Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Populasi Kucing Jalanan Tak Terkendali, Siapa Mesti Tanggung Jawab?

5 Agustus 2019   16:39 Diperbarui: 7 Agustus 2019   19:47 2142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kucing liar di komplek (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Kucing-kucing Jalanan Semakin Banyak 
Di kediaman saya,  jangan tanya jumlah kucing yang wara-wiri di jalanan. Kucing liar yang populasinya sudah seperti ledakan penduduk, beranak-pinak, dan menyusuri bak-bak sampah, terseok-seok di jalanan, memasuki ruang-ruang warung tegal dan cafe jalanan, bahkan di teras restoran. 

Tempat sampah adalah favorit mereka.  Sesekali mereka masuk ke dalam selokan, untuk minum.

Jangan tanya juga, betapa caci maki dan omelan kepada kucing-kucing yang dianggap hama pengganggu lingkungan. Karena kotorannya bertebaran di pekarangan rumah penduduk, atau di taman-taman warga.

Duh, belum lagi yang sering menumpang tidur di kursi-kursi serambi rumah. Dan mengotori jok motor yang di parkir. Tetangga saya jengkel dengan bulu kucing yang menumpang tidur di jok kursi teras rumahnya.

(Foto: Dokumentasi Pribadi)
(Foto: Dokumentasi Pribadi)
Tetangga lainnya mengumpat kucing-kucing tersebut, karena sanggup menyelinap masuk dari loteng, untuk  masuk ke dapur dan mencuri ikan goreng di meja makan. Beberapa kucing liar  lagi beranak di garasi tetangga, bahkan beranak  di dalam langit langit rumah.

Bagaimanapun, Kucing itu hewan tanpa akal, Mahluk tanpa Dosa
Suatu hari saat keluar  dari sebuah supermarket dekat rumah, seekor induk kucing mengeong-ngeong di bawah sebuah pipa paralon yang tegak di depan sebuah bank. Astaga, seorang tukang parkir dengan penuh kasih, membongkar pipa tersebut. Ternyata bayi kucing terjatuh dari atap masuk pipa paralon saluran air hujan dari genting.

Tukang parkir itu lalu mencarikan dus dan menyimpan induk kucing dan bayinya di tempat yang lebih nyaman, dekat gudang. Dengan  tulus ia memanjat genteng untuk mengambil 2 lagi bayi kucing yang tersisa dan menempatkan  bayi kucing bersama induknya. 

Tak hanya itu, ia mengumpulkan sisa-sisa ayam goreng di rumah makan ayak goreng cepat saji dekat bank tersebut. Lalu menyimpannya di sebuah wadah bekas, dan menyiapkan minum.

(Foto: Dokumentasi Pribadi)
(Foto: Dokumentasi Pribadi)
Terenyuh hati saya menyaksikan tukang parkir yang jelas-jelas bukan orang berada, namun begitu lembut dan penuh sayang kepada hewan.

Kucing-kucing liar, terlantar,kini sudah berkembang biak tak terbendung lagi. Tapi mereka tidak salah. Mereka adalah mahluk ciptaan Nya yang  tumbuh berkembang  sesuai fitrahnya. 

Bertahan di bawah curah  hujan, terik panas mentari, berjuang mencari makanan sesuai tuntutan hidup. Ada yang bertahan , ada yang mati mengenaskan. Ada yang melahirkan bayi bayi kucing cacat, ada yang bertahan dengan  cacat bawaan . Ada yang cacat karena siksaan dari manusia, atau tertabrak kendaraan.

Tidak, mereka tidak salah. Betapa pun banyak manusia yang sangat terganggu oleh kehadiran kucing, lalu menyakitinya.  Hidup kucing dan hewan lainnya mengalir sesuai fitrah mereka. Dan manusia, makhluk berakal yang memiliki hati belas kasihan. 

(Foto: Dokumentasi Pribadi)
(Foto: Dokumentasi Pribadi)
Saya Tidak Pernah Berniat Memelihara Kucing. Tetapi....
Jujur, saya tidak pernah berniat memelihara hewan apapun, karena khawatir terlantar kalau  kami sekeluarga semua sibuk dan saat rumah kosong karena kami bepergian. 

Kedua, saya takut tidak selalu cukup  dana untuk membeli makanan hewan dan membayar klinik dokter hewan. Ketiga, saya tidak punya asisten rumah tangga, dan tidak cukup tenaga untuk rajin merawat hewan tersebut dan membersihkan kotorannya. 

Keempat, rumah saya tidak cukup luas dan memiliki halaman yang luas, untuk memiliki hewan peliharaan. Kelima, kondisi kesehatan saya dan putri saya, sama-sama punya asma. Ke enam, kami kuatir dengan toksoplasma,

Saya tidak pernah berniat memelihara kucing, tapi saya sangat sayang pada kucing. Jujur, dulu sejak  usia balita sampai remaja, saya nyaris tidak pernah tidur bersama kucing. Kucing sudah menjadi bagian hidup saya. 

Mungkin karena keluarga asal saya penyuka aneka jenis hewan, kucing, anjing, kelinci, dan aneka hewan... kecuali ular dan mahluk melata.....

Tapi setelah  anak-anak saya bertumbuh, saya sudah membiasakan mereka untuk tidak memelihara hewan. Meski rupanya naluri sayang kucing  tumbuh tak terbendung di putri bungsu saya. Padahal saya sudah menegaskan, untuk tidak memelihara kucing.

Mulanya saya tidak ambil peduli dengan tray cat... kucing jalanan dengan wajah memelas. Terkadang menyelinap memasuki rumah-rumah yang pintunya lupa ditutup. 

Namun putri saya tak bisa tinggal diam menyaksikan kucing-kucing liar tak bertuan itu kelaparan. Saat belanja bulanan ke supermarket, putri saya ( sebut saja  Lala ya... namanya saya samarkan), selalu mengisi keranjang belanja dengan  makanan kering kucing.

Saya lupa kapan mulanya .... sejak saya pindah di sebuah rumah baru tahun 2007-an.

Blacky, itu kucing liar pertama yang suka mampir ke kolam ikan kecil sebesar selokan depan rumah saya. Kucing itu selalu mampir untuk minum, dan mengawasi ikan-ikan yang berenang. Lama kelamaan anak saya jatuh sayang, dan memberinya makan.

Seiring berjalan waktu, Blacky tak pernah lagi datang, kucing liar yang sering mampir untuk minum di kolam dan mendapat sedekah Whiskas atau  Frieskies dari Lala putri saya, kami panggil dengan sebutan Oneng. Mungkin peranakan anggora, bulunya kuning, sedikit galak.

Oneng menghilang, datang kucing loreng abu , ada  3 sekaligus. Tapi sayang tertabrak mobil tetangga, kami namakan Unyil. Yang 2 lagi menghilang. Putri saya menangis ketika kehilangan Unyil, karena ini kucing iliar pertama yang kami ijinkan untuk masuk rumah dan tidur di kasur. Tapi tetap lebih suka berkeliaran di taman RW depan rumah.

Sejak itu, rumah kami jadi persinggahan kucing liar  yang butuh makanan dan minum. Tapi itu bukan tanpa risiko. Karena lumayan teras rumah harus rajin disikat dan dibersihkan. Jika tidak baunya tidak enak. Yup, begitulah, kata putri saya, bersedekah untuk kucing.... Mereka kan tidak salah dan butuh makan.

(Foto: Dokumentasi Pribadi)
(Foto: Dokumentasi Pribadi)
Tetangga Pembuang Kucing
Tahun 2011, ada tetangga baru yang mengontrak dekat rumah. Hadeun, mereka membawa banyak sekali kucing yang semua beranak pinak di kawasan kami. Tetapi saat kontrakannya habis, mereka pindah dengan meninggalkan puluhan kucing.

Kadang saya suka sedih, kenapa tega ya memelihara kucing banyak-banyak. Terus dengan gampang membuangnya.

Ada juga tetangga saya lainnya. Ibu Lia. Ia penyayang kucing liar. Kalau buLia ini sedekahnya jauh lebih besar dari saya dan putri saya. Ia bahkan menangkapi kucing-kucing liar untuk dibiayai strelisasi. Baik kucing betina dan jantan. Lalu dilepaskan kembali. Tetapi di depan rumahnya ia akan menyiapkan piring-piring kucing liar berisi dry food.

Tapi tetap saja ada yang aji mumpung, dengan sengaja membuang kucing dan bayinya di depan rumah Bu  Lia.....  hadeuh.... Kok bisa ya?

Solusi
Populasi kucing-kucing liar terus membludak, jadi itu tanggung jawab siapa?

Di Bandung dan seantero negeri, banyak insan berhatimulia, yang meluangkan waktu dan rumahnya untuk rumah  cat rescue yang mengurusi  kucing-kucing liar. Bahkan mereka sering tekor dan keletihan mengurusi puluhan kucing dan anjing. Banyak rumah-rumah penyelamat kucing ini kondisinya menyedihkan.

(Foto: Dokumentasi Pribadi)
(Foto: Dokumentasi Pribadi)
Salah satu cara untuk menekan populasi kucing, adalah dengan mensterilkan kucing agar tidak hamil  dan beranak. Meski tidak banyak, masih ada para penyayang hewan yang mau mendonasikan uangnya untuk  rumah-rumah penampungan kucing ini.

Tapi jumlah penyelamat kucing itu sangat terbatas. Sejumlah penyayang kucing  akhirnya mengadopsi kucing liar, dan akhirnya saya dan putri saya ikut mengadopsi  kucing. Yang otomatis harus memberi makan, minum, dan tidurnya tetap di luar atau teras rumah, saya siapkan tempat yang hangat jika malam. Karena hanya boleh masuk rumah siang hari saja.

Namun kepedulian itu tidak cukup. Karena jumlah kucing jalanan terus berbiak tak terkendali di luar sana. Yang menyedihkan, ada juga oknum peternak kucing yang sengaja mengembangbiakkan kucing untuk dijual, akhirnya  membuang kucing di jalanan karena tak sanggup mengurusnya dan kucingnya tidak semua terjual.

Kucing-kucing tua dan sakit, akhirnya dibuang pemiliknya ke jalanan.

Tanggung jawab siapa sebetulnya kucing-kucing jalanan yang populasinya sudah melewati ambang batas.

Mereka, sampai hari ini, masih terus berbiak. Entahlah, saya hanya bisa melakukan hal kecil, mengadopsi 2 saja kucing betina, lalu teman saya Ibu Lia membantu untuk mensterilkan kucing tersebut agar tidak berbiak dan menyumbang populasi kucing liar.

Kakak saya, sesekali mengirim dana untuk rumah rescue kucing, agar mereka bisa mensterilkan kucing.  Hanya itu sebagai masyarakat  yang bisa saya dan  penyayang kucing lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun