Mohon tunggu...
Makruf Amari Lc MSi
Makruf Amari Lc MSi Mohon Tunggu... Guru - Pengasuh Sekolah Fiqih (SELFI) Yogyakarta

Alumni Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta, melanjutkan S1 di LIPIA Jakarta dan S2 di UII Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belum Puasa Syawal? Masih Banyak Waktu

8 Juni 2020   23:16 Diperbarui: 8 Juni 2020   23:09 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto : www.islamicity.org

Al-Aini dari Hanafiyyah mengatakan: "Boleh puasa sunnah bagi siapa yang berkewajiban puasa Ramadhan". (Al-Binayah juz 4 hal 120)

Beberapa alasan yang menunjukkan kebolehan puasa sunnah sebelum melaksanakan puasa qadha:

Alasan pertama, Firman Allah saw:

"Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu". QS. Al-Baqarah:185

Karena perintah dalam firman Allah swt tersebut bersifat mutlak, dan itu menunjukkan tarakhi (berselang), sebagaimana dikenal dalam ushul. Dan tarakhi (berselang) adalah tanpa menentukan waktu permulaan untuk mengerjakannya, maka kapan saja dia memulai maka berarti melaksanakan, dan tidak berdosa dengan mengakhirkan". (Al-Bahrur Raiq juz 2 hal 307)

Alasan kedua, ini adalah ibadah yang waktunya muwassa' (lebar), maka boleh melaksanakan ibadah sunnah pada waktunya sebelum ibadah yang wajib dilaksanakan. (Al-Mughni no 2089 juz 3 hal 155)

Alasan ketiga, hadits yang mengatakan tidak diterima puasa sunnah seseorang yang belum mengqadha puasa Ramadhan, di dalamnya terdapat Ibnu Luhai'ah. (Al-Binayah juz 4 hal 120). Berkenaan dengan Ibnu Luhai'ah, Al-Aini menukil ucapan Al-Mundziri yang mengatakan: "Abdullah bin Luhai'ah dan Masyrah bin Ha'an keduanya haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah.

Abul Farj menyebut Ibnu Luhai'ah dalam dhu'afa' dan matrukin (perawi yang ditinggalkan). (Al-Binayah juz 2 hal 657).

An-Nawawi menukil ucapan Al-Baihaqi bahwa: "Ulama Hadits sepakat akan kedha'ifan Ibnu Luhai'ah dan tidak berhujjah dengan apa saja yang hanya dia sendiri yang meriwayatkan". (Tahdzibul Asma' no 328)

Ibnu Quddamah dari Hanabilah, selain mengatakan dha'if karena Ibnu Luhai'ah juga mengatakan dalam kalimatnya terdapat perkara yang matruk (ditinggalkan), karena di akhir hadits perawi mengatakan: "Dan barangsiapa yang mendapatkan Ramadhan dan dia berkewajiban melaksanakan puasa Ramadhan (terdahulu) maka tidak diterima". (Al-Mughni Juz 3 hal 155)

Kesimpulan

  • Puasa enam hari bulan Syawal dianjurkan oleh Rasulullah saw, dan bagi yang melaksanakannya  mendapatkan fadhilah seperti puasa satu tahun, berdasarkan hadits shahih riwayat Mulim dan yang lainnya.
  • Puasa enam hari bulan Syawal dapat dilaksanakan mulai dari hari kedua Syawal, boleh juga setelah itu, selama masih bulan Syawal
  • Puasa enam hari Syawwal dapat dikerjakan secara bersambung terus menerus dan dapat juga dilaksanakan dengan tidak bersambung.
  • Bagi yang memiliki hutang puasa Ramadhan, boleh puasa Syawal terlebih dahulu, boleh juga mengqadha Ramadhan terlebih dahulu

Wallahu a'lam bish shawab.

Yogyakarta, 9 Syawal 1441 H/ 1 Mei 2020 M

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun