Maulid Nabi Muhammad Saw. Hari ini telah menjadi tradisi, agenda tahunan, seremonial, dan ekspresi budaya keagamaan dalam konteks masyarakat muslim di dunia.
 Berabad-abad lamanya debat sengit tentang boleh dan tidaknya praktik perayaan Maulid nabi menjadi perbincangan di mimbar minbar dan kajian keislaman.
Nyatanya, praktik maulid telah menyatu dengan masyarakat muslim di berbagai belahan dunia, terlepas dari pendapat benar atau salah dengan berbagai argumentasi nya.
Maulid dalam potret keberlanjutan
Praktik maulid dalam catatan saya, lebih menarik jika dipotret dalam konteks isu keberlanjutan (SDGs).
Pasalnya, dalam agenda ini di isi dengan kisah kisah pembelajaran moral dan etika. Praktis mendukung SDG 4 Quality Education. Juga dilengkapi dengan pembagian makanan pada peserta yang hadir hal ini tentu mendukung SDG 2 Zero Hunger.
Lalu mengapa?
Secara nature, manusia akan mengingat orang yang dicintainya. Praktis orang-orang yang cinta kepada Baginda nabi akan mengingat ingatnya. Dengan latar belakang geografis, pendidikan, serta adat istiadat. Manusia manusia yang mencintai nabi mengekspresikan rasa cinta nya dalam berbagai bentuk, kerap kita dengar syair-syair, kisah kisah, prosa, puisi, dan agenda perayaan Maulid nabi.
Jadi, mengapa orang memperingati maulid nabi? Jawaban nya sederhana. Karena *cinta.*
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI