Banyak mahasiswa yang terlibat dalam program pendampingan UMKM secara langsung. Contohnya adalah program "Desa Digital" yang diinisiasi oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) di Bantul, Yogyakarta. Mereka membantu pedagang kecil mendaftar ke aplikasi digital, membuat konten promosi, bahkan mengintegrasikan sistem pembayaran QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dari Bank Indonesia.
Hasil evaluasi internal menunjukkan bahwa omzet pedagang meningkat rata-rata 30% dalam enam bulan pertama setelah digitalisasi (UGM, 2022). Program serupa juga dilakukan oleh mahasiswa IPB, UI, dan Universitas Airlangga, yang menunjukkan bahwa pendekatan bottom-up yang dipimpin mahasiswa sangat efektif dalam konteks lokal.
4. Kolaborasi dengan Stakeholder
Peran mahasiswa semakin kuat ketika berkolaborasi dengan pemerintah, swasta, dan organisasi non-pemerintah. Misalnya, melalui program Kampus Merdeka oleh Kementerian Pendidikan, mahasiswa diberi kesempatan magang di desa-desa digital atau startup sosial. Kolaborasi ini memperluas dampak dan keberlanjutan program.
Studi oleh Wibowo (2020) dalam Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik menekankan bahwa kemitraan antara universitas, pemerintah daerah, dan sektor swasta sangat penting untuk memastikan bahwa pelatihan digital tidak hanya bersifat insidental, tetapi berkelanjutan dan
terukur.
Penutup
Â
Transformasi ekonomi digital bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal kesiapan manusianya. Mahasiswa, dengan semangat sosial, keahlian teknis, dan akses ke sumber daya kampus, memiliki peran strategis sebagai jembatan digital yang menghubungkan masyarakat menengah ke bawah dengan dunia digital.
Dengan pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan, mahasiswa bukan hanya menciptakan dampak jangka pendek, tetapi juga membangun fondasi ekonomi digital yang berkeadilan. Di tangan mereka, mimpi tentang ekonomi digital yang merata bukan lagi utopia, melainkan kenyataan yang bisa diraih bersama.
Â