Mohon tunggu...
nur masnuriah
nur masnuriah Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

seorang ibu yang hobi membaca dan berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Haruskah Kita Membunuh Nurani Kita ?

26 November 2015   20:27 Diperbarui: 26 November 2015   21:39 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu sore saat saya dan dua anak saya duduk santai di teras rumah berbagi cerita , sambil melihat lalu lalang orang yang lewat dijalan depan rumah. Suatu saat saya melihat seseorang naik sepeda motor . dilihat dari penampilan tampaknya seperti  orang asing, sebab  orang tersbut memakai helm sedang didesa kami tidak akan memakai helm kecuali akan berpergian jauh. Dan lagi dari lagaknya seperti sedang mencari – cari  karena tolah toleh kanan kiri. Saat orang itu melihat kearah kami, saya pun tersenyum sembari mengangguk. Bukan apa apa sih , hanya kebiasaan saja. Kalau ada orang lewat apalagi tetangga yang kami kenal pastinya kami akan bertegur sapa , mengajak mampir, minimal  pamer gigi alias tersenyum. Lalu eh,.. ternyata orang itu berbalik arah dan masuk kepekarangan kami.  Ada apa gerangan ya? Kepincut senyum manis ku mungkin?

Saya pun lantas menghampiri orang tersebut dan menanyakan keperluan orang tersebut. Seorang bapak bapak berusia sekitar 45 an tahun. Cukup gagah dan kendaraan nya pun lumayan bagus. Penampilan nya tidak seperti   kami yang rata rata petani . yah tampak seperti orang kota lah pokoknya atau orang kantoran. Begitu penilaian saya dari sekilas penglihatan.

Bapak itu lalu bercerita bahwa ia berasal dari tempat yang jauh dan datang kesini karena mau menagih hutang pada seorang kenalannya. Dan sayangnya tidak mendapatkan hasil. Sekarang dia mau pulang tapi tidak punya ongkos. D8ia meminta tolong agar kami bisa bantu bantu. Lalu mengeluarkan sebuah jam tangan perempuan yang katanya milik istrinya. Merknya chales delon. Berwarna kuning keemasan, dan ia mengklaim kalau jam itu berlapis emas 22 karat. Ada kwitansi juga sih,  tertera harga jam tersebut rp 875.000,- dan pembelian di delta surabaya. 

Bapak itu minta saya membelinya, tidak perlu seharga itu yang penting dia bisa pulang. Saya yang memang nggak begitu suka pakai jam tangan dan perhiasan menolak dengan alasan bahwa saya sedang banyak keperluan. Ada sih uang tapi untuk kirim anak sekolah. Mau bilang ngga punya  jelas bohong. Orang itu lalu bilang lagi kalau ia sudah capek keliling  nggak ada yang bersedia bantu.  Saya bilang aja mohon maaf banget karena saya juga nggak bisa bantu.

‘Kalau begitu saya pinjam saja bu”, katanya. “ Berapa saja yang penting bisa pulang.”lanjutnya lagi . wah hari gini minjamin uang sama orang nggak di kenal. Apa mungkin bisa balik tu uang.

 Saya memang nggak yakin dengan omongan orang tersebut. Bisa saja dia bohong dan jam tangan yang ditawarkan nya itu tidak berharga alias palsu. Orang itu lalu beranjak pergi kelihatan sedih dan kecewa banget.  Saya lantas berpikir bagaimana kalau orang itu beneran , nggak bohong dan nggak nipu. Betul –betul sedang memerlukan bantuan.  kok saya tega amat ya kalau nggak bantu. Akhirnya saya ngomong sama suami yang ada di dalam rumah,  suami saya yang pada dasarnya juga murah hati dan nggak suka suudzon sama orang, menyuruh saya untuk mengasih saja uang seiklasnya. Saya pun lantas memanggil orang itu dan memberi sejumlah uang.

Orang itu berterima kasih dan janji akan datang lagi 5 hari kemudian  membayar hutangnya dan lantas menyerahkan jam tangan nya untuk jaminan. Saya sih nggak terlalu berharap. Kalau memang orang tersebut jujur dan kembali untuk membayar hutangnya ya syukur, kalau dia nipu  ya sudah lah, nggak papa. Yang penting niat kita nolong.

Saya coba browsing di internet mencari harga jam tersebut,  yang saya dapat memang  jam merk tersebut sekitar harga 800 ribuan.Beberapa hari berlalu ternyata si bapak nggak nongol- nongol juga. Nah pertanda jelek nih pikir saya, iseng iseng bawa  jam itu ke penjual emas, untuk memeriksa keaslian nya. Dan o.. lala... ternyata oh ternyata memang palsu , nggak ada kandungan emas nya sedikit pun.  Penjual emas pun tanya asal usul barang tersebut lalu saya pun cerita semuanya.  Nah lantas pak penjual emas ngomong panjang lebar kalau kita jangan gampang percaya sama orang kalau nggak ingin tertipu dan bla bla bla.

Yah saya sih nggak sedih sedih amat karena memang niat dari awal mau nolong mau jujur atau bohong urusannya sama yang kuasa. Tapi yah ,... gimana ya ? Cuma berasa bodoh aja. Apa harus kita mematikan rasa kasian kita saat kita nggak percaya sama orang. Apa harus cuek kalau nggak kenal sama orang.  Sampai sekarang saya nggak tahu jawabnya.  Mungkin teman teman punya jawaban. Tunggu komennya ya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun