Mohon tunggu...
Marwiyah
Marwiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Financial

Klik, Cair, Terjerat: Waspadai Bahaya Pinjaman Online

4 Mei 2025   22:35 Diperbarui: 4 Mei 2025   22:29 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Di tengah perkembangan teknologi digital yang begitu pesat, kebutuhan manusia untuk serba cepat dan praktis semakin meningkat. Hal ini tak hanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti belanja, transportasi, atau komunikasi, tapi juga merambah ke sektor keuangan. Salah satu fenomena yang muncul dan berkembang secara masif adalah layanan pinjaman online, atau yang lebih dikenal dengan istilah "pinjol". Layanan ini hadir menawarkan solusi instan bagi masyarakat yang membutuhkan dana cepat, tanpa harus melalui proses panjang seperti di lembaga keuangan konvensional. Dalam hitungan menit, siapa pun bisa mengajukan pinjaman hanya bermodalkan KTP dan ponsel pintar. Kemudahan ini memang sangat menggoda, terutama bagi mereka yang sedang terdesak secara finansial. Akan tetapi, kemudahan ini pun ibarat pisau bermata dua di satu sisi memberi harapan, di sisi lain bisa menjadi jerat yang menjerumuskan.

Pinjol pada dasarnya merupakan inovasi dalam dunia keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech), yang bertujuan untuk memperluas akses pembiayaan, khususnya bagi masyarakat yang tidak memiliki akses ke bank atau lembaga keuangan formal. Secara ideal, ini merupakan bentuk inklusi keuangan yang patut diapresiasi. Banyak pelaku usaha kecil, pekerja informal, hingga ibu rumah tangga yang terbantu dengan kehadiran pinjol karena bisa mendapatkan modal usaha atau menutup kebutuhan mendesak. Namun sayangnya, praktik di lapangan tidak selalu berjalan sesuai niat mulia tersebut. Banyak penyelenggara pinjol ilegal yang beroperasi tanpa izin dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dengan skema bunga tinggi, tenor singkat, dan sistem penagihan yang melanggar norma hukum maupun etika sosial. Tak sedikit masyarakat yang awalnya berharap terbantu, justru berakhir terlilit utang yang makin menggunung, mengalami tekanan mental, bahkan kehilangan kehormatan karena data pribadinya disebarkan ke publik.

Fenomena ini sangat memprihatinkan karena bukan hanya soal utang, tetapi juga menyangkut martabat dan keamanan masyarakat. Kasus penyalahgunaan data pribadi dalam proses penagihan sudah banyak terjadi. Peminjam yang telat membayar sering kali diteror, dihina, bahkan dipermalukan melalui pesan massal kepada keluarga, teman, atau rekan kerja. Ini bukan hanya bentuk intimidasi, tapi juga pelecehan terhadap hak privasi individu. Belum lagi soal bunga pinjaman yang bisa mencapai ratusan persen dalam waktu singkat. Padahal, banyak dari peminjam ini tidak benar-benar memahami struktur bunga dan denda yang dikenakan. Mereka terjebak dalam situasi di mana satu pinjaman harus ditutupi dengan pinjaman lainnya sebuah siklus "gali lubang tutup lubang" yang berujung pada kehancuran finansial.

Pertanyaannya, mengapa masyarakat masih banyak yang tergoda menggunakan pinjol, meski risiko dan bahaya sudah begitu banyak dipublikasikan? Jawabannya tidak sesederhana "kurang informasi". Banyak faktor saling terkait yang mendorong seseorang mengambil keputusan untuk meminjam uang lewat pinjol. Pertama adalah kondisi ekonomi yang mendesak. Ketika anak sakit, ketika dapur tidak mengepul, atau ketika biaya pendidikan mendadak harus dibayar, banyak orang tidak punya pilihan lain selain mencari bantuan keuangan secepat mungkin. Kedua adalah rendahnya literasi keuangan. Banyak orang tidak mengerti cara menghitung bunga, tidak membaca syarat dan ketentuan secara teliti, bahkan tidak tahu cara membedakan mana pinjol legal dan mana yang ilegal. Ketiga adalah terbatasnya akses terhadap pinjaman formal. Bagi masyarakat di daerah, untuk bisa meminjam di bank atau koperasi kadang membutuhkan jaminan, proses panjang, dan waktu yang tidak memungkinkan. Dan keempat, adanya budaya konsumtif yang semakin mengakar di mana banyak orang ingin hidup mewah, mengikuti tren, atau memenuhi gaya hidup tanpa memikirkan kemampuan keuangan yang sebenarnya.

Melihat kompleksitas ini, solusi yang dibutuhkan tentu tidak bisa hanya berupa tindakan represif atau pemblokiran semata. Penertiban pinjol ilegal memang penting dan harus terus dilakukan. Pemerintah melalui OJK dan Kominfo telah melakukan langkah strategis seperti merilis daftar pinjol legal, menutup situs atau aplikasi ilegal, serta membuka kanal pengaduan masyarakat. Namun, itu saja tidak cukup. Yang lebih fundamental adalah membangun kesadaran dan literasi keuangan masyarakat. Edukasi tentang cara mengelola keuangan pribadi, memahami risiko pinjaman, serta membangun budaya menabung harus menjadi program jangka panjang yang dilakukan secara sistematis, mulai dari sekolah, kampus, hingga komunitas masyarakat. Media sosial dan platform digital juga bisa dimanfaatkan untuk menyebarkan edukasi dalam format yang lebih ringan dan mudah dipahami.

Selain itu, masyarakat juga perlu didorong untuk memiliki sikap kritis dan bijak dalam mengambil keputusan finansial. Jangan mudah tergiur oleh iming-iming pencairan cepat, bunga rendah, atau promosi instan tanpa memahami konsekuensinya. Jangan malu untuk bertanya, membaca lebih dalam, dan mengecek legalitas penyelenggara pinjol melalui situs resmi OJK. Kita juga harus belajar untuk hidup sesuai kemampuan, bukan mengikuti gaya hidup orang lain yang belum tentu nyata. Dalam kondisi tertentu, pinjaman memang bisa menjadi solusi. Namun harus dipastikan bahwa pinjaman tersebut digunakan untuk hal produktif, bukan konsumtif, dan bahwa kita benar-benar mampu mengembalikannya.

Pada akhirnya, pinjaman online bisa menjadi pedang bermata dua. Ia bisa membantu, tetapi juga bisa menghancurkan. Semua bergantung pada bagaimana kita menyikapinya. Pemerintah, penyedia layanan, dan masyarakat harus bersinergi menciptakan ekosistem keuangan digital yang sehat dan beretika. Jika tidak, maka yang terjadi hanyalah perputaran utang yang makin memperlebar jurang kemiskinan. Maka, sebelum memutuskan untuk meminjam uang lewat pinjol, tanyakan pada diri sendiri: apakah ini solusi yang bijak, atau justru jalan menuju masalah yang lebih besar?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun