Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengunjungi Museum Sepuluh November, Seolah Larut dalam Kisah Heroik di Surabaya

8 Juli 2018   13:59 Diperbarui: 8 Juli 2018   19:23 1937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung yang menggambarkan gigihnya pejuang-pejuang Surabaya (dok.pri)

Pada kesempatan sebelumnya saya pernah mengatakan kalau di dalam kompleks Monumen Tugu Pahlawan juga terdapat sebuah museum yang setidaknya menjadi rekam jejak pertempuran di Surabaya.

Sayangnya tidak banyak pengunjung kompleks Monumen Tugu Pahlawan Surabaya yang tergerak hatinya hingga bersedia mendatangi museum itu. Mungkin mereka berpikir kalau museum itu hanya cocok untuk anak-anak sekolah atau kuliahan saja. 

Salah satu ruang pamer Museum Sepuluh November Surabaya (dok.pri)
Salah satu ruang pamer Museum Sepuluh November Surabaya (dok.pri)
Mungkin sebagian dari mereka juga menganggap kalau museum itu tempat yang kurang menarik bahkan membosankan karena pengunjungnya hanya menyaksikan (menikmati) benda-benda kuno. Apalagi bila museum tadi penataannya kurang pas.

Terlepas apakah benda-benda yang menjadi koleksi Museum Tugu Pahlawan atau Museum Sepuluh November itu sudah ditata secara apik atau belum, setiap pengunjung tentu mempunyai penilaian yang berbeda-beda.

Menyaksikan foto-foto perjuangan di Surabaya (dok.pri)
Menyaksikan foto-foto perjuangan di Surabaya (dok.pri)
Secara pribadi saya menjadikan semua museum baik yang sudah pernah saya datangi atau belum, tak terkecuali Museum Sepuluh November Surabaya bukan hanya sebagai objek destinasi (wisata) semata karena sejatinya destinasi itu tak terbatas pada pantai, laut, gunung atau panorama alam lainnya namun juga sebagai objek wisata sejarah yang sangat bermanfaat (mengedukasi) karena menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Seolah larut dalam peristiwa 10 November 1945

Negara dan Bangsa Indonesia menganugerahkan gelar kota pahlawan untuk Kota Surabaya karena kota berlambang ikan hiu (sura) dan buaya (baya = boyo) itu pernah menjadi ajang pertempuran dahsyat antara Arek-arek Suroboyo (warga Surabaya) dengan Inggris dan sekutunya.

Koleksi persenjataan (dok.pri)
Koleksi persenjataan (dok.pri)
Pertempuran dahsyat di Surabaya yang terjadi pada tanggal 10 November 1945 itu tercatat dalam sejarah sebagai salah satu pertempuran terdahsyat sepanjang sejarah dunia. 

Tidak sedikit nyawa dari pihak rakyat Surabaya gugur membela bangsa dan negara. Kabarnya mencapai puluhan (20.000) hingga ratusan ribu (300.000) jiwa yang gugur di medan perang. Kota Surabaya sempat dikabarkan sebagai kota mati paska pertempuran sengit itu. 

Koleksi persenjataan (dok.pri)
Koleksi persenjataan (dok.pri)
Sebelum peristiwa heroik 10 November 1945 yang sangat dahsyat itu, warga Surabaya sempat terlibat konfrontasi dengan pihak Inggris dan sekutunya. Beberapa diantaranya adalah insiden penyobekan bendera Belanda di atas Hotel Oranye (Hotel Yamato) yang terjadi pada 19 September 1945. 

Setelah insiden penyobekan bendera, suasana Surabaya masih memanas, beberapa hari setelah tentara sekutu yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) mendarat, tanggal 30 Oktober 1945 meletuslah pertempuran di kawasan depan Gedung Internatio Jembatan Merah Surabaya hingga menewaskan Jendral AWS Mallaby. 

Diorama pertempuran Surabaya (dok.pri)
Diorama pertempuran Surabaya (dok.pri)
Peristiwa heroik 10 November sudah meninggalkan kita 73 tahun lamanya namun rekam jejak gigihnya semangat perjuangan Arek-arek Suroboyo yang rela berkorban sampai titik darah penghabisan itu hingga kini masih bisa kita saksikan dalam Museum Sepuluh November Surabaya.

Museum Sepuluh November didirikan pada tanggal 10 November 1991 guna menunjang keberadaan Monumen Tugu Pahlawan yang telah berdiri sebelumnya, yakni tanggal 10 November 1951. Museum ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia ke-4, KH. Abdul Rahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 19 Februari 2000. 

Bung Tomo tersenyum (dok.pri)
Bung Tomo tersenyum (dok.pri)
Koleksi utama dari museum ini adalah suara pidato Bung Tomo, radio peninggalan Bung Tomo, Senjata-senjata otomatis (peninggalan peperangan), diorama yang menggambarkan kekompakan berbagai elemen rakyat Surabaya melawan penjajah (Inggris) dan sekutunya, foto-foto lengkap dengan keterangannya yang menggambarkan berbagai kejadian yang mengiringi meletusnya peristiwa 10 November 1945, meriam dan tank ampibi hasil rampasan para pejuang Surabaya, mobil Bung Tomo, benda-benda peninggalan H.R Muhammad dan masih banyak lagi.

Bung Tomo kala itu dikenal sebagai pejuang yang sangat berperan dalam mengobarkan semangat juang Arek-arek Suroboyo melalui pidatonya yang menggelora yang dipancarkan Radio Republik Indonesia (RRI) Surabaya. 

Selain nama besar Bung Tomo sebagai penggelora semangat juang Arek-arek Suroboyo, sejumlah nama yang turut berjasa dalam revolusi di Surabaya itu di antaranya adalah : M. Soejono, Loekitaningsih, Isbandijah, Residen Soedirman, D. Surip, Abdoellah, Wahib Wahab, Achijat, HR. Muhammad, Soetjipto Danoekoesoemo, Bu Dar Mortir, Mas Isman, Doel Arnowo, Iswahyudi dan Hario Kecik.

Berbagai senjata api yang digunakan oleh pejuang Surabaya kala itu maupun persenjataan hasil rampasan tentara Jepang dipajang secara apik dalam tempat berkaca. Para pengunjung museum termasuk saya dibuat penasaran dengan koleksi museum yang berupa persenjataan itu. 

Salah satu koleksi berupa pistol yang digunakan pejuang bernama Hario Kecik begitu menyita perhatian saya dan para pengunjung museum lainnya. 

Pistol yang bernama Mauser Parabellum itu merupakan salah satu senjata api yang berhasil dirampas dari markas Kempetai (polisi militer Jepang) pada akhir September 1945. 

Berfoto ria (dok.pri)
Berfoto ria (dok.pri)
Mauser Parabellum (dok.pri)
Mauser Parabellum (dok.pri)
Mauser Parabellum pada akhirnya menjadi senjata andalan yang sering digunakan Hario Kecik untuk menewaskan pasukan Inggris dan sekutunya pada kurun waktu Oktober sampai November 1945.

Menurut catatan sejarah, pistol ini ternyata sering dipakai dalam setiap revolusi yang terjadi di berbagai masa dan tempat, mulai dari Revolusi Bolshevik di Rusia,  revolusi di Cina dan revolusi yang terjadi di Amerika Latin.

Kualitas dan material  pistol Mauser Parabellum termasuk yang terbagus di masanya. Bahkan disebut-sebut sebagai senjata legendaris bangsa-bangsa di berbagai penjuru dunia yang tengah menjalani proses revolusi.

Mendengarkan siaran radio Bung Tomo yang begitu berapi-api, mengamati berbagai foto perjuangan di Surabaya yang dipasang di dinding museum, menyaksikan aneka diorama yang menggambarkan revolusi di Surabaya dan berbagai koleksi persenjataan kala itu menjadikan bulu kuduk saya merinding bercampur haru, saya atau mungkin pengunjung museum lainnya seolah ikut larut dalam kisah heroik 10 November 1945. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun