kesulitan karena para pekerja dengan disabilitas itu harus menyesuaikan diri dengan bidang pekerjaan, teman-teman kerja yang kondisinya jauh lebih baik atau mungkin lingkungan kerja yang belum memberikan akses (belum aksesibel) secara lebih baik dengan kondisinya yang disabilitas itu.

Pemerintah melalui Kemnaker memastikan kalau para pekerja dengan disabilitas itu juga mendapatkan hak yang sama, apakah itu berupa gaji, lembur, THR maupun layanan BPJS (Kesehatan dan Ketenagakerjaan) (2)(3)(4).

Perlunya menampilkan karya penyandang disabilitas melalui pameran

Penyerapan penyandang disabilitas produktif di sektor formal (perusahaan BUMN maupun swasta) juga semakin meningkat. Karena, sejatinya tidak ada orang yang cacat (disable) sebab setiap orang pasti mempunyai potensi untuk berkembang. Apalagi kelompok disabilitas itu diketahui memiliki kemampuan di atas rata-rata, terutama di bidang tertentu.

Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan lainnya terutama dalam mendapatkan pekerjaan yang layak. Perusahaan-perusahaan yang telah mempekerjakan kaum disabilitas bukan saja sudah menjalankan amanat UU nomor 8 tahun 2016 namun juga patut diapresiasi oleh pemerintah (Kemenaker) dan masyarakat luas. 

Para pekerja dengan disabilitas hakekatnya juga merupakan tenaga kerja produktif yang memiliki kebanggaan dengan hasil kerja atau karya kreatifnya. Melalui pameran (job fair) atau exhibition product (expo) yang digelar secara rutin oleh pemerintah atau swasta selain bertujuan memotivasi penyandang disabilitas agar lebih percaya diri dalam memberdayakan potensi dirinya. 

Dengan pameran itu mereka akan menjadi lebih bersemangat untuk terus berkarya dan menjadi kebanggaan tersendiri bisa menyaksikan hasil karyanya dipajang dan dilihat masyarakat luas. Pameran yang secara intens menampilkan karya kreatif penyandang disabilitas bisa menjadi inspirasi bagi orang lain tak hanya sesama penyandang disabilitas. 

Melalui job fair yang digelar, perusahaan-perusahaan yang telah merekrut tenaga dari kelompok disabilitas bisa menjadi inspirasi bagi perusahaan lain agar juga terdorong untuk merekrut penyandang disabilitas dan menjadikannya sebagai aset perusahaan yang tak ternilai seperti pekerja produktif dari kelompok normal.

Sebagai pemangku kebijakan yang telah menelurkan peraturan perundang-undangan yang memayungi penyandang disabilitas, pemerintah selain berkewajiban mendorong juga perlu memfasilitasi dunia usaha (perusahaan) yang akan (ingin) dan telah merekrut pekerja disabilitas melalui berbagai event atau kegiatan rutin job fair dan juga expo.

Penyandang disabilitas juga sudah dilibatkan dalam industri film

Infografis: rappler.idntimes.com
Infografis: rappler.idntimes.com
Beberapa bidang pekerjaan yang bisa dikerjakan oleh pekerja dengan disabilitas di antaranya penyandang tuna netra bisa menempati posisi sebagai operator call center, terapis pijat dan telemarketing.

Penyandang tuna rungu bisa menempati posisi sebagai disain grafis, input data, admin sosial media dan berbagai posisi di perusahaan retail. Sementara penyandang tuna daksa juga mampu mengisi posisi sebagai kasir, telemarketing, operator call center dan berbagai posisi back office lainnya.

Infografis: rappler.idntimes.com
Infografis: rappler.idntimes.com
Tak hanya mengisi posisi pekerjaan yang bersifat konvensional, para penyandang disabilitas produktif juga dididik dan dilatih untuk siap memasuki industri kreatif seperti pada dunia perfilman.

Salah satu bentuk komitmen Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terkait hal tersebut di atas, maka Kemnaker khususnya Direktorat Penempatan Tenaga Kerja, Ditjen Binapenta dan PKK menyelenggarakan kegiatan Seminar Inklusi Film Disabilitas dan Expo dengan tema "Menciptakan Peluang Kerja Industri Perfilman Bagi Penyandang Disabilitas" dan tema expo "Karya Inspiratif Disabilitas". Kedua kegiatan itu berlangsung mulai dari tanggal 30 sampai 31 Oktober 2018.

Cara Menjadi Perusahaan inklusi

Perusahaan inklusi adalah perusahaan yang mengakomodir dan menghargai keberagaman karyawannya. Untuk memungkinkan kontribusi mereka secara penuh dan tanpa diskriminasi bagi semua orang termasuk pekerja atau karyawan dengan disabilitas. 

Meski pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) sudah berupaya mendorong BUMN, BUMD dan swasta agar wajib merekrut pekerja dengan disabilitas sesuai amanat UU nomor 8 tahun 2016 toh masih banyak juga perusahaan yang belum mau alias enggan menjalankan ajakan Kemnaker itu dengan alasan para penyandang disabilitas tadi dianggap tidak bisa/mampu (disable) bekerja dan tidak memiliki skills seperti yang dibutuhkan.

Mempekerjakan penyandang disabilitas berarti merombak perusahaan untuk menjadi perusahaan inklusif yang menghilangkan diskriminasi sehingga bukan saja nyaman dan cocok untuk semua karyawan namun juga ramah bagi pekerja dengan disabilitas. 

Beberapa hambatan yang dialami pekerja dengan disabilitas, di antaranya hambatan fisik dan non fisik (komunikasi, perilaku dan kebijakan). Semua hambatan tadi harus diatasi agar pekerja disabilitas bisa berperan penuh dalam perusahaan yang inklusif. 

Salah satu rancang bangun perusahaan yang perlu diperhatikan agar menjadi ramah terhadap penyandang disabilitas yakni akses terhadap layanan internal perusahaan dan ruangan-ruangan di dalam kantor termasuk tata letak ruangan yang berpengaruh pada mobilitas karyawan dan ruang gerak secara horizontal maupun vertikal. 

Selain itu juga harus memperhatikan bangunan area kedatangan, area parkir, pintu masuk, toilet, tempat telepon, air minum, jalur evakuasi dalam keadaan darurat bila terjadi bahaya kebakaran atau bencana alam lainnya.

Karyawan dengan disabilitas mungkin akan mengalami kesulitan dan tidak dapat memberikan performa kerja yang optimal pada bidang pekerjaan (divisi) tertentu untuk itu diperlukan upaya transfer (dirolling) ke jenis pekerjaan (divisi) lain yang lebih sesuai dengan kualifikasi dan kebutuhan khususnya.

Sudah banyak penyandang disabilitas yang memiliki skills yang mengagumkan dan telah menempuh pendidikan sampai perguruan tinggi. Kabarnya sebanyak 15 persen karyawan dengan disabilitas sudah tidak membutuhkan modifikasi (perombakan) pada bangunan perusahaan (5).

Sumber: 

  • Buku Menjadi Perusahaan Inklusi
  • Press release Seminar Inklusi Film Disabilitas dan Expo Disabilitas 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun