Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Balap Pilihan

Gracias Jorge! Akhir Kelabu Sang Juara

16 November 2019   06:54 Diperbarui: 16 November 2019   12:32 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jorge Lorenzo saat masih bersama Yamaha I Foto foxsport.com.au

Spartan finally retires. Jorge Lorenzo, pemilik 5 gelar juara dunia grandprix motor akhirnya memutuskan untuk undur diri dari hiruk pikuk persaingan di kelas para raja, Motogp. Kamis (14/11) sore waktu setempat, pembalap 32 tahun itu mengadakan jumpa pers jelang seri pamungkas di sirkuit Ricardo Tormo Valencia. 

Dihadiri oleh para pembalap dan awak media, Lorenzo mengumumkan bahwa Ricardo Tormo akan menjadi tempat pertarungan terakhirnya setelah selama 18 tahun berkutat dengan deru mesin prototype. Meski sebelumnya telah beredar rumor atau spekulasi tentang pengunduran dirinya, publik tetap saja terkesiap dengan putusan sang Spaniard itu. 

Catatan Sang Legenda 

"...and I'm very pleased to announce that Jorge will be a Motogp legend in grand prix Spain Jerez," kata CEO Dorna, Carmelo Ezpeleta mengakhiri sambutannya dalam jumpa pers kemarin. 

Lorenzo mengawali karirnya di grandprix motor saat masih berusia 15 tahun lebih 1 hari. Dia tercatat sebagai pembalap termuda yang menginjakkan kakinya di kompetisi itu. Tahun 2002 adalah debutnya di kelas 125 cc. Selama 3 tahun, Lorenzo muda membela pabrikan Derbi dengan torehan terbaik sebagai penghuni peringkat ke-4 klasemen akhir musim 2004. 

Tiga tahun di kelas yang lebih tinggi (GP 250 cc) dilaluinya bersama Honda dan Aprilia. Mesin Aprilia RS250-RW yang memang merajai kelas seperempat liter mengantarkan X-Fuera menjadi raja selama 2 musim berturut-turut, 2006 dan 2007. 

Lorenzo saat menjuarai GP 250cc bersama Aprilia | Foto motorsport.com
Lorenzo saat menjuarai GP 250cc bersama Aprilia | Foto motorsport.com
Tertarik pada talenta pemakai nomor 48, Yamaha merekrutnya pada 2008 untuk ditandemkan dengan Valentino Rossi di Fiat Yamaha Team. Musim 2008 adalah tahun ke-5 Rossi di Yamaha. Sempat kehilangan mahkota juara dunia di 2006 (gelar juara direbut Nicky Hayden - Honda) dan 2007 (Casey Stoner - Ducati), Yamaha bertekad memperkuat line up pembalap tim utamanya dengan merekrut talenta nomor wahid dari kelas di bawahnya. 

Usaha Yamaha berhasil. Meski sebelumnya fasih dengan mesin 2 tak, Lorenzo akhirnya berhasil merebut gelar juara dari tangan Rossi di tahun ke tiga kebersamaan mereka, 2010. Di musim itu pula, Lorenzo mencetak rekor perolehan poin tertinggi selama semusim yakni 383. Rekor ini bertahan hingga 9 tahun hingga Marc Marquez memecahkannya saat berlangsungnya GP Malaysia beberapa pekan lalu.  Selama 9 tahun bersama Yamaha, Lorenzo mengoleksi 3 gelar juara dunia (2010, 2012 dan 2015), 3 runner up (2009, 2011 dan 2013), 2 kali peringkat tiga (2014 dan 2016) dan 1 kali peringkat ke empat (2008). 

Pada usianya yang ke 32 tahun 169 hari, Lorenzo memecahkan rekor race ke-200 (saat seri Motegi Jepang) di kelas utama yang sebelumnya dipegang oleh rekan senegaranya, Dani Pedrosa yang kala itu berusia 32 tahun 170 hari. 

Kepindahan ke Ducati, Awal Keterpurukan 

Seolah mengikuti jejak Rossi, tahun 2017 menjadi awal mula perkenalan Lorenzo dengan Ducati. Kepiawaiannya mengatasi mesin segaris 4 silinder Yamaha diuji saat menghadapi mesin desmodromic (konfigurasi L sudut 90 derajat) pabrikan asal Bologna. 

Dua tahun kebersamaan dengan Ducati Team menjadi capaian terburuknya selama di Motogp. Tahun pertamanya diakhiri dengan bertengger di posisi ke-7 klasemen. Sementara tahun ke dua dipungkasi di trap ke-9 klasemen dan 3 kali kemenangan dari 14 race yang dijalani. Sebuah tren positip sebenarnya. Paling tidak, hal itu menunjukkan bahwa Lorenzo makin nyaman dengan tunggangannya. 

Namun tren itu tak berlanjut saat Alberto Puig menariknya ke squad Repsol Honda untuk menemani Marc Marquez di musim 2019. Tentu Lorenzo melihat hal itu sebagai sebuah peluang untuk mengembalikan kejayaan sebagaimana saat bersama Yamaha. 

Twit Casey Stoner berisi apresiasi terhadap Lorenzo | Foto twitter Casey Stoner
Twit Casey Stoner berisi apresiasi terhadap Lorenzo | Foto twitter Casey Stoner
Namun realitanya jauh dari harapan. Honda justru lebih terlihat sebagai pembunuh karir Lorenzo daripada Ducati. Cidera tulang belakang yang dialaminya saat di Assen, Belanda mengukuhkan bahwa Lorenzo tak cocok dengan mesin V4 RC213V. Spekulasi pun berkembang. Yakni bahwa Honda hanya memprioritaskan Marquez dalam pengembangan RC213V. Kritikan itu pun terlontar dari pembalap satelit Honda, Cal Crutchlow yang bernaung di bawah tim LCR Honda kendati dia pun mengakui bahwa Marquez telah bekerja amat keras di tim berlambang sayap itu. 

Honda Lebih Buruk Ketimbang Ducati? 

Berniat mencarikan pemecahan atas masalah Lorenzo, Alberto Puig mengirim Lorenzo ke Jepang untuk berkomunikasi lansung dengan para engineer Honda. Namun hal itu tak sepenuhnya berhasil. Prestasi Lorenzo masih saja redup. Bagi Lorenzo, Honda memang lebih mematikan dari Ducati. 

Secara performa, tahun ini Ducati dan Yamaha nampak lebih baik ketimbang Honda. Di deretan 10 besar klasemen pembalap, terdapat 3 pembalap Ducati (2. Dovizioso , 5. Petrucci dan 8. Jack Miller) serta 4 pembalap Yamaha (3. Vinales, 6. Quartararo, 7. Rossi dan 10. Morbidelli). 

Sementara Honda hanya menempatkan Marquez di pemuncak klasemen dan Cal Crutchlow di posisi ke-9. Sungguh gap yang amat jauh. Apakah hal itu dapat dijadikan sebagai penanda bahwa pengembangan Honda tidak berada di arah yang tepat karena hanya Marquez yang berhasil menaklukkan mesin RC213V? Hanya Honda yang bisa menjawabnya. 

Terlepas dari hal itu semua, kini kursi kosong yang ditinggalkan Lorenzo menyisakan pertanyaan besar tentang penggantinya. Marquez pun menyatakan bahwa Honda memerlukan pembalap dengan jam terbang tinggi atau justru talenta muda. Jika opsi pertama yang dipilih, Cal Crutchlow bisa saja masuk ke dalam keranjang pilihan. Jika opsi ke-2 yang diambil, nama-nama seperti Johann Zarco atau bahkan Takaaki Nakagami bisa masuk nominasi. Apalagi setelah Hiroshi Aoyama hengkang, praktis tak ada pembalap Jepang yang berkiprah di Motogp kelas utama. 

Bagi Lorenzo sendiri, pensiun dini sudah pasti bukan sebuah opsi. Dia diyakini, bahkan oleh Casey Stoner yang mantan pembalap Repsol Honda Team, dapat beradaptasi dengan baik dengan Honda. Namun begitulah balap yang serba tak bisa diprediksi. Motogp telah kehilangan talenta mudanya. 

Gracias, Jorge!

Baca juga artikel lainnya :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun