Mohon tunggu...
MASNEPI
MASNEPI Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa S2 STAI Ibnu Sina Batam Jurusan Pendidikan Agama Islam

Bertindaklah sekarang jangan menunda-nunda pekerjaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Stres Anak Berasal dari Stres Ibu

5 Maret 2021   21:17 Diperbarui: 14 Oktober 2021   08:04 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Anak merupakan sebuah anugerah yang tidak terhingga dan amanah dari Allah swt yang harus dipertanggungjawabkan oleh setiap orang tua dalam merawat, mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Orangtua seharusnya mensyukuri nikmat yang tak terhingga, karena dipercaya untuk membesarkan anak-anaknya. Untuk mensyukurinya wajib menjaga pertumbuhan dan perkembangannya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Dengan harapan anak bisa menikmati perjalanan hidupnya sebagai anak yang sholeh atau sholehah dan mencapai kemandirian, dan akhirnya menjadi kebanggaan orangtua, agama, bangsa dan ummat manusia.

Orangtua diberi amanah oleh Allah swt dengan kehadiran anak, bukan hanya untuk kehidupan di dunia, melainkan juga untuk kehidupan di akhirat. Ingat bahwa tidak semua orangtua dianugerahi anak, kecuali yang dipercaya. Begitu sang isteri mengandung, di saat itulah isteri dan suami, sebagai calon orangtua wajib mempersiapkan diri untuk menjaga sejak dalam kandungan hingga dilahirkan berlanjut sampai anak siap membangun keluarga sendiri. Bahkan afdhalnya jika sudah berkeluarga pun sangat dimungkinkan masih bisa ikut mengawal kelanjutan hidupnya, sehingga tetap terjaga anaknya dalam kehidupan yang baik, terhindar dari ancaman neraka. Sebagaimana Allah swt ingatkan, dalam QS. At-Tahrim:6, yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ..." Dalam konteks inilah kita patut respek terhadap orangtua yang sejak awal sudah memiliki komitmen dan kepedulian akan penanaman agama kepada anak-anaknya sejak usia dini.

Selain kita menjaga anak dengan mendidiknya dengan sebaik-baiknya, supaya bisa hidup bahagia dunia dan akhirat, kita juga bertanggungjawab untuk membekali anak dengan kecakapan hidup yang memadai sehingga anak-anak menjadi anak yang cakap, kompeten dan kuat. Bukan sebaliknya, membiarkan anak, sehingga menjadi sebaliknya, tak cakap, tak kompeten, dan lemah bahkan mengalami stres.

Mendidik anak bukan semudah membalikkan telapak tangan di saat kita merasa anak kita rewel, menyebalkan, susah diatur, tidak mau menuruti perintah orang tua, dan berbagai perilaku negatif lainnya; yang pasti membuat banyak kita sebagai orangtua mudah tersulut emosinya, kemudian mengomeli serta marah marah, atau bahkan sampai tindakan destruktis berupa kontak fisik, sejatinya, mari kita yang harus introspeksi diri kita sendiri. Karena boleh jadi, kita bukan marah pada mereka, melainkan marah pada diri sendiri, akibat stres yang menumpuk, yang membuat kita tertekan pada tuntutan hidup yang tidak tercapai.

Karena ternyata, menurut penelitan dari American Psychological Assosiation yang dilakukan pada 2000 anak, mengatakan bahwa 90% anak mengatakan sangat tahu saat kondisi orangtuanya stres.

Hal ini ditandai dengan orangtuanya yang jarang berinteraksi dengan mereka, fokus pada pekerjaan, gadget, atau hal lain yg menyenangkan diri orangtua sendiri. Dan penelitian itu juga dilakukan pada orangtuanya, hasilnya dari orangtua anak yang 90% tadi, didapat data bahwa ada 20% orangtua yang tidak menyadari bahwa diri mereka sendiri dalam keadaan stress. (Happy Book Happy Parent)

Oleh karena itu selalu insterospeksi diri kita. Apalagi bila anak kita masih balita dan selalu berada di dekat kita, emosi kita dan emosi mereka bagaikan cermin.

Jadi kalau salah satu tampak negatif, perlu di cek ulang salah satunya juga. Sehingga sebelum men-judge anak kita yang rewel misalnya, perlu cek ulang juga bagaimana suasana hati kita, apakah kita tidak sedang rewel juga pada pasangan? misalnya.

Saat merasa ada emosi yang tidak baik, saat kita merasa tertekan dan stres, baiknya berhenti sejenak. Ceritakan pada pasangan kita, dan minta ruang dan waktu untuk kita sendiri, untuk merenung dan menyegarkan pikiran dan hati. Karena, "sadar dan waras" adalah dua kondisi yang kita perlukan beriringan, agar bisa membersamai mereka dengan baik.

Kenapa seorang istri /ibu  bisa mudah marah, mudah lelah, mudah merasa tak berdaya dsb? Boleh jadi salah satu faktornya adalah "kebutuhan mereka untuk didengarkan" tak terpenuhi.

Iya, karena didengarkan, kebutuhan berbicara, merupakan salah satu kebutuhan emosi utama kita sehari-hari, selain makan minum dan lain sebagainya.

Setiap wanita itu rata rata punya kebutuhan berbicara 15.000-20.000 kata per hari. Berbeda dengan lelaki yang hanya punya kebutuhan berbicara 7.000-10.000 kaata per hari, dan itu pun biasanya sudah terpenuhi di kantornya, melalui presentasi dan sebagainya.

Jadi wajar apabila, kebanyakan istri /ibu itu cerewet, bawel, dan lebih senang berbicara dibandingkan suami/ayah; karena memang kebutuhan fitrahnya seperti itu.

Jadi, kebayang kalau misal yang seharian di rumah, mengurus si kecil, tidak ada temen mengobrol, mengerjakan urusan rumah tangga yang tidak ada habisnya dari mulai bangun sampe tidur, merasa lelah fisik, hati dan pikiran. Kebutuhan berbicaranya tak terpenuhi bukan hanya sehari, tapi berhari-hari. Hingga menumpuk jadi beban stres yang luar biasa, yang suatu waktu bisa "meledak" dengan menangis, marah-marah, sensitif dan mudah tersinggung, sampe terus menerus sering merasa lelah.

Hanya karena, kebutuhan fitrah mereka untuk berbicara, untuk didengarkan, tak terpenuhi.

Kebutuhan itu, yang tidak bisa didelegasikan dengan cuma berkeliaran di "kepala" saja, tapi memang perlu diucapkan, di lisankan, agar melegakan diri. Sehingga, tips meringankan stres pada seorang istri /ibu, adalah rutin mengajak diskusi pasangan kita, setiap malam sebelum tidur.

Duhai para suami, istri Anda memerlukan Anda untuk menjadi pendengar setia mereka, jadilah tempat bersandar dan berkeluh kesah ternyaman untuknya, agar ia bisa menjalani peran sebagai istri dan ibu yang bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun