Mohon tunggu...
Mohd Muljana M
Mohd Muljana M Mohon Tunggu...

Ok oc

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ideologi Sosialisme dan Kita

6 Januari 2011   12:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:54 1720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kegagalan Marxisme yang ketiga adalah pemahaman yang dilanjutkan oleh Lenin dan Stalin telah berubah menjadi suatu kolektivisme sempit. Produksi barang material tidak lagi diarahkan kepada peningkatan keberadaan personal, melainkan kepada pertumbuhan kekuasaan kolektif tersebut.

Bukti paling kongkret dari kegagalan kegagalan diatas adalah bubarnya negara Uni Sovyet yang selama 70 tahun lebih memakan korban jutaan warganya. Prinsip sosialisme sebagai kebersamaan sangatlah penting, meski demikian kita juga tidak bisa mengingkari hak hak azasi yang paling pribadi sebagai manusia dalam kerangka nilai etis. Fase kediktaturan proletarian yang sama otoriternya dengan fasisme jelas tidak bisa diterima bahkan oleh warganya sekalipun.

III. Kritik Anarkisme
Anarkisme sendiri sering disalahartikan sebagai kekacauan (chaos) yang berdampak penghancuran kepada masyarakat. Hal ini dimaklumi bahwa orang jarang mengenal gagasan-gagasan anarkisme yang dibawa oleh Pierre Joseph Proudhon, Mikhail Bakunin, Piotr Kropotkin dan lainnya. Ini disebabkan anarkisme memang bukan ideologi terstruktur seperti halnya sosialisme atau komunisme. Pada awal abad ke-19 anarkisme tumbuh dan menjadi lawan bagi Marxisme, karena klaim anarkisme yang libertarian berhadapan dengan Marxisme yang otoriterian. Baik anarkisme maupun Marxisme pada masa itu sepakat bahwa sebuah revolusi dibutuhkan untuk menumbangkan pemerintah borjuis. Akan tetapi para pengikut Marx menginginkan Negara digunakan sebagai sarana kediktaturan proletariat dan baru akan dibubarkan bila fase komunisme yakni masyarakat tanpa kelas sudah terwujud. Kaum anarkis justru menginginkan Negara harus dibubarkan sedari awal. Mereka berkeyakinan bahwa pengambil alihan kekuasaan dengan membiarkan Negara berdiri hanya akan melestarikan dan membuat kekuasaan yang jauh lebih sulit untuk ditumbangkan.

Pada tulisan ini, hanya akan dibahas kritik anarkisme terhadap demokrasi, khususnya seperti yang diungkapkan oleh George Woodcock dan Noam Chomsky pada dekade akhir abad 20. Menurut kaum anarkis, demokrasi adalah hal yang terbaik diantara semua yang terburuk. Demokrasi, kalau pun mau digunakan, haruslah dalam bentuk langsung dan partisipatoris. Artinya, demokrasi yang benar benar melibatkan seluruh peran warga masyarakat dalam menjalan fungsinya.

Ada beberapa kritik anarkisme terhadap demokrasi. Pertama, pemilu sebagai sarana demokrasi dianggap melenyapkan hak hak individu. Sebagai contoh, orang akan memilih wakil wakilnya yang tidak dikenal dan belum tentu menjalankan aspirasi si pemilih. Hal ini akan terus berulang dalam setiap pemilu berikutnya dan menjadi suatu kebiasaan yang buruk bagi kesadaran setiap orang. Oleh karena itu kaum anarkis menolak bentuk perwakilan (representation) dan menyukai bentuk pendelegasian bagi setiap keputusan atau kepentingan karena dirasa lebih menyeluruh.

Kritik kedua, demokrasi mengandung ancaman berupa kediktaturan mayoritas. Bagi kaum anarkis tidak ada jaminan bagi para pemeluk demokrasi terhadap golongan minoritas atau kelompok kecil. Hal ini seringkaliterjadi berupa pengabaian hak hak minoritas suara baik dalam bentuk populasi suku, agama, ras, maupun kebudayaan.
Kritik ketiga, demokrasi mengandung bahaya kongkret yakni diterimanya kembali kelompok-kelompok otoriterian seperti partai komunis untuk mendapat peluang menang secara demokratis dalam pemilu. Hal ini terbukti dalam pemilu di Polandia dan Ceko dimana partai komunis kembali memerintah dengan suara mayoritas. Jika demikian, ancaman yang akan terjadi adalah penumbangan demokrasi itu sendiri oleh kelompok-kelompok otoriterian.

IV. Masa Depan Indonesia

Dari tulisan diatas jelaslah sangat penting sebuah ideologi untuk bisa dipahami dengan kesadaran rasional dan dimiliki sebagai sebuah pijakan langkah kedepan bagi perkembangan sebuah masyarakat. Ideologi tidak bisa dipahami secara buta dan dogmatis, karena masyarakat terus berubah dan berkembang sesuai dengan situasinya baik secara subyektif maupun obyektif. Secara subyektif, kesadaran masyarakat memang harus dibangun. Problem di Indonesia untuk hal ini adalah pemahaman ideologi bukanlah di pelajari secara rasional, melainkan sekedar penerimaan warisan tradisi akan pergerakan politik yang mengatasnamakan ideologi. Orang lebih cenderung mengidentifikasi atau menolak dirinya sebagai sebuah penganut ideologi tertentu bukan karena ia belajar memahami nilai ideologi tersebutsecara rasional, melainkan karena faktor sejarah dan kepentingan yang lebih dominan terhadap dirinya. Demikian pula secara obyektif, problem yang ada dimasyarakat seperti saat ini tentunya juga butuh sebuah keyakinan yang kuat terhadap cita cita perubahan. Ideologi sebagai sebuah cita cita haruslah bisa diandalkan dan dipercaya untuk bisa memberi jalan terhapa permasalahan tersebut.

Maka meski dengan usia baru 100 tahun sejak para founding fathers seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir dan lainnya, Republik Indonesia boleh dibilang sangatlah miskin akan pemahaman ideologi yang berkelanjutan. Orang lebih senang melihat figur tertentu untuk tampil ke panggung politik bila dibandingkan tahu secara jelas pemikiran pemikiran macam apa yang dihasilkan oleh figur tersebut. Inilah yang disebut favoritisme, seperti halnya yang terjadi di Amerika Latin pada abad ke 19 dimana banyak junta militer jatuh bangun berkuasa silih berganti.
Sosialisme sebagai ideologi yang telah menjadi pilihan kita, tentunya juga harus dipahami dan dijalankan dalam konteks nalar yang rasional. Artinya, mengetahui dan meyakini sosialisme bukanlah sekedar memahami sejarah, mendogmakan pemikiran lampau dan enggan lepas dari pewarisan tradisi yang sudah ada. Sosialisme harus mampu menjawab berbagai tantangan perkembangan masyarakat dan zaman yang kini sedang terjadi. Seperti halnya problem lingkungan hidup, kemanusiaan, gender dan nilai etis moral lainnya yang pada dekade lalu belum dianggap sebagai suatu hal yang sangat penting. Oleh karena itu Sosialisme yang harus diperjuangkan adalah sosialisme yang benar-benar mengakui nilai nilai kemanusiaan, sosialisme yang benar-benar kerakyatan dalam arti mampu secara maksimal memberi rasa keadilan terhadap masyarakat dan sosialisme yang secara sungguh-sungguh tumbuh karena gagasan-gagasan mulia, bukan sekedar jargon masa lalu.

Sumbangan sosialisme tradisional seperti Marxisme dan kritik anarkisme terhadap demokrasi tentunya juga merupakan hal yang patut untuk diperhatikan. Demokrasi telah menjadi pilihan kita dan kita secara sadar paham segala kemungkinan penyimpangan-penyimpangannya. Penyalahgunaan kekuasaan, pengatasnamaan hukum, konflik kepentingan mayoritas-minoritas, adalah hal-hal yang telah tampak di depan mata. Indonesia memang sedang dalam masa transisi. Hal inilah yang harus benar benar dijaga dan diperhatikan agar perubahan yang sekarang terjadi tidak akan salah arah dalam proses berdemokrasi sebagai pelajaran pertama menuju masyarakat yang adil dan makmur.

T O P I K SOSIALISME DEMOKRASI MARXISME LENINISME ANARKISME &SINDIKALISME

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun