Mohon tunggu...
Iman Santoso
Iman Santoso Mohon Tunggu... -

mengalir mengikuti aliran sungai kehidupan..

Selanjutnya

Tutup

Money

Kebohongan Privatisasi

5 Oktober 2013   13:51 Diperbarui: 4 April 2017   16:30 3762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Privatisasi BUMN

Sesuai Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, pengertian Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat. Berdasarkan pengertian privatisasi tersebut maka Kementerian Negara BUMN mengenai privatisasi adalah: Mendorong BUMN untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan guna menjadi champion dalam industrinya serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan sahamnya.

Sesuai pasal 74 Undang-undang 19 tahun 2003 telah ditetapkan maksud dan tujuan Privatisasi. Maksud dan tujuan yang telah ditetapkan Undang-Undang tersebut sekaligus menjadi misi memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero, meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat, menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif, menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global, dan menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.

Program privatisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip- prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung-jawaban, dan kewajaran.

Privatisasi BUMN di Indonesia mulai dicanangkan pemerintah sejak tahun 1980-an. BUMNBUMN yang telah diprivatisasi seperti PT. Telkom (Persero) Tbk., PT. Perusahaan GasNegara (Persero) Tbk., PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT. Bank BNI 46 (Persero) Tbk.,PT. Indosat (Persero) Tbk., PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., dan PT. Semen Gresik(Persero) Tbk., ternyata mampu membrikan kontribusi yang signifikan terhadap likuiditasdan pergerakan pasar modal.Kondisi ini membuat semakin kuatnya dorongan untukmelakukan privatisasi secara lebih luas kepada BUMN-BUMN lainnya. Namun demikian,diketahui pula bahwa terdapat beberapa BUMN yang tidak menunjukkan perbaikan kinerjaterutama 2-3 tahun pertama setelah diprivatisasi, misalkan pada PT. Indofarma (Persero)Tbk. dan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Dimana target privatisasi BUMN masih belumtercapai sepenuhnya. Pada tahun 2012 ini pemerintah rencananya akan melakukan privatisasi ke sejumlah BUMN Dari 9 BUMN ada 5 yang sudah dibahas yaitu:

* Industri Telekomunikasi Indonesia Persero (PT Inti). .
* PT Industri Sandang Nusantara Persero.
* PT Industri Gelas Persero
* Semen Baturaja
* PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN)
(detik.com, 31/1/2012)

Pendapatan negara sepertinya menjadi tesis utama pemerintah dalam setiap program privatisasiBUMN. Berbagai dampak negatif lain dari privatisasi sebuah industri strategis tampaknyatidak cukup dikaji dan dicermati oleh pemerintah.BUMN dijual kepada investor, termasukasing. Prinsip dasarnya pemerintah tidak perlu memiliki perusahaan, tetapi tetap biasmendapatkan nikmat dan hasil dari perusahaan itu melalui setoran pajak. Akhirnya, seringkali yang terjadi kebijakan privatisasi BUMN dalam kenyataannya dilakukan secaramembabi buta. Yang dilepas oleh pemerintah bukan hanya perusahaan-perusahaan yangmemiliki kinerja buruk.

Perusahaan BUMN dengan kinerja moncer pun ikut masuk kerangkeng privatisasi. Bukanhanya itu, sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak juga ikut dilepas dankemudian diambil alih oleh investor, terutama investor asing. Privatisasi Krakatau Steel adalah contoh konkret bahwa pemerintah ingin melepas saham-saham di BUMN yang masihmampu mencetak laba (Agus Suman, Republika, Juni 2008).

Menyedihkan memang bagi kita, negeri kaya dengan beragam aneka sumber daya alamnamun sebagian besar tidak dinikmati oleh pemiliknya yaitu rakyat Indonesia. Sebagianbesar aset negara yang dikelola oleh suatu badan yang dimiliki negara bernama BUMN, satupersatu dijual ke investor asing. Ironisnya, dibalik istilah efisiensi pemerintah memprivatisasi(menjual) hanya untuk  meraih keuntungan sesaat.

Beberapa alasan dijadikan misalnya untuk menyelamatkan APBN, padahal justru adanyaprivatisasi menjadikan ladang empuk untuk meraup dana segar bagi penguasa negeri iniuntuk memenangkan  pemilu 2009 sebagaimana yang pernah dilansir Indonesia CorupptionWatch (ICW).

Kebohongan Privatisasi
Privatisasi adalah pemindahan kepemilikan aset-aset milik negara kepada swasta dan asing(Mansour: 2003). Namun Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMNmempercantik makna privatisasi dengan menambahkan alasan dalam rangka meningkatkankinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, sertamemperluas kepemilikan saham masyarakat.

Berdasarkan pengertian privatisasi dalam undang-undang BUMN, visi Kementerian NegaraBUMN tentang privatisasi adalah "Mendorong BUMN untuk meningkatkan kinerja dan nilaitambah perusahaan guna menjadi champion dalam industrinya serta meningkatkan peranserta masyarakat dalam kepemilikan sahamnya" (www.bumn-ri.com). Sementara itu dalamprogram privatisasi tahun ini alasan yang dikemukakan oleh Sofyan Djalil adalah:“Privatisasi BUMN dilakukan tidak untuk menjual BUMN, melainkan untukmemberdayakan BUMN itu sendiri, sehingga akan menjadikan BUMN lebih transparan dandinamis” (Kominfo Newsroom, 21/1/2008).

Privatisasi tidak semanis apa yang digambarkan dalam visi Kementerian Negara BUMNseperti pada poin meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham BUMN.Sekilas masyarakat luas dilibatkan dalam kepemilikan BUMN, padahal kita tahu bahwa yang dimaksud masyarakat bukanlah pengertian masyarakat secara umum, tetapi memiliki makna khusus yaitu investor.

Sebagaimana metode privatisasi BUMN dilakukan dengan IPO dan strategis sales, maka yang membeli saham-saham BUMN baik sedikit ataupun banyak adalah investor di pasar modal apabila privatisasi dilakukan dengan cara IPO, dan investor tunggal apabila privatisasi menggunakan metode strategic sales. Investor di pasar modal maupun investor tunggal biasberasal dari dalam negeri atau dari luar negeri. Sementara yang dimaksud investor itu sendiriadalah individu yang melakukan investasi (menurut situs www.investordictionary.com,investor didefinisikan sebagai: An individual who makes investments).

Jadi, tidak mungkin privatisasi akan menciptakan kepemilikan masyarakat, sebab kehidupanmasyarakat sudah sangat sulit dengan mahalnya harga-harga barang pokok, pendidikan, dankesehatan, bagaimana bisa mereka dapat berinvestasi di pasar modal. Apalagi hingga akhirtahun 2007 investor asing menguasai 60% pasar modal Indonesia sehingga memprivatisasiBUMN melalui IPO jatuhnya ke asing juga. Sedangkan investor lokal, mereka ini jugakebanyakan para kapitalis yang hanya mengejar laba, apalagi konglomerat-konglomerat yangdulu membangkrutkan Indonesia sudah banyak yang comeback.

Menurut Dr. Mansour Fakih (2003) dalam bukunya Bebas dari Neoliberalisme, istilahprivatisasi biasa dibungkus dengan istilah dan pemaknaan yang berbeda-beda. Misalnya,privatisasi perguruan tinggi negeri (PTN) dibungkus dengan istilah otonomi kampus, danistilah privatisasi BUMN dimaknai sebagai meningkatkan peran serta masyarakat. Tujuanpembungkusan istilah dan makna privatisasi ini adalah untuk mengelabui pandangan publik. Pernyataan Sofyan Djalil bahwa privatisasi BUMN bukanlah untuk menjual BUMN melainkan untuk memberdayakan BUMN adalah pernyataan konyol dan menyesatkan.

Selanjutnya, terkait dengan negara-negara sedang berkembang, penerapan neoliberalismemenemukan momentumnya pada akhir 1980-an. Menyusul terjadinya krisis moneter secaraluas di negara-negara Amerika Latin. Departemen Keuangan AS bekerja sama dengan DanaMoneter Internasional (IMF), merumuskan sebuah paket kebijakan ekonomi neoliberal yangdikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington. Inti paket kebijakan KonsensusWashington yang menjadi menu dasar program penyesuaian struktural IMF tersebut adalahsebagai berikut: (1) pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk kebijakan penghapusansubsidi; (2) liberalisasi sektor keuangan; (3) liberalisasi perdagangan; dan (4) pelaksanaanprivatisasi BUMN.

Di Indonesia, pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara masif berlangsung setelahperekonomian Indonesia dilanda krisis moneter pada 1997/1998 lalu. Secara terinci hal itudapat disimak dalam berbagai nota kesepahaman yang ditandatatangani pemerintah bersamaIMF. Setelah berakhirnya keterlibatan langsung IMF pada 2006 lalu, pelaksanaan agendaagenda tersebut selanjutnya dikawal oleh Bank Dunia, ADB dan USAID.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun