Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wajah Cantik dalam Konstruksi Meme Politik di Media Sosial Kita

18 Oktober 2018   14:11 Diperbarui: 18 Oktober 2018   14:42 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.leogfischer.com/presiden-jokowi-dalam-meme-lucu/

Di masa saya kecil tahun 90-an, interaksi budaya tidak mengenal interaksi sosial menggunakan jaringan komunitas media sosial. Pada zaman itu kita hanya melakukan interaksi sosial di dunia nyata. Untuk membahas masalah politik misalnya, kami harus nongkrong di pinggir sungai atau di gardu kampung. Pada waktu itu kami biasa menerima informasi dari mulut ke mulut.

Televisi juga tidak menjadi tolok ukur kami dalam menentukan pilihan partai politik. Waktu itu masyarakat benar-benar mendapatkan informasi politik melalui tuturan orang lain. Maka untuk mendapatkan wajah wanita cantik kami harus melihat langsung ke pemandian umum atau ke pasar. Waktu itu wajah wanita cantik merupakan harga yang mahal.

Pada hari ini sangat mudah menemukan wajah wanita cantik di media sosial. Beberapa wajah cantik malahan hadir di ruang media sosial. Ia masuk begitu saja di android kita. Wajah wanita cantik itu juga hadir sebagai representasi politik. Pembuat Meme tersebut hadir di antara tiga ruang yaitu politik, gender, dan komedi.

Pasalnya setelah melihat meme tersebut saya jadi bingung. Melihat wajah wanita cantik dengan cinta atau melihatnya sebagai representasi politik. Kemudian saya harus melihat meme tersebut sebagai representasi komedi hiburan. Meme yang masuk di group Whatsapp saya hari ini adalah sebagai berikut:

sumber group whatsapp pribadi
sumber group whatsapp pribadi
Membaca meme tersebut tentu saya tertawa. Ketika berada ruang teologis, poligami menjadi kata yang sensitive. Poligami seakan tidak boleh hadir dalam ruang budaya kita. Lebih sarkas lagi, poligami merupakan budaya yang menginjak-injak martabat perempuan. Meskipun pada sebagian orang ada yang senang melakukan praktik poligami.

Meme tersebut dapat diinterpretasikan secara beragam oleh netizan di media sosial. Tagar 2019 ganti presiden dan keinginan dipinang ini menjadi sangat satire yang lucu. Wanita kemudian dapat dikonstruksi dengan berbagai macam interpretasi politik komedi. Wajah wanita cantik berjilbab ternyata bisa dikomodifikasi sebagai potret kampanye di media sosial.

Tentu, penggunaan wajah dua wanita tanpa ijin pemiliknya tersebut merupakan bentuk pelanggaran. Karakter meme selalu begitu, mencari wajah yang dapat dijadikan objek kelucuan. Maka, dalam pada konteks ini wanita menjadi bahan eksploitasi kampanye menggunakan meme. Wajah wanita dieksploitasi untuk sebuah tujuan politis yang terkadang kejam.

Sampai saat ini tidak ada undang-undang yang melarang menggunakan meme lucu. Tidak ada juga undang-undang yang dapat menjerat orang yang menggunakan meme politik. Meme meskipun kasar isinya, orang akan selalu tertawa. Karakter Meme ini meskipun isinya kadang menghujat atau sindirian, ternyata masyarakat kita menerima dengan senang hati.

Maka, meme politik dengan wajah wanita akan selalu hadir di ruang media sosial kita. sebagai pengguna media sosial, tentu kita harus bijaksana melihatnya. Kita harus mampu melihat meme tersebut sebagai bagian dari kreatifitas di ruang publik media sosial. Harapan kita dengan meme tersebut suasana politik yang memanas kemudian menjadi dingin. Meme menjadi jalan tengah untuk menghadirkan politik yang santun, lucu, dan menggembirakan.

Salam Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun