Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apakah Anda Pernah Mendengar Istilah Self Licensing? Yuk, Baca di Sini!

6 Oktober 2022   18:02 Diperbarui: 6 Oktober 2022   18:04 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi self licensing: https:www.danieleffron.com

self licensing merupakan sebuah frasa yang kerap ditemui dalam ilmu psikologi. Saya kebetulan menemukan istilah ini dalam sebuah buku yang sedang saya tuntaskan, from failure to success.

Apa itu self licensing? frasa ini dimaknai sebagai sebuah tindakan menghadiahi diri sendiri karena sudah melakukan yang dianggap baik atau positif. Misalnya, seseorang yang sudah berhasil untuk tidak makan junk food selama sebulan, lalu memberikan reward kepada diri sendiri berupa asupan junk food untuk porsi kecil.

Contoh lain, saat seseorang berhasil melatih diri untuk pergi ke gym, lalu membernarkan diri untuk memakan beberapa potong makanan tidak sehat sebagai sebuah hadiah karena berhasil melatih diri untuk rutin nge-gym.

Nah, tindakan seperti ini terlihat benar namun ternyata berefek buruk bagi seseorang dalam jangka panjang. Ibaratnya, setelah berhasil melakukan hal positif lalu kita membenarkan untuk melakukan sedikit hal negatif sebagai sebuah reward.

Kenapa self licensing bisa berbahaya?

Ketika seseorang sudah berhasil membentuk sebuah kebiasaan baik, lalu menyelipkan hal negatif sebagai pengecualian maka ini bisa menyebabkan seseorang kembali pada kebiasaan buruk sebelumnya.

Katakanlah jika anda sudah berhasil memaksa diri untuk menghentikan kebiasaan merokok, lalu berkata pada diri sendiri '"ah, saya kan sudah berhasil berhenti merokok selama 6 bulan, bolehlah hari ini saja saya coba satu batang saja"

Otak kemudian kembali memanggil memori merokok dan memicu hormon dalam tubuh yang nantinya membuat sensasi menyenangkan. Sekilas ini terlihat biasa saja, namun tanpa disadari kebiasaan baik yang sudah dibangun bisa terhapus dengan satu kebiasaan buruk yang dianggap baik.

Inilah yag menjadi alasan kenapa seseorang sangat sulit menurunkan berat badan. Mungkin untuk satu dan dua bulan berhasil menahan diri untuk tidak makan makanan dengan kalori tinggi, lalu kemudian membenarkan diri untuk makan makanan berkalori tinggi dan berkata "ah ga papa sekali aja".

Apa yang terjadi kemudian? berat badan kembali ke semula dan program diet berhenti di tengah jalan. Keluarlah kalimat "sia-sia latihan selama ini, berat bada ga turun-turun".

Pada kenyataannya,yang salah bukanlah program dietnya, namun reward yang diberikan tidak tepat. Seharusnya ketika berhasil melakukan hal positif maka reward yang datang juga harus positif.

Yang paling baik lagi adalah menjadikan tujuan sebagai  reward. Intinya, apa yang kita anggap benar, bisa saja salah jika tujuannya sebagai sebuah pembenaran.

Contoh lain, saat orangtua melarang anaknya nonton youtube selama dua hari, lalu kemudian menghadiahi anak dengan mengijinkan menonton selama 30 menit, maka pola seperti ini sebenarnya tidak bertujuan untuk memutuskan sebuah kebiasaan buruk.

Jadi, memberikan reward karena berhasil melakukan sesuatu yang baik harus disertai dengan sesuatu yang positif pula. Adapun kebiasaan yang buruk tidak akan bisa terputus jika masih berulang walau hanya satu atau dua kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun