[caption caption="Pengungsi NTT Ricuh, Tolak Hasil Investigasi"][/caption]KENDARI – Hasil investigasi panitia kerja (Panja) DPRD Sulawesi Tenggara dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmisgrasi setempat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) berakhir ricuh, Jumat (15/10/2015).
Kericuhan terjadi terkait tuntutan warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengungsi di gedung DPRD Sulawesi Tenggara sejak Senin, 12 sampai Jumat 15 Oktober 2015 sudah rampung kecewa karena panja tidak menemukan pelanggaran sesuai tuntutan pengunsi NTT.
Panja yang dibentuk DPRD Sultra beranggotakan, Komisi 1, 2, 4 dan Pihak Disnakertrans Sulta melakukan kunjungan kelokasi perkebunan Sawit di Kabupaten Konawe Utara untuk mengecek tenaga kerja di Perusahaan PT DJL dan Mulya Tani dan meminta keterangan atas eks pekerja yang menuntut pesangon dan sisa upah yang belum terbayarkan.
Selain Komisi I, 2 dan Komisi 4 DPRD dan Diknakertrans Sultra, LSM pendamping warga NTT atas nama Ridwan turut melakukan investigasi dengan menemui beberapa warga dilokasi perkebunan sawit PT. DJL dan Mulya Tani di Konawe Utara (Konut).
Setelah melakukan investigasi ketua panja Suwandi menjelaskan, saat kunjungannya dilokasi perkebunan sawit PT DJL dan Mulya Tani di Konut menjelaskan, kerukunan antar pekerja terjaling baik dan harmonis, mendapatkan hak – hak dan kesejahteraan serta jaminan kesehatan yang memadai.
“Kami sudah melakukan interview terhadap sejumlah pekerja perkebunan sawit, mereka harmonis karena hanya sekali bertemu saat hari pasar. Para pekerja mengaku mendapatkan hak kesehatan dan upah layak dari perusahaan. Warga NTT yang masih bekerja pada kedua perusahaan juga demikian,”papar Suwandi pada RDP terkait tuntutan warga NTT yang mengungsi di Gedung DPRD Sultra.
RDP dihadiri, Ketua dan Anggota Panja, Perwakilan Diknakertras, Paguyuban NTT, warga pengungsi, pimpinan PT DJL, Perwakilan PT. Mulya Tani, LSM pendamping serta aparat keamanan Polres Kendari.
Sementara hasil investigasi yang dilakukan pihak Nakertrans Sultra menemukan selisih upah terhadap eks pekerja sehingga pihak perusahaan direkomendasikan untuk menyelesaikan kekurangan pembayaran upah tersebut.
“Hasil investigasi terkait tuntutan warga NTT yang mengungsi digedung DPRD Sultra, kami menemukan selisih upah terhadap 90 orang lebih eks pekerja PT DJL dan Mulya Tani, ini yang harus dipertanggungjawakan oleh pihak perusahaan, sementara tuntutan lainnya dinilai sudah sesuai prosedur sehingga direkomendasikan agar aksi pengungsian warga NTT diusut karena diduga ada upaya memanfaatkan eks pekerja yang tidak tahu menahu tentang persoalan tersebut,”kata Kabid Pengawasan Diknakertrans Makner Sinaga, Jumat (16/10/2015).
Sementara itu, pihak PT DJL dan Mulya Tani yang diwakilkan terhadap Can (sapaan) mengungkap, dirinya mendapat telepon dari ketua Paguyuban NTT Mahidin yang meminta kompensasi sebesar Rp. 1,5 Millyar plus Rp. 20 juta kompensasi terhadap eks pekerja yang mengalami kecelakaan kerja.
“Saya ditelepon malam – malam oleh pak Mahidin, dia minta kompensasi sebesar Rp. 1,5 M, saya bilang jangan malam ini, besok saja tetapi saya dipaksa, dia bilang anggota keluarganya meninggal, pada akhirnya saya keluar bersama istri dan anak saya jam 12 malam, saya katakan, dimana saya dapat uang sebanyak itu, itukan Rp. 1500 juta, saya sampaikan dulu kepada managemen, hari berikutnya, mobil warna putih sering kerumah saya, entah siapa, yang jelas parkir di depan rumah saya,”ungkap Can.
Menurut Can, uang sebesar Rp. 1,5 M itu jika dibayarkan, masalah pengungsi sudah selesai dan akan dipulangkan ke NTT,”Ini semacan rekayasa agar mendapatkan uang dengan memanfaatkan eks pekerja yang sudah keluar dan sudah diberi haknya sebanyak Rp. 34 Juta lebih yang diterima langsung Mahidin untuk biaya pemulangan dan pesangon eks pekerja yang saat ini mengungsi di DPRD Sultra, menunggu hak – hak dibayar oleh Mahidin yang sengaja dituntut kepada perusahaan,”jelas Can.
Mengenai selisih upah, kata Can, dalam kesepakatan pihak perusahaan upah yang dibayarkan tersebut, pihak pekerja tidak lagi dibebankan biaya lain sehingga disepakati upah sebesar itu.”Sebenarnya yang terjadi, eks pekerja ini diiming – imingi uang sebesar Rp. 20 – 40 Juta per orang, jika mendaftar untuk bergabung mengungsi di DPRD Sultra dan Dinas Sosial. Yang mendaftar Rp. 50 ribu dapat Rp. 20 juta, kalau Rp. 100 ribu dapat Rp. 40 juta, akhirnya eks pekerja ikut dan uang pendaftarannya diambil ketuanya bernama, Adrianus,”kata Can.
Mendengar kesimpulan Panja, Mahidin selaku ketua Paguyuban NTT menolak keras dengan alasan, hasil investigasi yang sepihak tanpa melibatkan warga pengungsi untuk melakukan investigasi,”Hasil investigasi ini sepihak, hanya mengambil sumber dari orang yang bermasalah di perusahaan tanpa melibatkan perwakilan pengungsi NTT,”katanya.
Diakhir RDP yang dipimpin wakil Ketua DPRD Sultra, Nursalam Lada memerintahkan, pengamanan untuk mengevakuasi pengungsi ke Dinas Sosial Sultra, yang selanjutnya dipulangkan ke NTT. Keputusan ini sudah dianggap persoalan eks pekerja sudah selesai.
Keputusan dan kesimpulan panja sempat menuai protes oleh ratusan warga NTT yang saat itu sedang mengungsi di gedung DPRD Sultra. Mereka spontan merangsek masuk ke kantor secretariat DPRD Sultra, berungtung aparat keamanan Polres Kendari dapat menghalau dan membujuk untuk kembali ke Dinas Sosial Sultra yang diangkut menggunakan truk milik Polres Kendari.
Mas'ud
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI