Gilbert Arland pernah memberikan nasihatnya, "Jika seorang pemanah meleset, ia akan mencari kesalahannya dalam diri sendiri. Tidak bisa memanah dengan tepat bukanlah kesalahan sasarannya. Untuk memperbaiki bidikan Anda, perbaikilah diri sendiri." Nasihat yang sangat bermanfaat sekaligus terkadang menampar hati dan budi kita sehingga membuka kesadaran diri untuk kembali pada kebenaran diri dalam formasi diri menjadi lebih baik. Tidak mudah menyalahkan (blaming) orang lain, sesuatu hal, keadaan, apapun itu, merupakan intisari yang bermakna dalam membangun diri pada optimalisasi potensi yang berdaya guna.
Pendidikan diri senantiasa menjadi dasar atau pondasi yang harus dikedepankan dan diusahakan secara berkesinambungan. Pendidikan diri erat kaitannya dengan kualitas diri yang bermula dari kemampuan untuk mengelola tanggung jawab diri. Pendidikan yang berorientasi pada tanggung jawab menjadi proses yang berkelanjutan sekaligus kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Setiap pribadi semestinya belajar mengembangkan tanggung jawab diri dalam ketekunan dan konsistensi.
Seorang anak mulai belajar mengelola tanggung jawab dalam beberapa kesempatan, seperti menata buku, menyiapkan tas untuk sekolah setiap hari, mengerjakan PR, membersihkan rumah, membereskan tempat tidur, dan berbagai jenis tanggung jawab lain sebagai sarana untuk mengembangkan diri dan membentuk karakter. Anak tidak akan bertumbuh-kembang karakternya tanpa ada lingkungan yang membentuknya dengan pola dan sistem tertentu.
Anak-anak di keluarga akan bertumbuh daya juangnya, ketekunan, kedisiplinan, penalaran baik, rasa simpati dan empati, dan segala bentuk karakter baik, tatkala mereka memiliki kesempatan untuk bertanggung jawab dalam berbagai aktivitas. Begitupula di sekolah, senantiasa segala bentuk aktivitas yang ada menjadi sarana yang ampuh dalam mengusahakan karakter baik bagi mereka.
Dalam sebuah studi terhadap jutawan yang sukses, Dr. Thomas Stanley dari University Georgia menemukan bahwa mereka semua memiliki satu kesamaan, yakni mereka bekerja keras. Salah satu komentarnya tentang kesuksesan, "Tak seorang pun dapat melakukan yang minimum dan mencapai potensinya yang maksimum." Hal ini ingin menegaskan tentang orang-orang sukses itu sangat bertanggung jawab dengan hidupnya sehingga mereka memiliki karakter baik, mereka melaksanakan tugasnya dengan keras.
Orang-orang sukses seringkali berusaha dan berjuang melebihi batas kenormalan orang pada umumnya, seperti melebihi standar waktu normal bekerja, belajar lebih tentang sesuatu hal yang mendukung hidupnya, bahkan melakukan lebih sesuatu hal dengan keyakinan pada kesuksesan di kemudian hari. Secara nyata terlihat juga dari para atlet sukses, mereka secara sadar menambah waktu berlatihnya setiap hari, menambah porsi dan menu latihan, dan belajar dari manapun untuk mengembangkan kemampuannya.
Tanggung jawab ini sejatinya menjadi materi pendidikan yang begitu penting dan bermakna. Tanggung jawab erat kaitannya juga dengan cita-cita pada kesempurnaan masa depan. Inilah yang menjadi motivasi ampuh untuk maju dan melaju ke depan. Sebuah logika dasar, orang yang menginginkan kesempurnaan dan bekerja keras untuk mencapainya, hampir selalu mereka bertanggung jawab. Seperti yang ditegaskan oleh Jim Rohn, seorang pengusaha dan motivator, menegaskan, "Stres muncul akibat mengerjakan lebih sedikit daripada yang dapat Anda lakukan."Â Totalitas dan loyalitas akan memberikan kelegaan untuk melakukan tanggung jawab yang ada.
Pendidikan reflektif akan menjadi generator yang ampuh untuk mengolah secara terus-menerus setiap pergulatan pribadi pada tanggung jawab yang dipikulnya. Berhasil atau gagal bukanlah sebuah tujuan dalam pendidikan reflektif, tapi keadaan itu justru menjadi kesempatan dan peluang untuk bangkit dan mengembangkan lagi dalam semangat tanggung jawab yang berkesinambungan. Dalam buku An Open Road, Richard L. Evans menulis tentang pribadi bertanggung jawab, "Sungguh berharga menemukan seseorang yang bersedia memikul tanggung jawab, yang bersedia menuntaskan hingga detail-detail terakhirnya dan mengetahui bahwa jika diberi tugas, ia akan menuntaskannya dengan efektif dan penuh kesadaran."
Pendidikan reflektif bukan semata-mata berkutat dengan pemahaman, namun pendidikan reflektif mengarah pada pengembangan kolaboratif dan sinergis pada budi, hati, dan aksi (tindakan dan komitmen). Menjadi manusia yang bertanggungjawab berarti menjadi manusia yang bergerak secara berimbang dalam penalaran, nurani, dan tindakan baik. Inilah yang sejatinya menjadi cita-cita luhur pendidikan selama ini, proses memanusiakan manusia menuju taraf insani, yang di era sekarang humanisme itu mulai hilang dan tersesat di hutan belantara hiruk pikuk dunia dalam modernitas.
Menjadi sebuah permenungan mendalam, setiap pribadi bertanggung jawab dengan diri dan hidupnya, yang secara otomatis bertanggung jawab pada sesama dan semesta. Mengusahakan pendidikan reflektif di berbagai lingkungan atau komunitas, adalah sebuah keabsolutan yang tidak bisa ditawar-tawar demi kemanusiaan yang luhur dan kearifan Sang Pencipta.