Pendidikan sesungguhnya adalah sebuah seni memanusiakan manusia lewat berbagai model pembelajaran yang memberikan dorongan dan antusiasme untuk berkembang dan menjadi manusia yang lebih baik. Orang semestinya datang ke sekolah dengan semangat dan kegembiraan, bukan dengan kekhawatiran dan ketakutan apalagi eksekusi evaluasi atau ujian yang siap menghadang di depan mata. Sangat ironis.
Ada baiknya kita sejenak merenungkan segala problematika di dunia pendidikan. Kembali mengingat dan menghadirkan tujuan pendidikan ini untuk siapa adalah awal dari sebuah kesadaran kita.Â
Kurikulum dengan segala aspek di dalamnya seharusnya menjawab kebutuhan siswa dan sekaligus membantu siswa berkembang dengan segala keragamannya.
Jeffrey Glanz (2006) dalam bukunya Cultural Leadership menekankan bahwa sekolah ada untuk anak didik. Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan dan sekolah khususnya ada demi kemajuan dan perkembangan anak-anak bangsa ini.Dalam tataran praktis, pendidik dituntut sungguh mengetahui kebutuhan anak didik sehingga pembelajaran itu sungguh-sungguh bermakna. Analisis kebutuhan menjadi sebuah media pendidik untuk mengenal latar belakang dan kebutuhan anak didik seperti apa yang ditekankan oleh Ralph W Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction.Â
evaluasi harus berdasarkan latar belakang anak didik, tujuan pembelajaran, proses pembelajaran, life value yang ditekankan, dan perkembangan peserta didik.Â
Berangkat dari pengalaman Tyler ketika harus mendesain pembelajaran untuk anak-anak yang berasal dari berbagai ras di Amerika waktu itu, akhirnya Tyler menyadari bahwa pembelajaran bukan hanya berbicara materi belaka tetapi prior knowledge dan keadaan lingkungan anak didik itu juga. Dengan demikian,Akhirnya, kehadiran dan peran negara harus benar-benar diletakkan pada posisi dan fungsi yang tepat dengan filosofi pendidikan yang tepat dalam mengusahakan kualitas pendidikan nasional. Sebuah kesadaran besar harus dibangun bahwa kualitas pendidikan harus dicapai dengan cara elegan, humanis dan kontekstual, seperti pengembangan school culture dalam komunitas pembelajar, professional development untuk pendidik dan pemimpin sekolah, pengembangan pembelajaran reflektif, dan sinergisme antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Jangan buat Indonesia selalu menangis! Indonesia Bisa.