Rek ayo rek mlaku-mlaku nang Tunjungan..
Sopo ngerti nasib awak lagi mujur, kenal anakke sing dodol rujak cingur...
(Ayo kawan kita jalan-jalan ke Tunjungan..Siapa tahu nasib lagi beruntung kenal anak penjual Rujak Cingur..., red)
Cuplikan lagu rek ayo rek yang dipopulerkan oleh Cak Mus Mulyadi di atas, mengingatkan saya pada kuliner yang bukan saja khas dan begitu ngetop dari kota pahlawan, Surabaya melainkan juga unik. Yap...Rujak Cingur namanya, lalu apa sih uniknya? Rujak yang dibuat dari irisan buah-buahan segar, kulupan sayur, (kangkung, kecambah / cukulan dan rebusan krai / bendoyo), potongan tahu dan tempe goreng, bumbu, petis, lontong nasi dan ditambah cingur (mulut sapi) yang menjadikan rujak itu unik. Apa bedanya dengan rujak uleg?
Rujak Cingur adalah Rujak Uleg yang ditambahi irisan moncong atau mulut sapi. Dikatakan rujak uleg karena bumbu (lombok, terasi, garam, bawang putih dan lainnya) digerus atau diuleg dalam sebuah wadah cobek berukuran cukup besar dengan menggunakan ulegan dari kayu atau batu. Lalu ditambahkan bahan-bahan lain seperti petis, kacang tanah, gula merah, asam dan air secukupnya.
Rujak Cingur dan Rujak Uleg, keduanya merupakan kuliner khas kota berlambang ikan hiu (sura) dan buaya itu. Pada sebagian penjual Rujak Uleg, posisi cingur digantikan oleh kikil (kulit sapi) biasa. Mungkin saja hal itu karena harga cingur yang cukup mahal.
Bila diperhatikan lebih lanjut lirik lagu yang sudah sejak lama disenandungkan oleh kakak kandung musisi Mus Mujiono itu sepertinya nama Jalan Tunjungan di Surabaya itu memang berkaitan erat dengan kuliner Rujak Cingur. Entah apa dulunya kawasan itu dijadikan sentranya para pedagang Rujak Cingur atau hanya gothak-gathuk-nya sebuah lirik lagu saja, persisnya saya juga belum tahu. Yang pasti, kini Jalan Tunjungan Surabaya menjadi salah satu jalan yang padat arus lalu-lintasnya, banyak gedung perkantoran dan bangunan tua warisan kolonial Belanda berdiri dengan megahnya di sepanjang jalan itu.
Bagi penikmatnya, Rujak Uleg dan Rujak Cingur bisa disajikan dengan dua rasa yang berbeda. Ada Rujak Uleg matengan dan biasa (klataan). Rujak Uleg matengan menggunakan sayuran yang sudah direbus terlebih dulu atau dikenal dengan istilah kulupan. Biasanya kulupan menggunakan kangkung, kecambah dan bendoyo yakni krai yang direbus terlebih dulu. Dan ditambahkan irisan lontong nasi, kikil atau cingur, tempe, tahu dan pastinya bumbu petis yang menggugah selera. Sementara Rujak Uleg biasa hanya menggunakan irisan buah-buahan segar (klataan) seperti bengkoang, nanas, mangga muda, pepaya mengkal dan belimbing plus cingur atau kikil, tahu-tempe dan bumbu petis.
Sebagai kuliner tradisional yang patut dilestarikan dan sekaligus menjadi ikon ibu kota Jawa Timur itu, Rujak Cingur kini mudah kita temukan di mal-mal besar yang ada di Surabaya. Di Pasar Blauran Surabaya juga ada, harganya bervariasi untuk setiap porsinya. Malahan di kampung atau gang-gang kecil di kawasan Surabaya sudah mulai jarang kita temukan kuliner itu. Mungkin keberadaannya semakin tergeser oleh maraknya makanan modern (fast food, burger dan lainnya).