Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Quo Vadis Airlangga?

18 Desember 2017   22:32 Diperbarui: 19 Desember 2017   09:37 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://nasional.kompas.com

Airlangga Hartato berhasil menggantikan SN menjadi Ketua Golkar. Sungguh mengherankan langkah Airlangga menjadi Ketua Golkar dapat berlangsung mulus. Golkar merupakan partai yang mempunyai banyak faksi. Golkar juga sangat taat pada mekanisme demokrasi dengan dinamis. Begitu dinamisnya demokrasi di Golkar sehingga dalam perjalanannya sangat pragmatis dalam berbagai hal. Pragmatisme Golkar juga sangat dinamis sehingga memberikan peluang besar terjadinya pola transaksional. Bagaimana Airlangga mampu menggulung pragmatisme Golkar adalah suatu hal menarik ? Namun jika memang akhirnya Airlangga berhasil mulus sebagai Ketua Golkar, sampai kapan Airlangga bertahan ? Apakah Airlangga akan membawa perubahan pada Golkar ?

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan Airlangga sangat dipengaruhi oleh restu. Sulit untuk dapat menghindari pragmatisme dinamis yang membuka peluang terjadinya transaksional. Kekhawatiran politik transaksional akan dapat mengganjal Airlangga menjadi Ketua Golkar. Oleh karena itu politik pencitraan sebagai pemimpin bersih, perlu didukung dengan restu. Paling tidak restu dapat menjadi barier munculnya gelombang badai transaksional. Maka info info positif tentang Airlangga membanjiri publik. Begitu juga palu palu restu Thor pun berhamburan.

Sumber: http://nasional.kompas.com
Sumber: http://nasional.kompas.com
Namun bukan Golkar kalau tidak terjadi friksi. Munculnya friksi ini mempunyai sejarah yang panjang. Friksi di Golkar bersumber dari hilangnya sumber kekuatan Golkar pada saat dibentuk pada jaman Orba. Walaupun setelah reformasi, Golkar bisa selamat dan mendeklarasikan Golkar Baru dengan Akbar Tanjung sebagai pewaris intelektual Sumantri Ksatria Golkar, tapi friksi di Golkar  begitu mencuat. Masing-masing pimpinan mempunyai modal kekuatan berdasarkan pola transaksional.

Munculnya Nasdem, Gerindra dapat menggambarkan friksi di Golkar. Kompetisi Agung Laksono dengan Abu Rizal menegaskan masih kuatnya friksi friksi do Golkar. Sungguh sangat luar biasa Airlangga dapat mulus menggulung friksi friksi di Golkar, sehingga mampu menjadi Ketua Golkar lewat Rapimnas bahkan ada kecenderungan mendorong pelaksanaan Munaslub hanya untuk mengesahkan Airlangga sebagai Ketua Golkar.

Sumber: http://nasional.kompas.com
Sumber: http://nasional.kompas.com
Hal itulah yang dikhawatirkan lalu dapat menutup calon lain untuk maju sebagai kandidat calon Ketua Umum Golkar. Beberapa sesepuh Golkar sudah dikumpulkan Titik Suharto untuk diminta bantuannya mewujudkan keinginan Titik Suharto untuk menjadi Ketua Umum Golkar. Seluruh keluarga Cendana mendukung penuh keinginan Titik Suharto. Oleh karena itu romantisme Golkar pun dimunculkan via reuni tokoh tokoh sepuh Golkar. Namun yang dapat dilakukan tokoh tokoh sepuh tersebut hanyalah menghimbau tidak tertutupnya munculnya tokoh lain untuk menjadi Ketua Umum Golkar selain Airlangga.

Begitu dinamisnya Golkar dalam berdemokrasi bahkan sempat menjadi kebanggaan konstituen Golkar yang sempat ketar ketir pada awal awal reformasi. Pada kepemimpinan Akbar Tanjung Golkar bahkan berani mengadakan konvensi calon Presiden. Dampak positif langkah kreatif dan inovatif Golkar tersebut mendapat sambutan besar dari konstituen Golkar dengan ditunjukkannya kekuatan Golkar sebagai pemenang pemilu pada tahun 2004.

Sumber: viva.co.id
Sumber: viva.co.id
Namun dinamisme demokrasi di Golkar mendorong munculnya pragmatisme dan pada gilirannya membuka peluang berkembangnya politik transaksional. Tokoh Sumantri Pengusaha menguasai arena demokrasi Golkar. Kekhawatiran pragmatisme dinamis inilah yang masih menghantui pimpinan DPD I Golkar termasuk tokoh tokoh muda Golkar yang akan sulit menembus jaring jaring pragmatisme dinamis Golkar. Oleh karena itu keputusan Rapim DPP untuk mengganti SN dengan Airlangga tidak boleh hanya berhenti. Airlangga harus diusahakan menjadi Ketua Umum Golkar melalui Munaslub secara aklamasi. Kalau hal tersebut akan berhadapan dengan kekuatan dinamika demokratis Golkar, maka Munaslub harus didorong untuk mengesahkan Airlangga sebagai Ketua Umum Golkar.
Sumber: merdeka.com
Sumber: merdeka.com
Bukan Golkar kalau tidak terjadi perbedaan pendapat. Hal itu dimungkinkan karena munculnya pimpinan Golkar merupakan hasil dinamika demokrasi yang menjurus ke arah pragmatisme dinamis. Pimpinan Golkar menjadi tampak sebagai sosok yang mandiri. Kalau usaha Airlangga kelihatan mulus untuk disahkan menjadi Ketua Umum Golkar, maka ada saja pandangan yang berbeda bahkan dengan sangat tajam. Misalnya adanya kemungkinan Airlangga nantinya juga akan diganti sebagai Ketua Umum Golkar lewat Rapim. Karena kalau Airlangga menjadi Ketua Umum Golkar menggantikan SN lewat Rapim lewat Rapum tentu tidak tertutup akan menjadi preseden buruk di masa depan. Untuk itu kesempatan untuk menjadi Ketua Umum Golkar tidak boleh ditutup pada Munaslub.

Bagaimana peluang Titik Suharto untuk menjadi Ketua Umum Golkar. Pada kondisi Golkar saat ini, romantisme akan kandas di Golkar. Titik Suharto yang berjanji untuk mengembalikan Golkar pada akarnya seperti zaman pak Harto telah diambil alih oleh Airlangga. Airlangga berhasil meyakinkan penguasa kalau Airlangga lah yang mampu membawa Golkar untuk perubahan. Airlangga juga dianggap figur yang akan membawa Golkar dengan adem ayem. Peluang Titik Suharto menjadi semakin tertutup. Ya kalau memang maunya semua sudah seperti, saya ikut saja, begitu romantisme Titik Suharto.



Sumber: https://m.cnnindonesia.com
Sumber: https://m.cnnindonesia.com
Airlangga dianggap sebagai great barier dinamika politik nasional yang mulai panas menjelang tahun politik Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. Airlangga dapat membawa Golkar ke arah stabilitas politik. Keikutsertaan pak Habibie di acara PDI P yang dipimpin Megawati seolah ikut meyakinkan perlunya Airlangga duduk sebagai Ketua Umum Golkar. Pencabutan dukungan Golkar pada RD di pilkada Jabar bisa jadi merupakan salah satu jaminan Golkar akan mendorong terwujudnya stabilitas politik.

Namun apakah suara suara berisik di Golkar akan menghilang. Atau muncul konsensus pragmatisme dinamis, Airlangga boleh mulus diterima sebagai Ketua Umum Golkar, namun kalau tidak berhasil memenangkan Pilkada 2018 bisa saja Airlangga akan diganti. Bahkan kalau Airlangga tidak mampu memenangkan calon calon Golkar di Pilkada 2018 akan muncul kekhawatiran Golkar juga akan merosot di Pileg 2019.  Gerindra sudah bersiap-siap menyalib perolehan suara Golkar, tentu begitu juga dengan Perindo.

Bagaimana Airlangga akan mengatasi semua itu. Bukan sekarang saat memikirkannya. Saat ini palu Thor sudah ditangan Airlangga. Bukan hanya Presiden JokoWi yang hadir pada pembukaan Munaslub Golkar, tetapi juga Megawati dan pak Habibie. Jalan mulus Airlangga menjadi Ketua Umum Golkar sudah tak terbendung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun