Mohon tunggu...
Mustopa
Mustopa Mohon Tunggu... Petani

Bercerita dari desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Petani Itu Memalukan

15 Maret 2025   09:20 Diperbarui: 15 Maret 2025   09:20 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani (Sumber: Pixabay/Qui Nguyen Khac)

Memang ada saja yang sakit hati bila dikatakan: setiap orang adalah keturunan petani.

Kalimat tersebut menjadi kalimat pembuka dalam artikel yang berjudul Mata Rantai yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dalam Nyanyi Sunyi Seorang Bisu. Ia tidak benar-benar membicarakan tentang petani dalam artikel tersebut, melainkan menjadikan kalimat pertama itu sebagai pengantar untuk menceritakan garis alur keluarganya kepada anak-anaknya.

Dalam paragraf-paragraf berikutnya Pram menjelaskan ihwal petani yang sesungguhnya tidak seperti yang dianggap banyak orang --yang memalukan. Katanya, masyarakat petani merupakan kelompok masyarakat yang selangkah lebih maju daripada masyarakat nomad --yang hidup berpindah-pindah. Katanya, bidal, pantun, atau pepatah berasal dari masyarakat petani. Karya tersebut merupakan rumus kebijakan masyarakat kuno yang dituangkan dalam kata-kata yang berhubungan dengan pertanian.

Barangkali melalui kiasan itu, Pram bermaksud agar anak-anaknya tidak malu dengan dirinya. Ia, yang waktu itu dicap sebagai antek PKI dan sedang menjalani hukuman di Pulau Buru. Kondisinya, kemungkinan besar akan menjadi beban bagi anak-anaknya melalui stigma negatif yang tersebar. Oleh sebab itu Pram seolah menginginkan anak-anaknya memandang dari sisi lain dan lebih cermat dalam menilainya.

Meski hanya sebagai kiasan, namun apa yang disampaikan oleh Pram bukanlah hayalan semata. Petani merupakan profesi dengan banyak stigma negatif, mulai dari kehidupan yang miskin hingga menjadi manusia yang jauh dari kebersihan. Setiap hari bergelut dengan kotoran, terik matahari, dan seterusnya.

Dulu, ketika berada di bangku sekolah, kami anak-anak petani merasa ragu jika ada pertanyaan mengenai profesi orang tua kami. Lalu dalam keraguan itu kami akan merubah profesi orang tua kami sebagai buruh atau karyawan swasta. Meskipun, seperti yang Pram ucapkan, profesi itu belum tentu lebih terhormat daripada petani.

Jadi, jika petani di negeri ini hampir punah, maka stigma negatif merupakan salah satu penyebabnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun