Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (11): Bukan Sekadar Selembar Kertas

3 Februari 2021   07:07 Diperbarui: 3 Februari 2021   07:30 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi. www.dreamstime.com

Perjumpaan kadangkala menjadi awal dan juga menjadi akhir dalam sebuah siklus kehidupan dengan segala teori semestanya. Mozaik-mozaik kehidupan pun menjadi sebuah cerita yang datang dan pergi seiring perjumpaan-perjumpaan dalam roda kehidupan yang selalu berputar.

Pagi-pagi, di mana langit yang cerah tanpa bintang, aku terbangun. Mataku terbuka, dan aku pun berdoa, bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa. Ah, senangnya aku masih diberi kesempatan hidup oleh Tuhan. Langsung saja kucek tasku, apakah buku-bukuku sudah tertata di dalamnya. Karena kurasa sudah komplit, aku pun segera mandi dan sarapan. Tak lupa juga aku sikat gigi dan berpamitan dengan orang tua. Karena motorku sedang di bengkel, kuputuskan untuk menggunakan sepeda.

Dengan santai, kukayuh sepedaku melintasi sebuah menara toa masjid, satu-satunya di perumahanku. Keluar dari perumahan, aku pun melewati sebuah desa. Banyak orang yang sedang berlalu-lalang mempersiapkan lomba tujuh belasan.

Karena masih pagi, kuputuskan untuk berhenti sejenak di lapangan yang penuh dengan ilalang. Bukan untuk mencoba revolusi mental, namun aku ingin menenangkan hatiku dengan bernostalgia. Sambil mendengarkan kicauan burung dan gemercik sungai, aku memandang luas lapangan itu. 

Teringat sejenak bahwa dulu aku pernah bermain dengan teman-temanku semasa kecil, sebelum aku pindah rumah. Sayangnya, karena sebuah tuntutan pendidikan, tak ada satu pun yang kembali ke tempat ini.

Tanpa sadar, aku melirik jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul delapan, tinggal tiga puluh menit lagi sebelum mata kuliahku yang pertama. Dengan bergegas, kukayuh sepedaku ke jalan raya. 

Sesampainya di kampus, aku segera berlari menuju ke kelasku yang ada di gedung tak jauh dari parkiran. Tak sengaja, aku menabrak seorang mahasiswa yang berpakaian serba hitam sambil membawa koran. Kontan aku pun terjatuh, terpelanting, dan hidungku terasa basah karena darah. 

Aku pun tak sadarkan diri dan pingsan dalam waktu yang lama. Ketika bangun, aku kaget karena aku sudah berada di kamarku lagi. Di sebelahku, ada sehelai daun besar, bertahtakan pesan aneh dengan kode koma yang bersifat misterius.

Sambil meneguk sebotol jamu yang diberikan oleh ibuku, kubaca lagi surat itu dengan saksama. Ketika sampai pada suatu kode, di titik itu pula aku tersadar pernah melihat rangkaian kode yang mirip. Segera kuambil sebuah binder berwarna hitam yang berada di lemariku. Halaman demi halaman kubuka sambil kubaca perlahan isi semuanya. 

Aku tertegun pada suatu halaman yang menjelaskan arti simbol, termasuk kode-kode koma yang sudah kulingkari. Aku pun langsung menerjemahkan kode di surat dengan yang ada di binder. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun