Tenggorokanku tercekat. Tak sepatah katapun bisa keluar dari mulutku.
Laki-laki pendiam itu baru saja mengatakan sesuatu yang tidak aku sangka-sangka sebelumnya. "Dasar perempuan gampangan!" Mendengarnya aku seperti di sambar petir.
Semua memang salahku. Aku begitu mudah tergoda rayuan laki-laki yang baru aku kenal di sosial media. Gegara sama-sama suka nyanyi di aplikasi kami sering kencan di udara.
Aku jadi sering lupa waktu. Nyanyi duet dari pagi sampai larut malam. Kadang masih dilanjutkan dengan chattingan sampai pagi. Tidak jarang kami video call-an.
Awalnya hanya iseng sampai akhirnya aku terlena oleh rayuannya. Suaranya yang lembut membuat hatiku luluh dalam buaiannya. Hal yang jarang aku dapatkan dari suamiku.
Dia bisa membuat hatiku nyaman. Apalagi kalau kami sudah berduet menyanyikan lagu-lagu nostalgia. Hatiku terhanyut. Aku tak bisa menolaknya ketika dia mengatakan dia mencintaiku.
Aku dibilangnya wanita yang sempurna. Cantik dan penampilan yang elegan. Kalau diajak ngobrol nyambung. Apalagi suaraku mersu mendayu, katanya. Wanita mana yang tidak membubung tinggi perasaannya dipuji begitu oleh lelaki.
Sebenernya tidak ada masalah yang serius dalam rumah tangga kami. Hanya suami kurang romantis saja. Selama pernikahan kami tidak pernah ngobrol sambil bermesraan. Orangnya kaku. Lurus-lurus saja.Â
Untuk kebutuhan rumah tangga bisa dibilang tidak kurang-kurang amat. Kami masih bisa makan sehari setidaknya dua kali. Kebetulan kami jarang sarapan.Â
Suami fokus mencari penghasilan saja. Tidak pernah mengajak kami jalan-jalan sekalipun selama dua puluh satu tahun perkawinan kami. Kadang aku ajak anak-anak jalan-jalan sekedar ke tempat wisata yang dekat rumah. Kasihan anak-anak tidak pernah melihat dunia luar, pikirku.