Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Senja (80): Sial... Sial... Sial..!

17 Mei 2021   04:04 Diperbarui: 17 Mei 2021   06:07 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Angel Ganev (Instagram) via www.pinterest.com

Kesialan dalam hidup bukanlah ulah orang lain, bisa jadi hanya masalah ketidakcocokan antara rencana diri yang cenderung egois dengan dinamika semesta dengan segala tatanannya. Lebih dalam lagi, kesialan sesungguhnya sebuah pertanda baik untuk segera membangun kesadaran dalam menata hidup yang lebih baik.

Pada hari Senin pagi ini, langit terlihat cerah dan kicauan burung menghiasi pagiku. Aku memaksakan diri untuk membuka mataku yang sudah seperti mata panda ini. Sempat aku berpikir bahwa hidup adalah cobaan karena hidupku dibebani oleh pelajaran. Di blok kedua, aku akan ada ulangan mengenai rasi bintang. Jadi, aku pun belajar dulu pagi ini karena aku ketiduran semalam. Mulai kubuka buku dan kusadari bahwa aku tidak mengetahui apa-apa. Tibalah jam menunjukkan pukul 06.30 yang menandakan bahwa aku harus segera berangkat ke sekolah. Aku pun mulai mengayuh sepedaku dengan tergesa-gesa karena waktu sudah sangat mepet.

Aku sampai di sekolah dengan hati yang berat membayangkan ulanganku nanti. Pagiku dimulai dengan pelajaran geografi yang sedang mempelajari fenomena alam di desa. Sehingga sepanjang pelajaran aku terngiang dengan sungai yang identik bersih di desa. Walaupun aku tahu di desa tidak ada menara tinggi seperti di kota, aku tetap ingin tinggal di desa. Mulai kubayangkan diriku sedang berfoto dengan ilalang yang ada di hamparan luas desa. Jam istirahat berbunyi, aku kembali membuka buku dan menghapalkan waktu revolusi benda langit.

Pelan-pelan aku tersadar, seserius apapun aku belajar, aku tidak akan pernah bisa. Kuputuskan untuk bermain origami saja menggunakan kertas koran yang ada di lemari belakang kelas. Origami itu nantinya akan kuberikan kepada anak pengemis di jalan raya. Bel selesai istirahat berbunyi dan aku ingin sekali kabur dari neraka ini. Saat ulangan akhirnya datang juga, kusadari bahwa tinta bolpenku habis. Aku pun bingung harus bagaimana lagi menghadapi cobaan ini. Kulihat sejenak daun-daun yang berguguran di luar jendela, kulihat jam yang ada di dinding, aku pun kaget jam sudah menunjukkan kurang lima menit lagi. Saat itu pula hidungku mimisan dan akhirnya kubuat saja tanda baca koma di kertas menggunakan darah. Setelah itu, kutinggalkan ruangan kelas tanpa menjawab pertanyaan sekalipun.

Ilustrasi. www.liputan6.com
Ilustrasi. www.liputan6.com
Setelah jam ulangan selesai, aku masuk ke kelas matematika. Kupelajari luas dari jaring lingkaran bersama Bapak Edi. Saat aku sedang berpura-pura mengerjakan soal, botol minumku yang berisi fanta jatuh. Warna merah fanta pun berceceran di lantai kelas. Kukerjai Pak Edi dengan mengatakan ada yang muntah darah. Pak Edi pun berlarian keluar kelas untuk minta bantuan tetapi tidak ada yang mau membantunya. Pak Edi berlari ke halaman sekolah untuk mengambil sepedanya dan mencari bantuan. Namun, aku sudah memutus rantai sepeda Pak Edi supaya tidak bisa pergi kemanapun. Namun, rencanaku digagalkan oleh pak satpam yang membocorkan rahasiaku. Pak Edi pun memarahiku sepanjang hari sampai pulang sekolah tanpa koma maupun titik.

Sesampainya di rumah, ibuku sudah berada di depan rumah dan membawa kursi di atas pundaknya. Sudah terlihat tepat di matanya bahwa ibu sudah tidak melihatku sebagai manusia lagi. Sebelum ibu mulai melempar kursi ke arahku, aku berikan tembakan panah cinta. Kulontarkan gombalan kepada ibu yang berintikan ibu baik, kurus, dan paling cantik di peradaban ini. Kubilang pada ibu bahwa aku akan membelikannya gelas cantik di superindo. Sebagai akhiran dari gombalanku, kuberikan origami dari kertas yang tadi kubuat. Setelah usahaku itu, ibuku mengampuniku juga pada akhirnya.

*WHy-miL

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun