Akhirnya, pergaulan dan arah hidup akan semakin sempit karena membatasi diri hidup dalam sebuah identitas yang datang dari "nilai" yang dibentuk oleh pola pikir yang berujung pada material.Â
Disisi lain, mereka yang tergolong "makan apa" akan lebih terbuka tanpa mengedepankan nilai dari sebuah identitas. Mereka tidak diperbudak oleh nafsu dan tidak melekatkan hidup pada sebuah "nilai".
Interaksi digolongan ini juga terjadi lebih alami karena tidak adanya dinding pemisah antara mereka dan makanan. Lihat saja penjaja makanan di kaki lima, penjual bakso di gerobak jalanan atau bahkan pedagang makanan keliling mereka memiliki pelanggan yang umumnya golongan "makan apa".
Pertanyaan berharga bagi kita semua, apakah kita mau menjadi golongan "makan apa" atau "makan dimana"? Untuk menjawab ini, kita perlu bertanya terlebih dahulu, apakah kita makan untuk hidup atau hidup untuk makan?