Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Transmisi Keilmuan

17 Juni 2015   17:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:39 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketiga kitab itu terdapat dalam satu kitab. Kitab khasyiah karena lebih panjang ditulis di tengah. Adapun kitab syarah diletakkan di tepi. Sedangkan kitab matan ditulis dalam tanda kurung. Ada juga yang meletakkan kitab syarah di bagian bawah dan matan tetap di tepi.

Tetapi bukan berarti dalam kitab khasyiah, kitab syarah tidak dituliskan. Dan bukan pula dalam kitab syarah, kitab matan tidak ditulis. Bahkan, kitab matan dan syarah pasti dituliskan juga secara utuh di dalam kitab khasyiah.

Kitab matan yang disyarah akan dituliskan di dalam kurung kitab syarah. Dan kitab syarah yang disyarah diletakkan didalam kurung kitab khasyiah. Biasanya menggunakan tanda kurung satu dan dua seperti
((شرح (متن) شرح)),
untuk membedakan kitab matan dan kitab syarah.

Teman-teman yang tidak pernah belajar di pondok NU mungkin agak susah membayangkan, karena belum pernah melihat dan membacanya. Adapun santri pondok NU sudah melihatnya semenjak pertama belajar di pondok. Karena semua kitab formatnya sama: matan-syarah-khasyiah. Tetapi kebanyakan hanya dua: matan-syarah.

Sebagian orang, termasuk saya ketika pertama mengenal kitab kuning di pondok, menganggap hal seperti itu mubazir, berulang-ulang dan membosankan. Betapa tidak, setiap awal tahun akan bertemu dengan judul pelajaran yang sama.

Pelajaran fiqih (hukum islam) di setiap awal tahun pasti dimulai pembahasan bab thaharah (bersuci). Mulai kelas satu, dua, tiga, dst.., hanya kitab dan kyainya saja yang berbeda.


Begitulah prasangka para pemula seperti saya dulu. Pelajaran lain, seperti nahwu (tata bahasa Arab) juga sama, dimulai bab taqsim alkalimat (pembagian kata dalam bahasa Arab). Baik di kelas satu, dua, dst...

Setelah mengikuti prosesnya, barulah diketahui bahwa, kitab yang di kelas atas, bukan hanya berbeda pengarangnya, melainkan berbeda juga tingkat keluasan pengetahuan. Semakin tinggi semakin luas, mendalam dan rumit.

Begitulah. Di tahun kedua, anggapan itu sudah berubah. Bahkan telah timbul kesadaran penuh penghormatan dengan model pelajaran ala kitab kuning yang diterapkan pondok pesantren NU.

Model penulisan kitab yang diajarkan adalah bukti sah adanya sanad yang bersambung antara guru-murid sampai ke Rasulullah. Maka santri yang sedang belajar adalah penerus ajaran nabi yang didapat dari Allah melalui malaikat Jibril.

Karena yang menulis kitab syarah adalah murid dari guru yang menulis kitab matan. Dan yang menulis kitab khasyiah adalah murid dari guru yang menulis kitab syarah. Begitulah tradisi penghormatan murid kepada guru, sambung menyambung, sampai kepada rasulullah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun