Ular ulama, kambing ulama, ayam ulama, saya yakin jamaah yang hadir di majelisnya pun baru mendengar tafsiran seperti itu untuk pertama kalinya.
Baca juga :Â Kala Rocky Gerung Masuk [Sekolah] Islam
Entah kitab tafsir mana yang ia sitir, yang pasti ia mampu membuat moderator yang duduk di sampingnya manggut-manggut dan tanpa ada satu jamaah pun yang menginterupsi pernyataanya itu.Â
Wow lagi!
Mengenai latar belakang pendidikannya, hingga kini, saya belum menemukannya melalui pencarian di Google. Entah belum tertulis atau karena alasan lain, yang pasti saya yakin bahwa mesin pencari itu tak sedang menyembunyikan nama pesantren, majelis, daurah, perkumpulan atau sekolah tempat Gus Nur menimba ilmu.
Sumber lain mengatakan bahwa ia bukan anak seorang kiai. Sebutan "Gus" lazimnya diberikan kepada seorang anak kiai. Hal itu sudah menjadi tradisi di kalangan orang-orang NU. Makanya kita kenal Gus Dur yang anak sulung Kiai Wahid Hasyim atau Gus Mus yang putra dari Kiai Bisri Musthofa.Â
Oh, mungkin lantaran kealimnya ia digelari sebutan itu oleh orang di sekitarnya. Ya, ya, ya.. betul, betul, betul.
Urung Bertemu Syekh Ali Jaber
"Syekh Ali Jaber mungkin ulama yang tatarannya sudah sangat tinggi sehingga selalu mengikhlaskan orang-orang yang mencoba berbuat jahat kepadanya. Kalau saya, pasti saya marah tetapi selanjutnya saya akan memaafkan karena namanya ulama harus begitu," begitu ia membandingkan respon Syekh Ali Jaber dan dirinya andai mengalami kejadian serupa.
Baca juga :Â Jakarta PSBB Total? Nggak Apa, Sudah Biasa
Dan karena sikap Syekh Ali Jaber yang tenang itu, kabarnya Gus Nur mengurungkan niatnya untuk bertemu. Entah apa sebabnya. Mungkin saja ia merasa tak perlu lagi menenangkan hati Syekh Ali Jaber yang sebelumnya ia sangka tengah gundah, syiok.
Lalu meski tak sama dalam menyikapi kejadian itu, ia pun akan memaafkan pelaku atas perbuatannya. Itulah sikap ulama, begitu tandasnya.Â
Tuh, bener 'kan! Gus Nur itu ulama! Mana mungkin bromocorah bisa berjiwa besar seperti itu?!